Bagian bawah rena sudah kebasahan oleh buaian tangan nakal mereka. Tanpa disadari rena tampak menikmati sentuhan mereka, mungkin karena pengaruh obat tadi. Tangan mereka tak berhenti memainkan tubuh rena dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hingga pada akhirnya mereka memasukkan batang mereka satu persatu ke liang rena secara bergiliran. Teriakan dan erangan mereka memenuhi kamar itu. Bahkan salah seorang diantaranya melakukan anal ke dalam bagian belakang rena.

Ini kenapa? Aku lagi dimana sih? Kenapa aku gak bisa teriak? Mereka ini siapa? Aku kayak kenal dia?tapi...

Setelah kurang lebih 3 jam mereka menghabiskan malam bejatnya, terlihat rena menginggau berkata “tolong..tolong..” suara rena lirih dan masih tidak sadar. Hingga pagi menjelang rena diantar pulang menggunakan mobil berwarna hitam. Rena dibawa ke dalam kost nya yang saat itu sudah sepi karena hampir semua penghuni kost sudah berangkat kerja.

Rena terbangun di kamar kost nya dan pakaiannya yang lusuh dikenakan tak beraturan. Dia bangun dengan kaki yang masih lemas. Wajahnya penuh lebam, tubuhnya penuh luka goresan. Dan yang paling dia rasakan sakit yang luar biasa di bagian bawahnya.

“astaga badanku?sakiit banget..” rena hanya bisa menangis dan terkulai. Hidup rena seakan tidak ada lagi. Seperti sebuah gelas yang sudah pecah lalu berhasil di rekatkan kembali tapi sekarang gelas itu hancur seperti debu. Hidup yang rena mulai jalani dengan kepalsuan saat kehilangan choki dulu kini semakin tak menentu. Rena bingung kemana dia akan mengadu? Orang tua yang sudah tak ada lagi, kekasih yang entah siapa lagi. Keluarga yang sudah tidak menganggapnya lagi dan teman yang hanya datang saat senang. Rena menangis sejadi jadinya. Berteriak dan mengumpat di dalam kamarnya. Sebenarnya dia ingin mengatakan semua kejadian ini pada choki tapi dia tidak berani, dia takut  dan dia malu. Semuanya dia pendam sendiri, menutup nya dalam- dalam. Hidup dalam kepalsuan lagi seolah-olah semua itu tidak pernah terjadi.

Hari- hari berlalu choki tidak pernah datang lagi ke kost nya, entah apa yang terjadi pada choki, rena hanya bisa menerima keadaan bahwa dirinya ini sudah tidak layak dicintai oleh siapapun. Rena merasa semua ini adalah hukuman atas apa yang sudah dia lakukan dulu. Sekarang rena terlihat tertutup dan jarang keluar kamar. Selepas ia bekerja dia hanya diam di dalam kamar, dan saat libur kerja pun dia hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar. Membuat semua penghuni kost heran karena biasanya rena selalu ceria, selalu menyapa teman- teman kos nya saat mereka sudah pulang kerja.

***

1 bulan kemudian...

“Sekarang tanggal berapa sih?” aku melihat kalender yang ada di samping tv. Kulihat sudah tanggal 25, langsung saja aku teringat dengan agenda period ku. Tidak biasanya aku telat datang bulan sampe 2 minggu, mungkin saja aku kelelahan.

“oh tidak Tuhan.” Aku berteriak

Tanpa basa basi aku langsung mengenakan celana panjang dan jaket, aku berlari keluar dan mengambil motorku, langsung ku gas menuju apotek terdekat.

“mba ada testpack?” tanya ku sambil terengah kepada seorang pelayan apotek itu.

“ada mba bentar yah.” Jawabnya sambil keheranan melihatku yang terlihat gugup.

Aku membeli beberapa testpack yang langsung ku bawa pulang, sesampainya di rumah aku melakukan test urine dengan testpack yng ku beli tadi. Dua testpack yang aku celupkan mulai memperlihatkan hasil sebuah garis lurus dan terlihat satu garis lagi di sebelahnya. ADA DUA GARIS MERAH. Ya ada dua garis merah lurus berada ditengah-tengahnya. Aku terpaku melihat garis tersebut. Mungkin ini salah, tidak mungkin aku..aku akan mencobanya lagi esok pagi agar lebih akurat lagi.

Seharian aku tidak bisa konsentrasi, dan hingga malam pun mulai larut aku masih memikirkan 2 garis lurus tadi. Jika aku menjadi ibu, lalu siapakah yang menjadi ayahnya? Choki ataukah mereka setan- setan yang entah darimana datangnya. Ya tuhan inikah cara agar aku menebus dosaku? Aku harus menanggung semuanya sendiri? Aku tidak sabar menunggu pagi dan hanya melamun di dalam kamar, hingga tak terasa aku tak tidur malam ini. Pagi menjelang aku bergegas ke kamar mandi mencoba satu persatu 5 testpack yang sudah aku beli kemarin dan masih menyisakan 3 sekarang. Dan ternyata hasil yang kudapati adalah sama terdapat dua garis lurus berwarna merah.

Aku hanya bisa menangis dan berteriak dalam hati. Kepada siapa aku akan meminta pertanggung jawabanku? Anak siapa ini?? Ya Tuhan apa lagi yang harus kuperbuat?

Pikiranku kacau, aku tak bisa berpikir lagi, rasanya aku ingin bunuh diri. Aku berlari keluar kamar mandi dan mengacak-acak semua kamar tidurku, aku berteriak seperti kesetanan, aku mencari sebuah benda, ya sebuah benda yang tajam, sampai kulihat ada silet disana. Tanpa berpikir lagi kugoreskan silet itu ke lenganku. Rasanya perih dan panas, tapi semua itu tak sebanding dengan perih yang kurasakan dalam hati. Darah mulai menetes dari pergelanganku, aku masih bisa merasakan sakit ternyata, kutorehkan lagi goresan di lenganku karena kupikir lebih cepat aku mati makan lebih cepat aku tidak merasakan semua keterpurukanku ini.

***

Rasanya kosong, gelap dan dingin. Apakah aku sudah benar-benar mati? Kalau saja kematian itu indah mungkin aku ingin mati sejak malam itu.

“dok, gimana istri saya?” tanya seorang lelaki di samping ku.

“dia kehilangan banyak darah, tapi tenang saja dia sekarang sudah mulai stabil. Jaga kondisinya ya mas dia harus banyak cairan dan istirahat yang cukup agar janin nya juga tetap sehat.” Jawab seorang dokter.

Aku mulai membuka mataku, dan kulihat disampingku ada seorang pria yang sedang mengamatiku, matanya tampak cemas dan penuh kekhawatiran. Mata yang selalu ku harapkan.

“choki?” tanyaku keheranan.

“udah diem yang, jangan banyak gerak, masih sakit?” tanya choki sambil mengusap lenganku yang dibungkus perban.

“ouuchh..kenapa kamu bisa disini?ngapain sih kamu datang lagi? Aku tuh harusnya mati!”

“sayang, kamu gak boleh ngomong gitu, tenang yah ada aku disini.”

“enggak, aku mau pulang aja, kamu tuh bukan siapa- siapa aku! Kamu datang dan pergi kayak setan, saat aku butuh kamu, kamu dimana? Saat aku terpuruk, apa kamu tau? Apa kamu tau apa yang udah aku lewatin tanpa kamu? Kamu mau jadi pahlawan? Udah telat chok! Ada dan gak ada kamu tuh sama aja, aku tetep aja ancur!”

“maafin aku ren, aku gak tau kalau kamu jadi kayak gini karena aku, aku nyesel udah ninggalin kamu. Sebenernya emang kita ga boleh ketemu biar kamu gak kaya gini.” Jawab choki lirih sambil memegang tanganku.

Aku tidak peduli dia berkata apa, menurutku awal mula hidupku hancur adalah karenanya. Dia yang sudah membuatku seperti ini. Luka yang aku rasakan di lenganku ini tidak seberapa, kehancuranku dan keterpurukannku ini hanya bisa aku nikmati sendiri.

dosaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon