Cecillia kembali mendesah. "Aku tidak bisa. Itu akan terasa seperti aku terlalu arogan."

"Kalian memang punya hak untuk melakukannya. Kalian yang membayar kami. Ingat saja itu, maka anda akan memiliki hak untuk membuat kesalahan tanpa meminta maaf. Mendapatkan apa pun yang anda mau tanpa mengucapkan terima kasih pada kami. Sejujurnya kami tidak membutuhkan itu, kami butuh uang."

"Benarkah?" tanya Cecillia pelan, setengah melamun setelah mendengar penjelasan Ritta tentang hak yang tiba-tiba didapat-kannya hanya karena dirinya menikah dengan Dante Paxton dan menjadi seorang Tuan Puteri.

"Tentu saja."

"Tapi kalian tetap punya hati, 'kan?"

Ritta mengerutkan kening bingung sebelum menggeleng. "Maaf, aku tidak mengerti maksud anda."

Cecillia berdiri dengan tiba-tiba. Mengambil cangkir porselen yang masih berisi, lalu menuangkan teh itu ke lantai tepat di depan kakinya.

Ritta terdiam sejenak mencoba mencerna maksud Cecillia dengan menuangkan teh ke lantai, namun segera menarik tali lonceng untuk memanggil pelayan agar membawakan lap.

Ritta berjongkok di depan kaki Cecillia, mengelap bekas tumpahan teh itu.

Hati Cecillia seolah diremas. "Seperti inikah hak yang aku dapatkan?" tanya Cecillia pelan.

Ritta mengangguk. "Tepat," jawabnya sebelum keluar dari perpustakaan tanpa memandang Cecillia.

Cecillia terduduk lemah saat merasakan lututnya gemetar, dan melemas setelah pintu perpustakaan itu menutup sempurna.

Cecillia terisak pelan, bagaimana bisa mereka melakukan hal itu?

Cecillia bisa merasakan rasa sakit mereka, tapi bagaimana bisa mereka tidak dapat merasakan rasa sakit di hati mereka sendiri?

Bagaimana bisa mereka menganggap diri mereka serendah itu? Mereka hanya butuh uang, dan tidak butuh permintaan maaf atau rasa terima kasih.

"Aku ingin pulang ... aku tidak suka di sini," isak Cecillia pelan, mencoba menghapus air mata dengan sia-sia.

Inikah dunia dalam dongeng itu? Istana mewah, gaun-gaun indah, dan makanan enak serta pangeran tampan?

Semuanya sudah didapatkan Cecillia, tapi ternyata tidak semenyenangkan seperti dalam dongeng. Cecillia tinggal di istana. Mendapatkan gaun yang bagus serta makanan enak, dan dia sudah menikah dengan pangeran tampan. Tapi dia kesepian.

Pangeran itu tidak mencintainya, dia juga tidak punya teman seperti ibu peri baik hati. Istana dan gaun yang dimilikinya jadi terasa tidak bernilai apa pun.

****

Dante membuka pintu perpustakaan, dan tertegun saat melihat bulir air mata Cecillia yang dengan cepat dihapus saat menyadari ada yang datang.

"Hai, ada masalah?" Dante masuk ke dalam perpustakaan.

Wajah Cecillia memerah. Kini Cecillia benar-benar terlihat cantik karena bulu matanya basah.

Sial ....

Cecillia menggeleng dan berdiri. "Kau mau menggunakan perpustakaannya? Kalau begitu aku akan ke peternakan."

"Tidak, tidak ... tetap saja di sini. Aku hanya ingin mencari buku tentang kuda." Dante beranjak ke rak yang berisi buku-buku bersampul kulit, berjajar dan berwarna hijau. "Kau ingat kuda yang diceritakan Willis akan melahirkan beberapa hari yang lalu?" tanya Dante.

Cecillia memutar tubuhnya untuk mengikuti Dante dengan pandangannya. Cecillia mengangguk sebelum matanya membulat. Hampir membuat Dante mengerang karena mata abu-abu itu kini terlihat sangat cantik dan jernih, namun mengandung kepanikan. "Apa dia melahirkan hari ini?"

Revisi Bastard PrinceWo Geschichten leben. Entdecke jetzt