Bab 3. Jangan Ngatur Kayak yang Kenal Aja!

Start from the beginning
                                    

"Itu nama lo, kan?" Prins akhirnya terseret dalam obrolan soal nama. Ho... rasakan, Prins! Cowok itu menakutkan. Dia punya cara sendiri untuk memengaruhi hidupmu.

"Kemaren lo panggil gue Putee!" Putee menunjuk wajah Prins dengan raut marah. Dia benci saat Prins mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan nama. Lihat saja, nanti nama Prins akan masuk dalam buku black calling list miliknya.

"Oh, ya? Gue lupa." Prins menaikkan alisnya, bersiap membully Putee lebih jauh lagi. Siapa tahu saja nanti Putee akan menjauh darinya. Tak dia sangka, ternyata menghindari Putee itu sangat mudah.

Putee di depannya batal menyuapkan makanan. Dia hanya menatap Prins dengan raut kesal. Lalu alisnya yang bertaut itu berubah lagi, jadi lebih santai. Bibirnya melebar, matanya terpejam dengan dramatis. Prins makin merinding karena keanehan cowok di depannya ini.

"Oke, terserah lo deh! Gue anggap itu panggilan sayang," ucap Putee akhirnya. Prins melongo. Melotot. Bagaimana bisa cowok yang awalnya marah-marah dan sensitif itu berubah jadi kembali lembut begini? Putee itu apa? Sejenis pengidap alter ego? Psikopat? Apa? Apa?

"Garlic. Gue panggil lo gitu dan lo nggak marah?" Kali ini Prins benar-benar ingin tahu, ingin memancing kemarahan Putee lagi. Putee nyengir lagi, lalu mengedikkan bahunya. Jelas saja Putee kesal dengan cara Prins memanggilnya, namun Putee harus tahan. Harus sabar. Lagipula... namanya jadi lumayan keren, dibanding Putee yang mirip nama kucing. Si Putih. Garlic mungkin lebih terlihat macho, meskipun artinya tidak jauh-jauh dari bawang-bawangan.

"Itu gue anggap panggilan spesial dari temen gue." Putee manggut-manggut bangga. Dengar itu, Prins! Panggilan sayang dan spesial. Sampai kapanpun kamu mungkin tidak akan pernah bisa menghindari Putee. Cowok aneh absurd dan astral itu jauh lebih menakutkan daripada apapun. Bagaimana bisa ada orang yang super optimis menjalani hidup begitu?

"Terserah!" Meski hatinya mulai protes, namun bibirnya tak tahan untuk berucap spontan.

"Jadi... ntar gue boleh nebeng lo lagi, kan teman?"

Setelah itu soto Lamongan dalam mulut Prins menyembur dengan cantik. Menyembur ke wajah Putee, menghiasi wajah itu dengan butiran nasi dan juga kuah soto. Putee marah? Oh, sama sekali tidak! Dia hanya tersenyum, nyengir seperti biasa... lalu memunguti nasi yang menempel di wajahnya dan mulai memakannya satu persatu.

Prins sudah yakin kalau Putee adalah cowok paling jorok dan juga aneh yang pernah dia temui...

***

Prins mendengus kesal, melirik seseorang di sebelahnya. Putee mengangguk senang mendapati teman sebangkunya adalah orang yang dia harapkan. Pembagian kelompok sudah dimulai. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk kelompok belajar di kelas. Kelompok sudah ditentukan oleh guru, dan takdir memihak Putee. Dia satu kelompok dengan Prins, cowok yang ingin dia rekrut sebagai teman. Selain itu, kabar baik bagi Putee. Kelompok tidak boleh diganti lagi.

"Hai, teman...!" Putee melambai antusias, lalu mulai duduk di sebelah Prins. Prins menatapnya malas, lalu kembali sibuk dengan bukunya. Putee mencebikkan bibirnya, berdecih tak suka.

"Galak amat, sih! Serius mulu..." Putee sibuk berkomentar, lalu mulai bermain dengan kotak pensil milik salah satu teman perempuannya. Cewek pemilik kotak pensil itu melotot dan merebut kotak pensilnya. Putee tidak mau kalah, dan sibuk mempertahankan kotak pensil itu.

"Pinjem, Syl!"

"Balikin! Gue mau pake!"

"Bentaran, lah!"

"Kalo lo suka, beli aja sendiri."

"Gue nggak punya duit, lo mau pinjemin gue?"

"Putee! Sylvia! Kalian berdua... maju!!" Sebuah suara terdengar ganas di sana. Bu Agni sedang melotot dengan wajah gahar. Sylvia mendengus ke arah Putee, sedangkan Putee hanya cengengesan dan berdiri. Keduanya berdiri dan melangkah ke depan kelas.

GarlicWhere stories live. Discover now