Bab 4. Korban Kekejaman Cowok Ambigay

Start from the beginning
                                    

"Lo nggak takut bakalan dihapus? Lo coret-coret tembok seenaknya, tau!"

Putee mengernyit, lalu terkekeh ringan.

"Nggak masalah, asal bukan tangan gue yang hapus. Kalau tangan gue yang hapus, itu artinya gue sampai di titik dimana gue harus berhenti."

Prins merasa aura Putee jadi luar biasa setelah mengatakan soal lukisan. Entah kenapa, namun mata Putee jadi jauh lebih hidup dibanding sebelumnya. Prins menunjuk lukisan separuh jadi di sana.

"Jadi, apa judulnya?"

Putee terkekeh. Prins pernah mengajukan pertanyaan yang sama ketika pertama kali melihat lukisan Putee di tembok belakang itu. Putee terkikik.

"Gue beri judul... teman."

Prins sadar kalau Putee sedang berniat menyindir dan membahas soal posisinya sekarang. Prins menatap Putee dengan tatapan memicing tak suka. Akhir-akhir ini Putee sering sekali nebeng dia ketika pulang. Putee memang tidak tinggal di rumahnya, namun cowok itu selalu nebeng ketika Prins pulang. Putee harus bekerja, kan?

Diam-diam Prins membuntutui Putee di tempat kerjanya. Anak itu pulang dari bekerja menjelang jam sembilan malam. Saat itu angkot ataupun bis sangat jarang yang beroperasi. Putee sering sekali tertidur di halte hanya karena menunggu bis. Ketika hal itu terjadi, Prins segera menghampirinya. Spontan. Lalu mengajak Putee menginap di rumahnya. Putee pamit pulang saat subuh untuk mengambil buku di rumahnya dan kembali berangkat sekolah. Putee pasti lelah untuk mondar-mandir ke sana ke mari.

Sebenarnya, Prins peduli terhadap Putee. Atau Garlic. Itu nama sayang dari Prins untuknya.

"Ntar gue nebeng lo lagi, ya Prins!" Putee nyengir lagi. Prins menghentikan langkahnya. Ada hal yang harus dia luruskan sekarang.

Pertama....

"Gue bukan supir lo, jadi jangan nebeng gue!"

"Tapi kan sekalian gitu. Arah rumah lo juga sama kayak arah tempat kerja gue, Prins! Itung-itung ibadah gitu, lah!"

"Tapi gue nggak suka!"

"Apa perlu gue bayar buat gantiin duit bensin?"

Prins terhenyak mendengar ucapan Putee. Mata anak itu terlihat sangat kecewa dan sedih. Prins sedikit terpengaruh dengan tatapan itu. Entah sejak kapan mata itu begitu menghinoptisnya, membuatnya tersadar berapa banyak dia mulai melemahkan pertahanan dirinya.

Kedua....

"Lo nggak takut sekolah tahu? Kalau mereka tahu anak kelas unggulan kerja paruh waktu, lo bisa dikeluarkan dari sana..."

"Gue nggak paham soal itu, Prins! Tapi jadi anak kelas unggulan nggak bikin gue punya duit..."

Prins tidak tertarik untuk tahu latar belakang Putee. Namun setahu Prins, Putee adalah saudara tiri Mir. Prins pernah dengar cewek-cewek menggosip di dekat tangga perpustakaan waktu itu. Mir berasal dari keluarga berada. Tentu saja Putee pasti dari keluarga yang sama, kecuali kalau Putee tidak dianggap di sana.

"Cari pekerjaan lain, Garlic!" Ini kali ke sekian Prins memanggil nama Putee. Putee mengedikkan bahunya dan tersenyum lemah.

"Gue harus kerja ini dulu, Prins! Gue harus punya duit, lalu punya modal buat beli alat lukis yang baru."

"Gue bisa pinjemin lo."

Putee menggeleng.

"Lukisan gue bakalan pake hastag ngutang ntar kalau udah jadi..."

GarlicWhere stories live. Discover now