Bab 12. Pendekatan yang Tidak Mau Deket

Start from the beginning
                                    

"Kok jantung lo detaknya kenceng banget?" Putee berbisik retoris. Prins bungkam. Ini karena amarah, Putee. Prins sedang mati-matian menahan amarah dan juga rasa lain yang menelusup dengan kurang ajar di hatinya.

"Karena gue kurang minum air." Prins menjawab asal. Putee cuek, dia tidak peduli dengan jawaban Prins.

"Prins..."

"Hm?"

"Terima kasih..."

"Buat?"

"Semuanya...."

Prins bungkam. Obrolan singkat dan juga jadi mirip pillow talk itu membuat Prins jadi berpikir tentang apa yang dia rasakan sekarang. Selain itu, Prins tahu kalau ini memang sungguhan pillow talk. Obrolan bantal. Karena mereka sedang berbagi bantal.

"Ingetin gue buat nagih ke lo suatu hari nanti!"

"Gue nggak mungkin bisa bales kebaikan lo semuanya, Prins! Tapi gue bakalan lakuin apapun yang gue bisa."

"Jadi, jauhin Camo sialan itu!"

Putee membuka matanya lagi, lalu menatap Prins. Prins juga menatapnya. Mereka saling bertatapan. Putee melihat kalau wajah Prins sangat tampan. Prins ganteng sekali. Dulu dia pernah iri dengan wajah Prins, namun sekarang kalau dipikir lagi... Putee lebih senang memandang wajah ganteng ini dibanding memilikinya untuk diri sendiri. Putee menatap mata Prins, mengerjap-ngerjap polos. Putee mungkin belum sadar dengan apa yang sedang terjadi, namun Prins tahu dengan pasti mengenai debuman jantungnya. Bagaimana hatinya merespon akan kerjapan-kerjapan menawan yang Putee suguhkan padanya.

"Lo kayaknya punya dendam kesumat gitu sama dia..."

Bagaimanapun cara Prins mengungkapkan ideologinya, Putee pasti akan membuat kesimpulannya sendiri. Putee sejak dulu selalu sibuk dengan pemikirannya sendiri. Karena itulah cowok tengil itu begitu bebas, bahkan baru bisa peka kalau dipukul dulu.

"Gue nggak suka kalo lo temenan sama dia. Paham, nggak lo?!" Prins mencoba menjelaskan dengan bahasa yang mungkin bisa Putee pahami.

Putee menghela nafasnya, lalu mengangguk.

"Gue tahu, tuh cowok kan awalnya musuh gue. Dia juga sampe bikin geng buat bully gue. Belum lagi dia kan pernah deket sama Mir. Kenapa juga ya gue harus dengerin tuh orang ngomong?" Putee bermonolog. Prins masih mencoba meredam amarah. Dia makin terusik hanya dengan mendengar celotehan Putee yang entah kenapa jadi menguras kadar kesabarannya.

"Lalu? Lo masih mau temenan sama dia?"

"Ah, iya juga ya Prins! Jangan-jangan dia emang sengaja kali ya deketin gue buat balas dendam kayak di novel-novel gitu!" Putee menggebu. Mulutnya melongo, matanya melotot dengan dramatis. Prins menggerutu dalam hati. Tolong, orang yang bisa memukul cowok tengil ini agar tersadar segera lakukan sesuatu! Tolong pukul cowok tengil menyebalkan yang kepalanya agak tidak beres dan juga terlalu bebal setengah mampus ini!

"Terserah lo, deh!"

"Kok lo malah marah, Prins?" Putee harusnya tahu kalau Prins tidak butuh pertanyaan seperti itu. Putee makin mengeratkan pelukannya. "Tapi sejujurnya, gue lebih seneng sama lo sih! Gue suka sama orang yang apa adanya, yang selalu ngomel ke gue..."

Ada bangga yang tiba-tiba merasuk dalam hati Prins, membumbung begitu saja dengan kasta tinggi yang tidak bisa Prins anggap sebagai rasa senang biasa. Prins sedang berbunga-bunga karena pujian Putee. Lebih senang Prins dibanding Camo homo sialan itu.

GarlicWhere stories live. Discover now