Bukan Istri Bayaran 8

32.5K 1.3K 7
                                    

' (Bukan) Istri Bayaran '

Happy Reading

***

Iqbaal berjalan menelusuri koridor rumah sakit untuk menemui Adara. Ia terus berjalan tanpa repot repot menanyakan letak ruangan inap ibu Adara. Lagipula dirinya sendiri kan yang mengatur dimana letak ruang inap ibu Adara, jadi ia tak perlu lagi menanyakan ini itu pada bagian informasi.

Sesampainya di depan ruang inap ibu Adara, Iqbaal langsung saja masuk kedalam tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Sesaat ia mematung menyaksikan hal yang terjadi dihadapannya.

Dilihatnya Adara yang menangis tanpa mengeluarkan sedikitpun isak tangis. Kedua mata Adara memandang lurus kearah ibunya yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Sesekali, Adara menepis air mata yang membasahi pipinya. Dengan ragu ragu, Iqbaal melangkahkan kakinya untuk mendekati Adara.

"Kau,kenapa?" Adara terkesiap saat mendengar suara berat milik Iqbaal. Buru buru Adara mengelap sisa air mata di kedua pipinya dan di kedua sudut matanya. Setelah itu, ia mendongakkan kepalanya untuk menatap Iqbaal yang menjulang tinggi di sebelah kanannya.

"Apa maksud anda? Saya tidak apa apa." Ujar Adara seraya tersenyum untuk meyakinkan Iqbaal. Tapi sayang, Iqbaal bukanlah orang yang bisa dibohongi. Hanya dengan melihat kedua mata seseorang,dia sudah tahu orang itu berbohong atau tidak. Bahkan jika Iqbaal telah melihat kepala seseorang tersebut, Iqbaal telah mengetahui isi dari kepala orang itu. Betapa hebatnya Iqbaal. Karena kemampuannya itulah ia tak pernah ditipu dalam segala hal.

"Aku baru saja melihatmu menangis." Adara lagi lagi terkejut. Tapi buru buru ia merubah ekspresi wajahnya menjadi riang.

"Oh itu. Saya menangis karena saya bahagia melihat ibu saya sudah pulih. Saya sangat berterima kasih pada anda karena telah membiayai pengobatan ibu saya." Adara lagi lagi tersenyum. Iqbaal tahu, bukan itu sebenarnya alasan Adara menangis. Adara hanya tak ingin berbicara jujur pada Iqbaal. Padahal, Iqbaal sudah tahu alasannya. Tapi tak apa jika Adara tak ingin jujur. Apa peduli Iqbaal?

"Oh iya sama sama. Apa kau ada urusan hari ini?"

"Memangnya kenapa? Saya hari ini hanya akan menjaga ibu saya." Jawab Adara.

"Bisakah kau ikut denganku?"

"Kemana?"

"Ikut saja! Ayo!" Tanpa menunggu persetujuan dari Adara, Iqbaal langsung mengamit tangan Adara, dan mengajaknya pergi.

"Tapi Mr. Favian, siapa yang akan menjaga ibu saya?" Iqbaal pun menghentikan langkahnya. Dilihatnya suster yang lewat dihadapannya dan ia menahannya.

"Bisakah kau menjaga pasien di ruang 144? Ku gaji kau berapapun." Suster tersebut sumringah dan langsung mengangguk menyetujuinya. Ia pun melangkah menuju ruang inap ibu Adara untuk melaksanakan tugas dari Iqbaal tersebut.

"Nah suster itu yang akan menjaga ibumu. Maka dari itu, sekarang kau ikut denganku." Adara pun mengangguk dan melangkah mengikuti Iqbaal. Entah Iqbaal akan membawa Adara kemana. Iqbaal sama sekali belum memberitahunya.

***

Iqbaal memberhentikan mobilnya didepan salon kecantikan. Adara mengeryitkan dahinya tatkala Iqbaal memberhentikan mobilnya di sebuah salon kecantikan. Adara menatap Iqbaal yang sibuk mencari posisi parkir yang pas untuk mobilnya.

"Turunlah! Kita sudah sampai." Iqbaal menginstrupsi. Adara turun dari mobil dan melangkah hingga berhenti tepat didepan pintu masuk salon kecantikan tersebut. Sesaat Adara terdiam. Untuk apa Iqbaal mengajaknya kesini?

"Kau ingin diam saja disitu atau ikut aku masuk." Adara terkesiap. Lantas ia pun mengikuti langkah Iqbaal memasuki salon tersebut.

Saat didalam, mereka disambut oleh seorang wanita berkulit putih dengan rambut hitam legam lurus sepinggang. Wanita tersebut tersenyum ramah kemudian memandangi Adara dengan tatapan heran. Iqbaal yang melihat tatapan dari wanita itu pun langsung mengaitkan tangannya dengan tangan Adara.

Bukan Istri Bayaran(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang