Bab 7. Aku Keren Sendiri (Part 2)

Mulai dari awal
                                    

"Pukul lagi, Prins! Pukul gue lagi!" Putee benar-benar terlihat santai, namun perlahan nafasnya memburu. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Putee terlihat benar-benar rapuh saat ini. Prins menatap mata Putee dengan tatapan tajam seperti biasa.

"Kok lo malah diem? Tenaga lo udah habis? Pukul lagi, Prins! Nih, pukul gue lagi! Tenang, gue nggak bakalan bales lo..." Putee benar-benar terlihat putus asa. Prins menelan ludahnya dengan raut kacau. Cowok di depannya ini memang minta dihajar, ya?!

Prins masih enggan bergeming. Dia hanya diam sambil menatap Putee dengan raut marah. Dengan raut kecewa. Sakit hati juga. Perlahan Prins duduk di depan Putee. Tenaganya hilang begitu saja. Emosi memang masih merayap dalam hatinya, namun lebih dari itu... Prins masih ingin mendengar celoteh santai ala Putee lagi.

"Kalo lo nanya apa gue baik-baik aja, mungkin gue bakalan jawab dengan suara lantang... I'm fine. Itu aja..."

Prins diam. Mendengarkan apapun yang cowok tengil ini katakan.

"Prins, mereka bilang gue aneh."

Prins masih diam tak menanggapi. Dia masih terlalu kacau dan shock. Putee masih mencoba bercerita. Cengiran itu masih ada di bibirnya. Prins masih menatapnya dengan tajam, namun perlahan Prins menyadari sesuatu. Ada butiran air mata yang menetes aneh dari sudut bibir Putee. Air itu menggelincir aneh, lalu menghilang sebelum sempat turun di pipinya. Putee lebih dulu menghapusnya.

"Kalo lo tanya apa tonjokan lo sakit, gue mau jawab jujur.. ini sakit sumpah! Mungkin kalo lo jadi preman kayak gue, lo udah jadi rival gue yang paling tangguh."

Nyatanya, cowok itu masih sibuk berceloteh ke sana kemari. Prins bungkam. Ada gelenyar sakit yang perlahan menelusup begitu saja.

"Lo tahu apa bagian paling sulit ketika kita ingin menghapus kenangan, Prins?"

Prins diam. Dia lebih senang mendengarkan suara Putee yang sangat menyejukkan sekaligus menyakitkan itu.

"Saat lo pura-pura baik-baik aja...."

Prins bersumpah, itu adalah ucapan paling sekarat yang pernah dia dengar. Ucapan yang bahkan tak punya nyawa di dalamnya. Malaikat maut mengawalnya, mengatakan bahwa kata-kata itu tak lebih dari ucapan sakit. Hanya sebuah ucapan sakit yang sangat menyiksa. Karena bagaimanapun kisah itu, Putee sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tidak akan pernah menunjukkan kelemahannya di depan orang lain.

"Gue nggak suka pas lo ngikutin gue kemarin, jadi gue datang pagi-pagi buat hapus lukisannya..."

Prins benar-benar hancur ketika mendengarnya. Prins kira, dia sudah mengetahui semua hal soal Putee. Cowok itu sangat blak-blakan dan jujur ketika bercerita soal hidupnya. Namun kini Prins sadar kalau dia salah. Putee itu hanya sebuah buku yang terbuka pada satu sisi. Siapa yang bisa mengetahui apa di balik lembaran itu?

"Maafin gue, Prins! Lukisan itu mungkin memberikan inspirasi dan kenangan buat orang lain, tapi juga menciptakan rasa sakit buat gue. Gue harus hapus kalau nggak mau sakit!" Putee berbisik pelan. Saat itu hanya satu hal yang ingin Prins lakukan. Memeluk cowok itu.

Dan dia melakukannya.

***

Ada sedikit jeda dalam setiap amarah. Amarah seolah menciptakan jarak yang tak kasat mata. Terutama saat orang yang membuatmu marah kini melarikan diri. Putee sudah nyaman berada di kelas reguler. Prins memang sudah memeluknya, namun itu bukan jadi alasan dia memaafkannya. Prins masih marah pada Putee. Masih kesal. Cowok itu bahkan jadi jauh lebih tajam dibanding sebelumnya. Putee sudah berada di kelas reguler, di kelas IPA 3. Sekelas dengan musuh bebuyutannya, Camo.

GarlicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang