"Dasar ganjen lo, Onta!" bentak si senior cewek. Mahasiswa baru yang mendengarnya sontak tertawa.

"Yeee, elo, Na. Yang ditanya siapa, yang ngomel siapa. Dasar jomlo baru. Sensitif," balas senior cowok itu, meledeknya. Suara tawa pun menggelegar di udara.

"Oke, Aira, kamu sekarang boleh duduk. Oh iya, yang tadi kakak cuma becanda. Suara kamu bagus tuh, mending pas mulai masuk kuliah nanti, kamu ikut UKM Padus aja, " saran senior cowok itu.

"Iya kak, makasih buat sarannya," jawab Aira lagi dengan senyum manisnya.

Setelah mengatakan kalimat itu, Aira berjalan menuju barisan kelompoknya diiringin dengan tatapan kagum dan penasaran para mahasiswa yang menyaksikannya. Bahkan, kulihat ada dua senior laki-laki yang sedang berbisik-bisik. Aku menduga mereka membicarakan Aira, dan akan mengajaknya berkenalan setelah acara ospek ini selesai.

Aku memperhatikan Aira yang terletak dua baris dari samping kanan barisanku. Meski terhalang dengan beberapa kepala mahasiswa lain yang sedang memperhatikan senior di depan, itu tak membuatku menyerah untuk melihatnya dari posisiku sekarang.

Gadis itu mempunyai rambut hitam yang panjang sesiku. Bentuk wajahnya oval dilengkapi hidung yang mancung, dan kulitnya putih bersih terawat. Aku baru benar-benar menyadari bahwa dia memiliki sepasang mata yang agak sipit dengan ekor mata yang meruncing. Sepertinya tanpa menggunakan eyeliner, sepasang mata miliknya itu tetap terlihat indah. Pipinya memiliki lesung di sebelah kanan, saat dia menghadirkan senyum. Sempurna.

Jantungku berdegup kencang saat tak sengaja dia menengok ke arahku. Mata kami beradu dalam hitungan beberapa detik. Dia tersenyum. Seakan ada kekuatan magis dari senyumnya, bibirku menghadirkan sebuah senyum dengan sendirinya.

Aku menyerah, Tuhan...

***

Aku melihat waktu di jam tangan Swiss pada lengan kiriku. Pukul setengah delapan pagi lewat. Dengan langkah gontai aku berjalan ke arah kelas dengan menaiki tangga ke lantai dua. Lorong gedung kampus yang kulewati sangat sepi. Hanya ada aku dan satu orang petugas kebersihan berbaju hijau yang sedang menyapu lorong itu.

Bodoh sekali, ini hari pertama aku masuk kuliah dan semalaman aku begadang menyaksikan pertandingan tim favoritku, Real madrid, melawan wilfburg, yang berakhir dengan kekalahan Real madrid. Ah, aku merelakan jam tidurku untuk sebuah hal yang sia-sia. Mungkin jika keluhanku terdengar oleh fans fanatik , mereka akan meledekku dengan sebutan 'karbitan', atau malah disuruh menggemari klub lain. Persetan lah.

Sambil berjalan ke arah kelas yang terletak tiga ruangan lagi, aku mengambil binder dari dalam tas gendong dengan sebelah tangan untuk melihat mata kuliah pada selembar kertas yang berisi jadwal kuliah satu semester yang kemarin sore aku print. Tiba-tiba...

DUG!

"Aduh!", ucapku spontan saat mendapati diriku jatuh terduduk di lantai. Keningku merasa menyut, secara reflek aku langsung mengusap keningku dan menyadari apa yang terjadi. Kepalaku membentur pintu. Tidak terlalu sakit memang, tetapi.... Eh? Aku menabrak pintu?

"EH! MAAF!" jerit seorang perempuan dari balik pintu dan melangkah keluar menghampiriku. EH, itu kan Aira? ucapku terkejut dalam hati saat melihatnya berdiri di hadapanku.

Dengan wajah bersalah, Aira berjongkok di sampingku. "Maaf ya, tadi gue buka pintu mau keluar kelas."

"I... Iya nggak apa-apa," balasku kikuk dan membuang muka. Sepertinya tanpa meminta maaf pun aku pasti memaafkannya. Wajahku merah padam seperti kepiting rebus. Sial. Aku tidak ingin terlihat konyol oleh Aira.

"Bagian mana yang sakit?" tanya Aira hati-hati dan memeriksa kepalaku. Dia memicingkan matanya. Lucu sekali wajahnya jika dia terlihat seperti itu.

Jatuh Cinta Diam-DiamWhere stories live. Discover now