chapter 2

39.9K 3.7K 283
                                    

"Salah gue apa coba sampe harus punya temen gesrek kayak lo?" itu sudah dikategorikan kalimat paling banyak Daffa ucapkan hari ini.

Pasalnya sejak disuruh keluar pada jam ketiga dan dihukum membersihkan wc, Daffa berpikir bahwa Raka bukan teman yang baik untuknya. Apa lagi di ruang guru saat Daffa ditugaskan mengumpul lembar kerja siswa Matematika kelas. Saat itu terdengar dari dalam Raka tengah tertawa sangat keras sampai-sampai Daffa ikut-ikutan ditegur guru. Semua guru tau mereka berteman, tentu saja.

Raka memasang raut kebencian sebelum menjawab, "Itu juga karna lo yang marah-marah najis gak jelas sama gue. Lagian kenapa sih tadi ninggalin temen lo yang ganteng satu ini? Gue tau lo jones tapi kan lo masih punya gue." jawab Raka absurd, seperti biasa.

Padahal Daffa sama sekali tidak menyebutkan kalau dia kesal karena dihukum Pak Bolot tadi. Ia terima dihukum seperti itu karena dia memang melanggar peraturan kelas yang dibuatnya sendiri; dilarang bersuara keras ketika jam pelajaran berlangsung. Jadi tidak ada alasan baginya untuk kesal dengan hukuman itu. Daffa malah kesal ketika Raka tertawa keras dan malah dirinya yang ditegur. Sialan.

Akhirnya Daffa hanya menatap Raka sekilas kemudian menghidupkan motor hijau miliknya-- atau harus dia bilang, milik mereka. Sebelum pindah dan menjadi teman sekamar, orangtua mereka sepakat untuk membelikan mereka satu motor untuk digunakan nanti. Meskipun Raka lebih sering menggunakannya. "Gue yang bawa." ujar Daffa singkat seraya memakai helm yang senada dengan warna motornya.

"Gak bisa gitu dong!" protes Raka, membuat isyarat dia membenci usulan dari Daffa. "Gue mau buktiin ke Suryati kalo yang seme itu gue! Masa malah gue yang dibonceng sih?! Gak bisa, gak bisa." Raka menggeleng histeris dan mencoba mencabut kunci yang sudah tertancap nyaman di sana.

Sebenarnya bukan hal aneh melihat pertengkaran diantara kedua karib ini. Malah aneh jika mereka berdua akur. Hanya saja, sepertinya kali ini agak berlebihan jika mereka bertengkar untuk jabatan seme. Bahkan Daffa tidak tau apa itu seme, jadi kenapa Raka ribut begitu?

"Gue gak tau maksud dari omongan lo, tapi biarin gue yang bawa." jawab Daffa ngotot. Ia menarik celana seragam khususnya hingga melewati batas kaus kaki lalu naik ke atas motor, mengabaikan teman absurdnya yang masih menatapnya jengkel. Lantas Daffa membuka kaca helmnya lalu berkata, "Mau naik gak?"

"Ya mau dong! Kalo gue gak naik, gue pulang pake apa." gumam Raka seraya memajukan bibirnya ke depan, seperti anak kecil yang lagi merajuk. "Tapi gue gak mau lo yang boncengin gue!"

"Yaudah," akhirnya Daffa membuat keputusan dan turun dari motor. Pemuda berambut agak terang itu membuka helm dan memberikannya pada Raka lalu berjalan menuju gerbang kanan Masjid. "Lo bawa motor, gue naik bus."

"Loh? Gue yang bonceng! Sini, sini, gue bersiin nih jok belakang." kata Raka yang terdengar seperti mengajak 'minum', sambil menepuk-nepuk tempat duduk penumpang. Tapi nihil. Daffa tetap berjalan menuju gerbang kanan dan mulai menutup telinganya dengan earbuds birunya.

Jadi ya... sepertinya Raka juga membuat keputusan.

"Nah gitu dong." ujar Daffa senang dan mulai menggas(?) motornya lebih ngebut. Sementara Raka hanya memasang tampang datar dan tidak rela ini terjadi. Bisa-bisanya anak itu tersenyum diatas penderitaan temannya, dasar tidak setia kawan.

Motor mereka mulai menuju gerbang depan, tempat pejalan kaki dan motor keluar masuk. Raka yang merasa tertekan membuang pandangan ke kanannya dan mendapati Suryati tengah menatapnya tak percaya.

Oh yang benar saja.

Raka tidak siap dan tidak ingin mendengar teriakan cewek itu yang menyebutnya uke besok.

[ i ] Raka and DaffaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang