PROLOG

954 13 0
                                    

Yui mengerjapkan matanya yang berat dan menggerakan tubuhnya turun dari ranjangnya. Seluruh badannya terasa remuk, dan kepalanya terasa amat pening. Mungkin karena aku terlalu banyak minum semalam, pikirnya.

Ia menyeret dirinya ke kamar mandi, memaksakan dirinya untuk membersihkan dirinya, walaupun ia sebenarnya berharap kalau ia juga bisa membersihkan semua kenangan buruk yang telah menimpanya.

Sambil melihat dirinya di cermin, Yui menarik kedua ujung bibirnya dan berusaha untuk mengulas senyum di wajah lesunya.

"Ayolah Yui, hari ini adalah hari dimana semuanya akan berubah. Percayalah, hari ini tak akan seburuk hari-hari di masa lalumu," katanya pada dirinya sendiri.

Yui mengenakan pakaian terbaiknya dan merias wajahnya sedikit. Hari ini ia akan melakukan wawancara kerja, dan jika keberuntungan berpihak padanya, ia akan bekerja sebagai seorang sekretaris di Takamasa Group, salah satu dari sekian perusahaan besar di Jepang.

Dengan langkah mantap, Yui melangkah menuju gedung Takamasa Group yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari gedung apartemen tempat ia tinggal. Ia melirik jam tangannya sekilas, kemudian menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Satu jam lagi, nasibnya akan ditentukan.

Waktu berlalu begitu cepat di ruang tunggu dimana Yui duduk, menanti namanya dipanggil ke ruang wawancara. Sebentar lagi gilirannya untuk masuk ke ruang wawancara dan mencoba keberuntungannya.

"Nakahara Yui!"

Tiba-tiba saja nama Yui dipanggil. Ia segera beranjak dari tempat duduknya dan melangkah ke dalam ruang wawancara dengan gugup.

Setelah ia berada di dalam, semua mata tertuju padanya. Ruangan itu penuh dengan kesunyian yang membuat jantung Yui melompat. Ia berusaha memasang wajah setenang mungkin, mengubur semua rasa gugup dan takutnya dalam-dalam, menyembunyikannya dengan senyuman.

***

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu dan ia sudah bisa mulai bekerja esok hari. Ia tak sabar untuk menceritakan semuanya pada Hazuki, sahabatnya yang kini sedang menunggunya di kafe tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama.

"Yui!" seru Hazuki saat ia melihat Yui melangkah melewati pintu kafe.

Yui segera berlari ke arah sahabatnya itu dan duduk di depannya.

"Jadi, bagaimana wawancaramu tadi?" tanya Hazuki penasaran.

Yui menyeringai, tak bisa menyembunyikan rasa senang yang meluap-luap dari dalam hatinya. "Aku diterima!" serunya. "Aku bisa bekerja disana mulai besok."

Mata Hazuki seketika terbuka lebar. "Benarkah?! Syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya," senyum Hazuki.

"Terima kasih," Yui balas tersenyum.

"Kurasa kita perlu merayakannya hari ini!" seru Hazuki bersemangat. "Bagaimana dengan bar yang sering kita kunjungi dulu?"

Yui menggeleng lemas. "Tidak bisa," katanya. "Aku sudah terlalu banyak minum tadi malam."

Hazuki terkejut. "Memangnya apa yang terjadi semalam?"

Pandangan Yui jatuh ke lantai. "Shintaro," katanya mulai berbicara pelan. "Ia bilang ia tak bisa lagi bersamaku. Belum lama ini ia meneleponku dan bilang kalau dia ingin berpisah denganku. Saat kutanya apa alasannya, dia tak mau bicara."

Merasa terhenyak, Hazuki menepuk-nepuk bahu sahabatnya pelan, berusaha membuatnya lebih baik. "Aku tidak tahu dia sejahat itu. Selama ini kalian tampak baik-baik saja. Kenapa kau tak cerita padaku lebih awal?"

"Aku hanya tak ingin membesar-besarkan masalah yang sepele."

"Sepele? Ini bukan masalah sepele, Yui. Jangan memaksakan dirimu untuk jadi kuat seperti itu!"

"Sudahlah, Hazuki. Lagipula sudah tak ada lagi yang bisa kulakukan."

I Hate YouWhere stories live. Discover now