Bukan Istri Bayaran 13

32.6K 1.1K 6
                                    

' (Bukan) Istri Bayaran '

Happy Reading

***

Setelah mereka berdua pulang ke apartement mereka, keesokan harinya Iqbaal memutuskan untuk kembali bekerja. Sudah dua minggu lebih ia tak masuk ke kantor dan terus berdiam diri di apartement. Setidaknya, selama dua minggu dia tak pernah merasa bosan setiap kali berada di apartement. Berbeda dengan dulu saat dia selalu merasa bosan ketika berada di mansion milik orangtuanya. Setiap hari melakukan aktivitasnya di perusahaan sehingga dia memiliki ruangan yang menyerupai apartement lengkap dengan kamar mandi dan kamar tidur. Elizabeth sampai cemas ia buat saat Iqbaal tidak pernah pulang ke mansion. Apa ini efek dari setelah menikah? Efek ketika kita telah memiliki istri? Apa ini efek yang Adara buat kepadanya?

"Habiskan sarapanmu."

Suara itu mengintrupsi Iqbaal dari lamunannya. Ia pun menatap lurus kearah Adara yang tengah tersenyum padanya. Ugh, senyum yang menjadi favorit Iqbaal. Senyum yang menawan hingga kedua lesung pipi tercetak jelas di kedua pipi Adara.

Adara menarik kursi kebelakang kemudian menjatuhkan bokongnya di kursi tersebut. Ia menuangkan susu kedalam sebuah gelas kemudian meletakkannya di hadapan Iqbaal. Ia juga menuangkan segelas susu untuk dirinya sendiri.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Adara seraya mengoles selai cokelat di rotinya. Tadi dia telah membuatkannya untuk Iqbaal sehingga kini ia tinggal membuat untuk dirinya sendiri.

Iqbaal mengunyah pelan rotinya seraya mengernyit. Ia menelannya kemudian menguk susunya sedikit.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Bukannya menjawab, Iqbaal justru memberikan Adara pertanyaan.

"Aku bertanya karena aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan. Aku bukan sepertimu yang bisa membaca pikiran orang lain." Adara menyeringai.

"Apa wajahku seperti orang yang tengah memikirkan sesuatu?" Lagi lagi Iqbaal bertanya. Adara mengunyah rotinya seraya mengangguk merespon pertanyaan Iqbaal.

"Ah, tidak! Kau sungguh payah dalam menebak ekspresi wajah seseorang." Iqbaal terkekeh menertawai Adara. Tertawa dibuat buat. Ia tak ingin mengakui jika Iqbaal tengah memikirkan Adara.

"Aku tak memikirkan sesuatu." Lanjut Iqbaal.

Adara menaikkan sebelah alisnya. "Benarkah begitu?"

"Ya! Aku sama sekali tak memikirkan apa apa." Iqbaal berkata dengan tegas agar Adara yakin dengan ucapannya.

"Namun, kenapa aku melihatmu tadi sedang melamun? Jika kau melamun, itu berarti kau sedang memikirkan sesuatu, bukan?"

Adara benar. Ia tadi melamun. Dan ia tak dapat mengelak lagi. Adara terlalu pintar untuk dibohongi sehingga ia tak dapat mengelak dari perkataan Adara. Apa yang harus Iqbaal lakukan sekarang?

Pura pura Iqbaal melirik jam yang melingkar dipergelangan kirinya. Kemudian memasang wajah terkejutnya. Dengan tergesa gesa, Iqbaal melahap rotinya kemudian meminum susunya hingga habis. Adara memandang Iqbaal dengan heran. Iqbaal bangkit kemudian mengambil tasnya dan menghampiri Adara. Adara bangkit dari duduknya dan juga menghampiri Iqbaal. Ia memperbaiki dasi Iqbaal dan merapikan sedikit jas juga kemeja didalamnya.

"Kupikir aku sudah terlambat." Iqbaal memajukan wajahnya kemudian mengecup singkat kening Adara. "Aku berangkat. Hati hati di apartement." Adara mengangguk.

"Ohiya, jika kau ingin keluar, beritahu aku melalui ponsel. Aku sudah menyimpan nomorku di ponselmu dan nomormu di ponselku." Lagi lagi Adara mengangguk.

"Ohiya, bisakah kau menelpon Nasim untuk mengantarmu? Dia sopir keluargaku, mungkin dia bisa mengantarmu jika kau ingin keluar. Nomornya juga sudah kusimpan diponselmu."

Bukan Istri Bayaran(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang