Part 3

7.9K 215 9
                                    

Bayang bayang ketika aku pertama kali bertemu dengan anwar hadir begitu saja. Dari pertama kami tak saling kenal, kemudian menjadi teman sangat dekat bahkan setelah itu menjadi sesuatu yang sangat dekat. Anwar hadir tepat disaat aku mulai putus asa oleh cinta dan nyaris tak mau mengenal cinta. Jujur awalnya aku berusaha memungkiri perasaan ini, pernah suatu hari aku berusaha menjauhi anwar, dan saat itu pun juga aku sadar jika aku mencintainya. Meski dia seorang lelaki. Dan disaat aku benar benar mencintainya. Anwar hilang tanpa jejak dan tak ada kabar sama sekali yanga aku peroleh tentangnya. Saat itu aku kembali hancur dan lagi lagi karena cinta.

Aku masih beridiri dekat pintu masuk resto, tapi sangat bodoh rasanya jika aku pergi meninggalkan resto hanya karena tau ketua Pesi itu adalah anwar. Ya lupakan dulu soal anwar. Anggap saja dia ketua Pesi yang sama sekali aku tak mengenalnya. Biar bagaimanapun aku harus menghormatinya dan bersikap profesional. Perlahan aku mulai menghampiri meja anwar dan duduk dihadapanya, dia semakin menatapku namun aku berusaha tak melihat kearah matanya karena dari sana aku bisa melihat kenangan kenangan pahit maupun manis yang dulu kami lewati bersama.

"Sofiyan.." kataku sambil menjabat tanganya, dia membalas jabatan tanganku tapi tak menyebutkan namanya. Dia hanya tersenyum padaku.

"Silahkan mau minum apa? Atau sekalian mau makan malam. Oh ia aku lupa kamu selalu makan malam setelah habis isya yah. Pesan hot lemon tea saja? Itu kesukaanmu kan" dengan lantang dan santainya ia berbicara panjang lebar seolah membuka cerita lama yang pernah kami jalani. Bukan hanya itu, sikapnya nampak tenang seolah tak pernah terjadi apa apa diantara aku dan dia.

"Kita ada waktu 35 menit dari sekarang sebelum waktu Isya tiba. Apa yang ingin anda bicarakan?"

"Rupanya kamu tidak berubah, masih sama seperti dulu tak suka basa basi. Santai saja, sebentar aku pesankan minum ya" Anwar memanggil pelayan pria yang tadi menghampiriku dan memberi tahu meja yang di tempati anwar, nampaknya anwar sudah bekerja sama dengan pelayan itu. Bukan hanya itu sepertinya dia yang sudah mengatur ini semua.

"Ada hal apa yang ingin anda bicarakan dengan saya Bapak ketua Pesi?"

"Panggil nama saja atau boleh kamu memanggil dengan panggilan..."

"Cukup. Berhenti mencoba untuk membuat saya mengingat cerita lalu. Itu masa lalu"

"Aku kangen kamu yan.."

"Maaf kalo anda masih bicara diluar jalur saya mohon pamit"

"Yan... Oke aku minta maaf. Aku masih sayang kamu. Selama ini aku mencari cari kamu yan. Aku sadar aku salah meninggalakan kamu begitu saja, tapi kamu harus tau itu sangat terpaksa. Itu bukan keinginanku. Ayahku terlibat hutang diperusahaan tambangnya, rumah kami disita. Aku terpaksa berhenti kuliah karena ayah sudah tak bisa membiayainya. Lalu salah satu saudara ayah menawarkan agar ayah bekerja di jepang dan menetap disana. Aku ikut bersama ayah. Saat itu aku ingin memberimu kabar, tapi handphone sata satunya yang aku miliki terpaksa aku jual untuk kebutuhan sehari hari sebelum kami pergi ke jepang. Sekarang aku gak nyalahin kamu kalau kamu benci sama aku yan."

"Lalu dengan kamu hadir kembali dikehidupanku, kamu kira semuanya akan seperti dulu? Sudahlah anwar, itu hanya cerita usang enam tahun lalu tak perlu kamu ungkit ungkit lagi. Dan jika aku masih duduk, disini dihadapanmu? Itu karena aku menganggap yang duduk dihadapanku sekarang ini adalah Bapak ketua Pecinta sastra indonesia. Bukan Anwar Alfatah yang pernah membuatku terpuruk"

"Sebegitu parahkah kau membenciku?"

Pelayan tadi hadir dan meletakan secangkir hot lemon tea dihadapanku, lalu kembali pergi. Saat ini kami memang duduk dipojokan dekat jendala. Suasana resto pun sangat sepi mungkin karena baru selesai magrib dan orang orang masih memilih berada didalam rumah dibanding keluar.

KUPU KUPU JANTANWhere stories live. Discover now