Edisi 13 : Penyimpangan Hukum Mendel

110 7 0
                                    

Abaikan judul tiap edisi cuap-cuap yang notabenenya selalu aneh dan sebenarnya gak nyambung sama pokok pembicaraan. Maklum, gue bukan ahli bahasa. Ulangan bahasa Indonesia gue aja gak pernah nyentuh sembilan puluhan. Syukur-syukur kalau dapat 89, setidaknya dikit lagi tuh nilai bakalan nyerempet angka 90 jika Tuhan mengizinkan.

Sore ini gue abis latihan lari. Lo perlu tahu, ini udah akhir Januari dan akhir Februari nanti gue bakalan ikut pengambilan nilai ujian praktik Penjas yaitu lari.

Gue setuju kalau guru gue bilang itu tuh olahraga yang paling murah. Gue setuju, banget! Tapi masalahnya, gue gak kuat lari. Jadi mau gak mau, gue kudu latihan (nyaris tiap sore), meskipun cuma satu putaran per hari. Gue bahkan sampe ngangkat bokap gue buat jadi pelatih pribadi. Hehe.

Oh iya, ngomong-ngomong tentang Hukum Mendel, lo mungkin udah denger sejak kelas 9 SMP. Dan di sini gue mau kasih lo peringatan kalau itu materi bakalan lo pelajari lagi di kelas 12 SMA. Jadi, pelajari konsepnya dengan bener kalau lo gak mau kalang kabut belajar biologi anak SMA. Ugh! Biologi.

Di penyimpangan hukum Mendel itu ada yang namanya epistasi dan hipostasi. Apa itu? Ntar juga lo belajar sendiri. Intinya gue bukan mau bahas itu, tapi tentang analoginya yang lain.

Lo tau gue biasa dipanggil Sri, tapi ada juga yang manggil Sari. Dan akhirnya gue terlahir dengan dua 'nyawa'. Sri dan Sari. Dua nyawa bukan berarti kalau lo bunuh gue trus gue gak mati loh ya. Makanya gue kasih dalam tanda kutip, karena itu bukan makna sebenarnya.

Awalnya gue mau nyebutnya Dua Kepribadian, tapi gue urungkan karena itu terdengar seperti di film-film korea ataupun negara lainnya. Karena toh sebenernya Sri dan Sari itu bukan kepribadian yang berbeda.

Lo mungkin gak ngerti deh gue dari tadi ngoceh apa, tapi ya sudahlah. Gue emangnya bisa apa? :')

Gue hidup di dunia yang kejam. Oke, sebenarnya sebagai makhluk Tuhan yang baik, kita gak boleh bilang gitu. Tapi dalam konteks ini, mari abaikan sejenak aturan itu.

Gue hidup di dunia yang kejam. Yang sekalipun gue coba melompat setinggi mungkin, bumi tetap menarik gue dengan gaya gravitasinya kembali berpijak di tanah dan lompatan gue 'terlihat' sia-sia. Gue gak ngerti, tapi juga gak bisa untuk menyangkal bahwa itu ada baik dan buruknya. Terlalu rumit. Dan sekali lagi, mari berpikir bahwa dunia ini memang kejam.

Karena begitu banyaknya beban yang gue harus pikul dan begitu banyak insan yang harus gue bahagiakan, akhirnya gue bener-bener berada dalam dua 'nyawa'. Sri dan Sari.

Mereka berdua itu saling mengimbangi. Satu nyawa bersikap gegabah, seenaknya sendiri, pemalas, hobi nyanyi, narsis, dan sedikit gila. Dan satunya lagi akan jadi sosok pembela yang mengemban tanggung jawab untuk memperbaiki semua keonaran yang dibuat sama nyawa yang pertama. Pun kalau tidak bisa, si nyawa yang satunya ini hanya akan berteriak lewat hati nurani sekedar untuk mengingatkan. Hasilnya? Nihil! Tidak ada keonaran yang bisa dihentikan.

Aku tidak bisa memberitahu yang mana sifat yang dimiliki Sri atau Sari. Karena mereka sulit dibedakan. Mungkin saja sifat itu dimiliki Sri atau Sari atau bahkan keduanya. Ini semakin rumit dan sulit untuk dijelaskan.

Sudahlah lupakan.

Lalu apa hubungannya dengan epistasi dan hipostasi tadi?

Nah, ini tentang pergantian peran. Sosok yang lebih bersifat epistasi akan menutup nyawa lainnya. Jadi kalau Sri sudah lelah, Sari akan mengambil alih untuk jadi epistasi, dan sebaliknya.

By the way, epistasi itu sifat yang menutupi sifat lain. Hipostasi itu sifat yang tertutupi oleh si epistasi. Jadi kalau misal A epistasi terhadap B dan b, maka dalam AABB dan AAbb sifat A itu akan lebih mendominasi.

Kalau tidak salah.

Haha.

Silakan cek sumber lain yang lebih bisa dipercaya ya. Gue cuma ngoceh di sini.

Eh tapi, kok mesti ada pergantian peran sih?

Jawabannya sederhana. Gue hidup di dunia yang kejam.

Gue udah bilang itu sebelumnya, kan?

Kalau ada yang lo gak ngerti, lo boleh kok koment di sini. Tapi ya kalau mau dianggap angin lalu juga gak masalah. Toh, cuap-cuap juga cuma buat... ah, gak! Gak buat apa-apa. Hehe.

Salam dari sriihartini
JANGAN LUPA BAHAGIA.
31 Januari 2015

CUAP CUAPWhere stories live. Discover now