Bagian 12

2.6K 221 4
                                    

Hari-hari Boggi mulai berubah. Sejak bingkisan Yoga itu datang, Boggi mulai membuka-buka catatan kuliahnya lagi. Mencari bahan kuliah HIV/AIDS semester lima dulu, Bunda sampai heran siang itu, sepulang dari Rumah Sakit Boggi sampai membongkar gudang untuk mencari bukunya itu.

"Hatchi... hatchi... hatchi..." Bersin Boggi tak henti-henti di pintu gudang.

Lima menit di dalam untuk membongkar bukunya beberapa tahun yang lalu, sudah membangkitkan alerginya. Boggi memeliki alergi debu, Bunda yang memasak didapur dekat gudang melongokkan kepala, ditangannya masih membawa pisau.

"Lho tumben nang, mau bersihkan gudang." kata Bunda.

"Hatch... hatch... Nggak Bun, Boggi mau ber...Huatchiiii....." Boggib membesit hidungnya.

"Pakai masker nang, kamu punya persedian banyak kan di atas meja belajarmu itu. Kemarin Bunda lihat." Usul Bunda.

Oiya, Boggi baru ingat, facemask dari Yoga. Boggi mengambil satu di kamar dan dipakainya lalu kembali ke gudang.

"Dokter yang profesional tahu kapan memakainya. Nah ini saat yang tepat untuk memakainya." Gumam Boggi, untuk mengehindari debu.

Setelah satu jam membongkar gudang, Boggi menemukan buku catatan kuliah dan textbook yang dicarinya. Ditepuk-tepuknya buku itu untuk mengusir debu lalu dengan lega Boggi membawanya ke kamar. Boggi mencuci tangan di watafel dan melepas maskernya. Boggi tersenyum sendiri melihat tumpukan masker di meja belajarnya.

Universal precaution. Boggi teringat buku dari Yoga, adalah suatu tindakan atau prosedur standar yang sederhana yang digunakan sewaktu penanganan pasien dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko transmisi (penularan) blood borne virus atau virus yang mulai menular lewat darah. Dan hepatitis B, C dan HIV termasuk blood borne virus. Prosedur itu penting untuk mencegah penularan dari pasien ke tenaga medis, dan sebaliknya dari tenaga medis ke pasien.

Dari buku itu, Boggi juga jadi tahu bahwa ternyata sifat virus HIV itu serupa dengan virus yang lain. Virus itu mudah mati di lingkuangn luar, dengan pemanasan minimal 60 derajat celsius selama minimal tigapuluh menit, dengan perendaman cairan kimia seperti klorin lima persen atau glutaraldehid dua persen selama 20 menit, atau dengan radiasi.

'Hmm... ternyata virus ini kalau di luar tubuh lemah juga. Tidak seseram yang aku bayangkan semula. Jadi gosip jarum suntik yang berisi HIV di bioskop beberapa waktu yang lalu itu isapan jempol untuk menakut-nakuti orang saja.' Batin Boggi.

Boggi membuka-buka buku catatan masa kuliahnya, mencari bab tentang HIV/AIDS. Boggi keasyikan membaca sampai tanpa terasa, hari sudah petang.

"Nang, mandi dulu." Bunda mengingatkan dari pintu kamarnya.

"Hmm, Iya Bun." Boggi meregangkan tubuhnya, melirik jam dinding.

Sudah jama setengah enam sore, sudah lama Boggi tidak merasa sesemangat ini belajar sesuatu sampai lupa waktu.

****

Hari Jumat datang lagi. Setelah presentasi kasus, kali ini Dokter Julian bisa menarik nafas lega karena Prof. Dahlan pergi ke Jerman untuk mengikuti seminar bedah. Dokter Vita membagikan kertas jatah pasien visite. Minggu ini Boggi mendapat beberapa pasien Bangsal Anggrek, Cempaka dan beberapa pasien di Bangsal Dahlia, Pasien stroke lama.

Ada rasa kecewa terbesit di hatinya, ketika mengetahui tidak mendapatkan pasien A1. Perubahan suasana hatinya ini melegakannya. Pelan-pelan Boggi ingin mengurangi jarak yang tertentang antara HIV dan dirinya. Boggi melihat Igo yang sedang asyik menyalin daftar nama pasien ke agendanya. Sudah hampir seminggu mereka saling mendiamkan, dan sekarang waktunya untuk gecetan senjata. Toh Boggi sudah menyadari bahwa semua yang diucapkan Igo dengan keras kemarin itu benar.

PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang