11

8.9K 464 3
                                    

Cecillia bertepuk tangan. Akhirnya Willis bisa menaiki kuda liar yang beberapa hari ini coba ditahlukkannya. Kuda abu-abu besar dan gagah itu kini masih sering meringkik kasar. Mengangkat kedua kaki depannya, berusaha menjatuhkan Willis dari atas pung-gungnya. Tapi dengan senyum lebar dan rambut yang basah oleh keringat, Willis melambaikan tangan ke arah Cecillia yang menonton dari luar palang pembatas area bersama Joseph. Beberapa pekerja pemula memandang takjub saat Willis mampu menjinakkan kuda liar itu.

"Dia hebat bukan?" Joseph setengah berbisik pada Cecillia.

Cecillia mengangguk bersemangat.

"Dia anak yang pandai dan baik," lanjut Joseph dengan memerhatikan Willis mengajak kuda itu berlari berputar di area penjinakkan.

Cecillia dapat melihat rasa sayang saat Joseph melihat Willis. "Ya, dia sangat baik."

Joseph menepuk pundak Cecillia sebelum mengangkat stetsonnya untuk berpamitan.

"Anda mau ke mana? Aku sudah membuatkan makan siang untuk kita semua," tanya Cecillia pada Joseph yang akan beranjak dari sana.

Laki-laki itu tersenyum. Melepas tambatan kudanya sebelum mengayunkan kaki untuk naik ke atas sadel. "Terima kasih Nona. Tapi anakku hari ini datang, jadi aku pikir aku bisa mengambil libur satu hari. Lagipula Willis bisa menangani soal menjinakkan kuda tanpa bantuan orang tua ini. Selamat siang." Joseph menghentak kudanya menggunakan tumit bot, membuat kuda itu berbalik dan menjauh meninggalkan debu mengepul di belakang.

Cecillia tersenyum saat merasakan tangan besar melingkari pinggangnya. "Bagaimana aku tadi?" Willis masih berusaha mengatur napasnya karena kelelahan.

"Keren sekali."

"Ya, kuda itu membuat tenagaku benar-benar terkuras. Untung saja tadi pagi aku sarapan, jika tidak mungkin aku sudah pingsan sekarang," keluh Willis.

Cecillia tergelak karena tahu bahwa Willis sedang memu-jinya. Cecillia sangat tahu bagaimana kehidupan para bujangan tidak teratur jika tidak dengan bantuan para wanita di dalamnya, termasuk soal sarapan.

"Jangan mengeluh, Jagoan. Sebaiknya kita makan siang. Setelah ini aku yang akan menjinakkan kuda betinaku. Sesuai janjimu, kau akan mengajariku," gandeng Cecillia—mungkin lebih tepatnya menyeret Willis—untuk menuju kain kotak-kotak yang sudah membentang di tanah berumput, di bawah pohon paling besar di sekitar peternakan mereka.

Peternakan mereka? Membayangkannya saja sudah mampu membuat Cecillia tersenyum. Baru kali ini rasanya Cecillia memiliki apa yang benar-benar menjadi miliknya. Setidaknya Willis akan menghargai bantuannya di peternakan yang mulai disukainya. Para pekerja yang tidak memandangnya seolah berada di dekatnya mampu membuat bulu kuduk mereka meremang. Bahkan mereka tidak tahu sama sekali jika Cecillia adalah seorang puteri.

"Gentleman, sebaiknya kalian makan siang dulu. Aku membuatkan banyak makanan untuk kita semua." Cecillia memanggil para pekerja yang masih berusaha mendekati kuda liar itu, penasaran bagaimana rasanya menunggangi kuda bertemperamen buruk itu.

Willis tergelak saat melihat tubuh Cecillia yang mungil berdiri di sampingnya. Melambaikan tangan dengan bersemangat ke arah para pekerja yang mulai dengan ragu mendekat.

"Makanlah. Nyonya rumah sedang berbaik hati.. Tapi kalian jangan jadi besar kepala, dan berpikir untuk mendekatinya," peringat Willis.

Cecillia menyikut rusuknya sedikit lebih keras dari yang diharapkannya, membuat Willis mengerang pelan kesakitan. "Oh Tuhan, maafkan aku. Aku tidak bermaksud melukaimu," panik Cecillia, membuat para pekerja laki-laki itu tergelak keras.

Revisi Bastard PrinceOnde histórias criam vida. Descubra agora