Bab 15. Bawang Merah Akhirnya Digoreng

Mulai dari awal
                                    

"Abangnya keburu pulang, tau! Kasihan!" Prins beralasan. Putee manggut-manggut. Benar juga, alasan yang masuk akal. Putee nurut kali ini, meski dia lumayan ogah. Ogah cuci sendok lagi.

Mereka pulang setelah itu. Putee melangkah cepat, menyeret Prins yang sedang memasukkan tangannya dalam kaos rumahannya. Prins sedang kedinginan. Dia hanya memakai kaos biasa dan boxer. Putee masih menyeretnya, memaksanya berjalan cepat. Prins tersenyum dalam diam. Tangan Putee sedang menggenggam pergelangan tangannya, jadi Prins sengaja melambatkan jalannya.

"Buruan!!" Putee sudah gahar karena tubuh Prins sepertinya berat ketika dia tarik. "Kalo gue laper, gue bisa makan orang!"

"Gue kedinginan." Prins menjawab santai.

"Sini, gue gendong lo!"

Prins menggeleng kencang. Mana mungkin tubuh yang lebih kecil darinya ini sanggup menggendongnya? Bisa-bisa mereka roboh lebih dulu sebelum sampai. Selain itu, Putee juga sedang kelaparan. Mana ada tenaga dia untuk mengangkat tubuhnya!

"Gue aja yang gendong!" Prins melangkah di depannya, separuh membungkukkan badan. Putee mengerjap.

"Kenapa lo mau gendong gue?"

"Nggak usah banyak nanya."

Sebenarnya Prins hanya kepo dan juga ingin tahu bagaimana rasanya menggendong orang disayang. Prins tidak pernah merasakan itu seumur hidup dan hanya pernah melihatnya di TV. Putee nurut, lalu tersenyum geli. Si tengil melompat ke punggung Prins. Prins tersenyum lebar dan mulai melangkahkan kakinya.

"Prins, kalo ada yang lihat ntar gue malu."

"Ini udah tengah malem, nggak bakalan ada yang lihat! Mereka pasti udah pada tidur."

Putee terdiam. Prins terlihat sangat kokoh. Bahunya. Punggungnya. Tengkuknya. Lengannya. Putee jadi berdebar tiba-tiba. Prins terasa hangat. Putee mengalungkan lengannya, memeluk leher Prins makin erat. Bahkan cowok tengil itu juga menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Prins. Putee mulai jatuh sayang. Mulai merasa kalau semua ini miliknya. Miliknya seorang. Prins milik Putee.

Prins menghentikan langkah.

Ada sesuatu yang mulai menggelitik di hatinya. Juga... di bawah sana sudah mulai sesak.

"Bawang, jangan kayak gitu! Gue geli!" Prins berkata tajam, mengingatkan Putee tentang sebuah kenyataan yang mungkin berbeda dari apa yang terlihat sebelumnya.

"Tapi gue suka bau lo, Prins! Baunya maskulin kayak bau parfum seger gitu..."

"Bawang, berhenti atau gue jatuhin lo?"

"Gue masih pengen cium-cium di sini, Prins!" Putee menyentuh leher Prins, dengan wajah bodoh dan juga tidak peka. Putee hanya sedang bodoh, minus pengalaman pacaran. Jadi dia hanya mengandalkan naluri dan instingnya ketika memperlakukan Prins.

Prins sudah tidak tahan lagi.

Ketika merasakan tubuh Putee menempel di punggungnya dengan sempurna, belum lagi lengan cowok itu yang mengalung dengan sayang, juga kaki Putee yang terkait di pinggangnya... semuanya. Prins merasa kalau Putee memang sengaja menyiksanya dengan sebuah godaan.

"Iya, deh! Buruan!" Putee mendengus, menggerutu. Prins melangkah makin cepat. Ketika melihat gerbang rumahnya, Prins segera menurunkan cowok itu. Cowok tengil itu lalu turun dan berlari cepat masuk ke dalam rumahnya. Putee sudah menyiapkan sendok dan menghidupkan TV.

"Lain kali... jangan sampe lo keluyuran sendiri!!" Prins memperingati cowok tengil itu lagi. Prins duduk di depannya, lalu mulai menyuapkan nasi goreng tadi. Putee mengangguk paham. Prins jadi jengah. Dia masih ingin memastikan apa yang cowok itu rasakan terhadapnya. Mereka tidak ada status pasti meski keduanya sadar kalau saling menyayangi.

GarlicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang