Pembicaraan kami terputus karena kedatangan asisten yang memabwa minum pesanan kami tadi. 2 cangkir kopi dengan asap yang mengepul ia letakkan dimeja yang berada didepan kami.

     Papa berdehem mengembalikan konsentrasiku kemudian kembali melanjutkan ceritanya yang membuatku sangat tertarik. Aku ingin tau, bagaimana sifat Nata yang sesungguhnya dari orang yang bisa dibilang sangat dekat satu sama lain.

“Dia sebenarnya tak memiliki banyak teman, karena aku dan istriku membatasi pergaulannya dengan membuatnya sibuk. Keluarga kami tak memiliki satu orang pun anak laki-laki. Hal itu membuatku sedikit khawatir jika harus meninggalkan mereka bertiga tanpa penjagaan sama sekali. Dulu pernah terjadi percobaan penculikan pada Niken. Saat itu aku begitu frustasi hingga membuatku tanpa sengaja memarahi Nata yang mencoba menenangkanku. Dengan bodohnya aku memaki seorang anak kecil berumur 5 tahun itu. ‘Kenapa kau lahir sebagai perempuan, aku mengharapkan kau lahir sebagai laki-laki Renata’,saat itu dia hanya bisa mengerjapkan mata lebarnya padaku kemudian melepaskan pegangan tangan mungilnya dari lenganku.”

        Papa menghentikan ceritanya kemudian mengambil cangkir kopi dan meminumnya. Terlihat sekali jika kejadian yang dia ceritakan tadi begitu mengusik perasaannya. Aku hanya akan menjadi pendengar setianya saja hari ini, jadi aku tak akan menginstrupsi atau pun menghentikannya.

“Memang saat dia lahir, aku dan istriku begitu menginginkan seorang anak laki-laki. Tapi takdir siapa yang tau bukan. Sejak kejadian itu, dia mulai sedikit pendiam dari biasanya. Dia mulai mencoba banyak kegiatan anak laki-laki, seperti bermain bola ataupun balapan sepeda. Padahal aku tau dia pernah bercerita jika dia takut dengan tendangan bola yang terlalu keras, tapi dia berusaha melakukannya. Sejak saat itu, entah mengapa aku mendidiknya dengan keras seperti anak laki-laki. Dia tidak merasa keberatan walaupun harus setiap hari bermandikan cahaya matahari dibanding bermain boneka di dalam rumah seperti anak perempuan pada umumnya. Karena sibuk dengan peraturanku, dia mulai dijauhi oleh teman-temannya. Pernah saat itu dia sudah berumur 7tahun, pagi-pagi sekali dia bilang akan pergi olahraga pagi bersama teman-teman sekompleknya. Dia sudah menunggu teman-temannya diudara pagi yang begitu dingin selama 2 jam dan ternyata dia ditinggalkan begitu saja. Nata pulang dengan wajah lesu, dia bercerita pada Mamanya. Tapi Mamanya malah menyalahkannya yang terlalu cengeng hanya karena masalah sepele seperti itu.”

     Ada gurat keresahan pada mimik wajah papa, aku tau dia sangat menyayangi anak perempuannya yang dingin itu.  

“Aku memang jarang berada di rumah, jadi aku jarang menghabiskan waktu dengan keluargaku terutama Renata. Dia menjalani banyak sekali kegiatan, bahkan dia sering jatuh sakit karenanya. Dia ikut kegiatan karate, bimbingan olimpiade dan yang lainnya aku tak begitu tau. Dia ikut karate karena ingin melindungi Kakak dan Mamanya saat aku pergi, selain itu ada kau juga dikegiatan itu. Dia seperti magnet dan kau adalah pasangannya. Kalian akan saling mengikuti seperti magnet yang saling tarik-menarik satu sama lain. Dia ikut olimpiade karena keinginan Mamanya yang konyol. Istriku ingin beberapa piala milik anaknya dirumah, sejak saat itu Renata mempacu dirinya sendiri untuk mendapatkan piala dalam olimpiade. Akhirnya dia memenangkan 2 kejuaraan, tapi saat penerimaan piala. Aku dan istriku tak bisa datang, aku harus pergi keluar kota dan istriku lebih memilih untuk mengantar Niken pergi ke mall karena Niken merengek meminta baju baru. Huh..”

     Papa mengambil jeda dan menyuruhku untuk meminum kopi yang telah sedikit dingin itu. Banyak sekali yang tak ku ketahui tentang masa kecil Nata, walaupun saat itu kami bahkan masih bersama. Dia benar-benar orang yang misterius.

“Malamnya, aku  menelfonnya. Menanyakan bagaimana acara penerimaan hadiah tadi. Dia dengan ceria menceritakannya, dia seakan-akan baik-baik saja. Dia tak akan menangis didepan siapapun. Karena aku  pernah memarahinya dan dia pernah dianggap cengeng oleh teman-temannya sekaligus istriku dan Niken. Saat itu bahkan dia masih berumur 5 tahun, tapi aku sudah mendidiknya terlalu keras. Jujur saja aku menyesal melakukannya. Dia menjadi pendiam, tak punya banyak teman. Dia hanya berteman dengan Adriana, Kau dan Azka. Hanya kalian saja yang bagi Renata sangat berarti. Saat kau pergi, Nata sangat terpukul. Dia terus saja mengurung dirinya dikamar. Membuatku marah hingga terpaksa mendobrak pintunya. Setelah itu dia bertemu dengan Azka, awalnya Nata tak begitu menyukai Azka yang menempel padanya kemana saja dia pergi. Tapi akhirnya mereka menjadi teman dekat. Sedangkan Adriana, dia teman Renata sejak TK.”

My Unplanned HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang