Cowok Aneh

799 64 12
                                    

Sore kali ini diguyur hujan deras. Pinka menghela napas pelan. Ini sudah hampir pukul enam dan dirinya masih terdampar di pos satpam kampusnya.

Coba saja dia tadi mendengar nasehat Fara. Mungkin saat ini dia sudah bergelung dengan selimut dikamarnya dan ditemani secangkir luwak white coffe panas kesukaannya. Membayangkan itu, Pinka menghela napas pelan sekali lagi.

Tapi mengingat kenapa alasannya bisa terdampar disini, senyum Pinka terkulum. Bayangan-bayangan indah yang terjadi esok hari bergrilya dipikirannya.

Fatih... Oh! Desahnya dalam hati.

Ya, ini semua karena Fatih. Sang pujaan hatinya tercinta. Membayangkan wajah Fatih saja sudah membuat hatinya berdesir hangat. Berdebar-debar dan serasa ada seribu kupu-kupu menggelitiki perutnya.

Indahnya jatuh cinta. Oh...!

Fatih Raksana.

Cowok idaman para wanita, terutama Pinka. Gimana nggak idaman coba?

Ganteng, cek.

Putih, cek.

Tinggi, cek.

Murah senyum, cek.

Pintar, cek.

Rajin sholat, cek.

The best of the best lah pokoknya. Cewek mana yang nggak mau punya pacar paket komplit begitu? Kalau Pinka sih, yes.

Pinka sibuk membayangkan reaksi Fatih sewaktu membaca surat yang diam-diam dimasukkannya kedalam tas cowok itu. Jangan tanya bagaimana bisa Pinka melakukan itu.

Pinka hafal betul jadwal-jadwal keseharian Fatih. Dari hari senin sampai senin berikutnya. Pinka memang stalker handal.

"Mas Nando belum pulang?" suara Pak Tino membuyarkan lamunan Pinka.

Pinka melirik cowok tinggi berkulit sawo matang yang baru datang itu. Wajahnya familiar, Pinka mencoba-coba mengingat dimana dia pernah bertemu dengan cowok yang dipanggil 'mas Nando' oleh pak Tino.

Dimana ya? Batin Pinka masih mengamati Nando yang sedang asik ngobrol dengan pak Tino.

"Non Pinka nggak dijemput?" tanya pak Tino tiba-tiba.

"Ha, ah––ng kayaknya nggak deh. Nunggu hujan reda aja" jawab Pinka kikuk, apalagi dilirik Nando sekilas.

"Kalo barengan sama mas Nando mau nggak non Pinka?"

"Ha?" Pinka terdiam sejenak. "Ng–– nggak usah deh. Takut ngerepotin" jawabnya lalu melirik Nando yang sibuk dengan ponselnya.

"Nggak ngerepotin kok. Mas Nando ini baik kok orangnya. Bapak percaya non diantar dengan selamat InsyaaAllah"

Kali ini Nando menatap Pinka tanpa ekspresi. Pinka jadi serba salah, lalu tersenyum kikuk. "Ng––tapi apa nggak apa-apa?"

"Non Pinka tinggal di komplek asrama haji, kan?"

Pinka mengangguk.

"Yaudah barengan aja sama mas Nandonya, non" kata pak Tino semangat.

Pinka melirik jam tangan, lalu melirik Nando yang sudah memakai helm. "Em... Iya deh pak"

"Nah gitu dong. Kan mumpung hujannya agak reda" pak Tino kemudian beralih menatap Nando yang sudah nangkring manis diatas motor gedenya. "Anterin non Pinka dengan selamat ya mas"

Nando hanya mengangguk. Matanya beralih menatap Pinka yang seperti orang serba salah. Tanpa berkata apa-apa Nando mengisyaratkan Pinka agar naik segera diboncengan dengan matanya.

Dengan langkah teramat berat Pinka menaiki motor gede milik Nando. Dalam hati dia berdoa semoga dalam sekejap dirinya sudah sampai dirumahnya.Bukannya mau su'udzon, Pinka sedikit takut berduaan dengan orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Kalau saja bukan karena tawaran satpam kampusnya tadi, Pinka pasti sudah menolak mentah-mentah. Lebih baik menunggu hujan reda sampai malam daripada harus berdua dengan orang asing. Walaupun resikonya nyaris sama, sama-sama horor.

Suasana benar-benar terasa horor bagi Pinka. Bagaimana tidak, disepanjang perjalanan Nando sama sekali tidak berniat mengeluarkan suaranya. Ditambah lagi dengan rintik-rintik gerimis dan hawa yang makin dingin, Pinka merasa bulu kuduknya berdiri semua.

Nando tiba-tiba nge-rem mendadak. Pinka yang duduk dibelakangnya jelas saja menubruk punggung Nando. Keningnya menjadi korban pertama kekerasan helm Nando.

"Aw... " pekik Pinka. "Sakit"

Bukannya simpati, Nando malah cuek berlagak tidak tau apa-apa. "Sudah sampai. Mau turun apa ikut ke kost aku?"

Pinka kesal. Hatinya sudah menggerutu tidak jelas. Kalau saja Nando tidak menolongnya kali ini, sudah dipastikan perang besar bakal terjadi.

Dengan perasaan dongkol Pinka turun dari boncengan. "Nggak. Makasih!"

Tanpa menunggu jawaban Nando, Pinka berjalan meninggalkan Nando yang menatap kepergiannya tanpa ekspresi. Nando yang tak mau ambil pusing langsung saja meninggalkan halaman rumah Pinka.

Setelah memastikan suara motor Nando menjauh, Pinka berhenti. Ada sesuatu yang ia lewati tapi entah apa. Pinka jadi bingung dan tambah kesal mengingat perlakuan Nando.

Dasar cowok aneh! gerutu Pinka sebelum masuk kedalam rumahnya.

To be continue....

***

Hai, ada yang kangen sama cerita saya nggak?
Kayaknya terlalu banyak cerita yang saya ubah-ubah ya. Hehehe
Mudah-mudahan ini bisa lancar sampai ending ya kayak Banana.
Kenalin dulu teman baru kita, Pinka sama Nando, Fatih juga Fara.
Moga-moga suka, happy reading ♡

Oh Pinka!Onde histórias criam vida. Descubra agora