Dan sekarang anak itu bilang dia suka kedua lagu yang dulu diberi komentar pedas-- ah, anak itu memang susah ditebak.

Kemudian atmosfer mereka sedikit aneh untuk beberapa detik, setidaknya sampai lagu yang diputar sudah habis. Raka mencoba memulai kembali percakapan diantara mereka. "Lo aneh tau gak sih."

"Ya," Daffa bergumam kecil, seraya mengangguk pelan.

Raka merasa tidak ada lagi yang perlu dibahas antara mereka berdua, akhirnya hanya melempar senyum tipis, yang mungkin tidak terlihat oleh Daffa.

"Ngomong-ngomong, lo laper gak?" tanya Raka secara tiba-tiba. Yha, Raka tau Daffa sudah ngoceh panjang lebar tentang gue-nyariin-lo-keliling-kota-berjamjam tadi, tapi bisa jadi kan anak itu tidak lapar? Lagi pula Raka tidak membawa cash sekarang, rasanya tidak enak kalau hanya dia sendiri yang makan.

"Hmm..." gumam Daffa, tanpa memberi kode apa pun. Pemuda yang biasanya memakai kacamata ini menatap lurus jalanan yang sudah benar-benar tidak ada kendaraan sambil mengusap dagunya. Iya, itu memang cara berpikir yang paling bikin kesal, bagi Raka. "Laper sih, sedikit. Kenapa?"

Terlihat senyuman lebar dan mata berbinar dari wajah Raka. "Gue juga laper nih."

Daffa memonyong-monyongkan bibirnya dan menatap Raka heran. "Terus?"

"Tadi ada bacaan ada Mekdi sekitar satu kilo lagi." Raka kembali memberi kode tanpa berniat memberitahu apa yang ia inginkan.

"Terus?" balas Daffa tanpa ada tampang peduli.

"Tsk, terus terus mulu lo kayak tukang parkir." decak Raka kesal. "Kita laper kan? Yaudah, ayo ke Mekdi."

"Gue gak mau turun ama manusia dekil kayak lo."

Raka menutupi rasa dongkolnya dengan senyuman kesal. "YAH, bisa drive thru kan?"

Daffa langsung mengintimidasi pemuda yang duduk di bangku supir. "Lo gak bawa cash kan, makanya ngajak gue makan?"

"Ha ha ha." Raka tertawa canggung menanggapi pertanyaan blak-blakan dari Daffa. Ah, ternyata memang tidak bisa membohongi seseorang yang sudah bersamamu 12 tahun lamanya.

Atau Daffa memang tau dari awal kalau Raka tidak bawa uang? Sepertinya iya, mengingat tadi Daffa yang membayar uang rokok Raka. Hm.

"Yaudah."

"Hm?" jawab Raka reflek. "Oke. Drive thru kan?"

Daffa berdeham kecil dan mencari posisi duduk yang menurutnya enak, lalu menggeleng pelan. "G-gue mau makan bareng lo."

Mendengar suara Daffa yang gugup, perasaan Raka langsung bercampur aduk. Wajahnya terasa memanas, tangannya berkeringat, dan jantungnya berdegup kencang.

Rasanya seperti disuruh guru killer untuk menyelesaikan latihan yang ia buat di papan tulis, tapi persaan kali ini dibumbui dengan perutnya yang terasa geli.

Dari situ, tidak ada yang membuka percakapan.

.

.

.

Mereka sudah sampai di McD, tempat makan kesukaan Arzel, bukan tempat makan kesukaan Raka atau Daffa.

Bahkan mereka bisa ingat air muka adik kelas mereka itu saat berada di McD. Senang, seperti anak kecil yang diberi mainan baru atau seperti anak remaja haus kuota yang mendapat wifi gratis.

Untuk Raka, dia lebih suka makan di rumah makan padang. Karena bukan hanya hemat, tapi porsinya dan pilihannya yang banyak membuat Raka lebih puas makan di sana.

Daffa sendiri tidak punya selera khusus untuk makan sehari-hari. Dia bisa saja paginya makan soto, siang makan mie, dan malam makan bakso. Karena dia sendiri tidak berpikir harus makan makanan yang terus.

Kecuali kalau ada yang mau traktir Sbux atau PH, tidak mungkin ditolak, 'kan?

Tapi ini sudah malam. Mereka juga sudah berada di kawasan luar kota, jadi sangat susah untuk menemukan rumah makan padang di sekitar sini.

Maka dari itu, McD adalah pilihan yang tepat.

Setelah menutup pintu mobil dan menguncinya, Raka berjalan lebih cepat dan mendekat pada Daffa.

Kemudian, pandangan mereka bertemu.

Tidak ada satu kata yang terucap, hanya dua pasang mata yang saling memandang dan senyuman penuh arti.

Mereka dengan keadaan itu beberapa detik, sampai akhirnya seseorang make a move.

Raka, tanpa mengalihkan pandangannya diam-diam mengenggam tangan Daffa, membuat sang 'pemilik' terkejut dan menatap tangan kirinya yang terasa hangat.

Keduanya kembali tersenyum dan masuk ke dalam McD tanpa mengatakan sepatah kata, dan mengabaikan tatapan aneh dari kasir pria malam itu.

Melihat tingkah mereka berdua, orang asing juga tau kalau mereka saling punya rasa.

***

hadue, kasian aha yang udah prepare book 2 tapi book satu aja belom kelar.

fun fact: sebenernya chapter ini udah selesai seminggu sesusah chapter 14 dipublish, tapi sy menjadi manusia berguna malah lupa utk ngepostnya dan baru inget sekarang. yak, sekian.

dan maap kependekan hihiw.

-aur

[ i ] Raka and DaffaWhere stories live. Discover now