Gambar-Gambar Itu

1.6K 146 3
                                    

Bertepatan dengan tahun ajaran baru, demo eskul selalu diselingi lomba-lomba kesenian. Final pada lomba seni-seni perform akan ditampilkan pada akhir demo eskul dan diberikan penjurian langsung.

Reinala?

"Jadi siapa yang mau ngewakilin kelas buat lomba menggambar?" tanya Kak Hadin, ketua PJ kelas X IPS 1.

Seisi kelas mulai kasak-kusuk. Tiga hari perkenalan sudah cukup bagi mereka untuk mengakrabkan diri, terutama kontak mereka di sosial media di luar sekolah yang semakin membuat mereka akrab.

Jelas Reinala mempertimbangkan lomba itu. Ia ingin sekali hobinya ini menghasilkan manfaat. Apalagi ini bisa menjadi sebuah ajang advertising, kalau-kalau nanti ada yang naksir gambarnya dan merekam dalam memori, bisa saja nanti mereka akan jadi pembeli setia karya Reinala... meski itu untuk sepupu atau keponakan mereka.

"Lu gak mau ikut?" tanya Joanna dengan intonasi menanjak naik seperti biasanya. Ia antusias.

"Mau, maulah! Jelas mau!"

Mata Joanna berbinar. "Kak! Reinala mau ikut lomba gambar!"

Sekelompok kakak penanggungjawab yang sedang kasak-kusuk itu pun langsung memusatkan perhatian mereka pada Joanna. Kakak yang kemarin menyeret Reinala ke dalam kelas dengan muka galak pun menghampiri meja mereka berdua. Auranya masih galak seperti kemarin, menatap Reinala tajam.

"Lo mau ikutan?"

Faktor tatapan dingin itu membuat Reinala yang tadinya berapi-api jadi menciut. Salahkah kalau bersemangat di depan kakak satu ini? Atau dia nantinya akan memberi pengalaman buruk lainnya pada hari ketiga Reinala di sekolah ini?

Pelan-pelan Reinala mengucap, "Iya, Kak. Mau ikut lomba gambar..."

Kepala itu manggut-manggut kecil. "Hmm, lomba gambar." Anting di kepalanya berdenting-denting. "Jon, sini kertas tadi! Ada yang mau ikut lomba gambar!"

Jon, yang bernama asli Jean itu, berjalan tertatih-tatih dan memberikan kertas penuh nama itu padanya. "Nih, Dya. Nanti lu yang kumpul ke Mr. Taufik, ya?"

"Tai lu. Lu lah!"

Jon tidak mengacuhkan pekikan Alodya dan kembali berkasak-kusuk dengan kumpulan PJ lainnya di depan pintu ruangan kelas.

Alodya mencibir. "Setan lu, Jon." Mata itu kembali beralih pada Reinala. "Nih, isi ya." Ia menyodorkan kertas itu pada Reinala.

Nada suara itu tiba-tiba melembut meski gerakannya masih kasar dan jutek. Tangan Reinala ragu meraih kertas itu. Bakal dibully gak, ya? Reinala menoreh kertas itu perlahan, sambil sesekali melirik reaksi Alodya. Cewek itu sama sekali tidak peduli.

Setelah kertas itu selesai ditulis, Reinala perlahan-lahan menyerahkan kertas itu pada Alodya, sambil berharap gerakannya tak ada sesentipun salah, seperti menghadapi sebuah singa, singa betina yang galak bila anaknya diusik.

Rupanya ketakutan itu tidak dikonfirmasi oleh Tuhan. Kuku-kuku tangan bercat pola galaxy itu hanya menarik kertas dari atas meja dan kembali bergabung dengan kumpulan OSIS-nya di depan pintu. Tak lupa menghajar kepala Jon, karena meninggalkannya di tengah tugas.

"Lu kenapa, Rei?" Joanna rupanya menyadari kelegaan Reinala dan napasnya yang terhela.

"G-gue takut sama Kak Alodya, karena masalah kemarin. T-takut dia marah berkepanjangan sama gue..." ucap Reinala lirih.

Joanna jadi ikut-ikutan menatap lekat ke arah perempuan jangkung yang terlihat angkuh dan penuh integritas itu. Secara keseluruhan, ia terlihat sangat superior dengan otoritas pada suaranya, terutama intimidasi yang dirasakan adik-adik kelas saat ia berjalan di sela-sela barisan meja, meneliti makanan-makanan 4 sehat 5 sempurna mereka yang harus habis, suka atau tidak suka.

Stream Of Dream : Aliran MimpikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang