2. Perseus and Andromeda

59 8 2
                                    

5 tahun kemudian.

Tok tok tok.

Altair mengetuk pintu rumah Aurora.

Seseorang membukakan pintu, bukan gadis yang Altair cari.

"Ah, kau lagi? bagus. Bisakah kau temukan temanmu itu lagi?" Pinta wanita tua itu dengan nada sedikit kesal.

"Aurora pergi dari rumah?"

"Ya."

"Lagi?"

"Kau bisa lihat sendiri."

Sahabatnya itu memiliki kebiasaan yang cukup membuat orang-orang resah, tapi ia memiliki alasan sendiri untuk melakukan itu.

Ketika orang tuanya bertengkar, seperti yang terjadi saat ini. Ia memilih untuk pergi dari rumah.

Seperti yang dilakukannya lima tahun lalu ketika ia menemukan Altair kecil yang terjatuh dari pohon.

"Aku hanya ingin sendirian." jawabnya singkat ketika ditanya alasan ia pergi dari rumah oleh Altair.

Altair bergegas menuju tempat kemungkinan Aurora pergi, biasanya ia akan pergi ke pantai. mencari ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh ombak dan angin laut.

Hari itu bulan telah berada di singgasananya. Jalan menuju pantai tidaklah mudah, Altair harus melewati hutan. Hutan yang sama dengan tempat pertemuan pertama mereka.

"Aurora!"

Hanya heningnya malam yang menjawab teriakan itu.

"Sialan, dimana kau Aurora?!"

Tak terlihat sedikitpun batang hidung sahabatnya itu.

Tiba-tiba Altair merasa menginjak sesuatu.

Sebuah tulisan terukir di pasir.

"Altair.. Jika.. Kamu.. Melihat.. Tulisan.. Ini.. Aku.. Sedang.. Pergi.. Sebentar.. Dan.. Aku.. Segera.. Kembali.. 16:45.."

Tulisan itu cukup besar, Altair harus mengejanya satu per satu.

Aurora sudah tahu pasti Altair lah yang akan mencarinya.

16:45.

Altair membaca tulisan itu lagi.

Angka itu menunjukkan waktu saat Aurora pergi, pikir Altair.

Altair melihat jam tangannya.

Saat ini sudah pukul 20:23.

Itu bukan waktu yang sebentar, pikirnya lagi.

Altair terdiam sejenak.

Aurora dalam bahaya.

---

Ia perlahan membuka matanya, Telinga kanannya menyentuh tanah.

"Ugh, sakit sekali." gerutu gadis itu sambil memegang kepalanya.

Aurora melihat sekelilingnya, ia merasa asing dengan tempat ini, selama bertahun-tahun ia sering pergi masuk keluar hutan, tapi ia tidak pernah sekalipun menapakkan kaki di hutan bagian ini.

Ia melihat sebuah tebing di dekatnya. Tak terlalu tinggi, tapi cukup untuk membuat seseorang pingsan selama beberapa jam.

Ia segera menyadari bahwa ia terjatuh dari tebing itu dan kepalanya terbentur akar pohon.

"Berapa lama aku berada disini?" tanya Aurora pada dirinya sendiri.

Ia melihat jam tangannya, sudah jam 21:18. "Maafkan aku Altair membuatmu khawatir." batinnya dalam hati.

"Hei." tiba-tiba terdengar suara dari balik pepohonan.

Aurora mencari asal suara itu, Namun ia ragu suara itu berasal dari sahabatnya. Suara Altair jelas tidak seberat ini.

Ia mengaku pada dirinya sendiri bahwa ia ketakutan.

Sebuah tangan memegang pundaknya.

Aurora meloncat kaget. Mungkin jika ia adalah seorang nenek tua, Aurora sudah terkena serangan jantung saat ini.

"Hei, tenang saja. Aku juga manusia." suara berat itu berbicara lagi.

"Apa yang kau lakuk-" laki-laki pemilik suara berat tadi dengan segera menempelkan jari telunjuknya pada mulut Aurora.

"Seharusnya aku yang bertanya, sedang apa gadis sepertimu berada di hutan ini? hari sudah malam, tidakkah sebaiknya kau pulang?"

"A.. Aku terjatuh dari tebing dan pingsan ketika kepalaku terbentur akar pohon." jawabnya jujur.

"Hmmm..." Laki-laki itu berpikir. "Baiklah, ayo. Aku akan mengantarmu keluar hutan ini, mungkin dari sana kau bisa menemukan jalan pulangmu sendiri." Laki-laki itu memegang tangan Aurora.

Aurora dengan sigap menolak dan melepaskan pegangan tangan laki-laki itu. "Tapi, aku harus pergi ke pantai. Temanku ber-" laki-laki itu menempelkan jari telunjuknya lagi pada mulut Aurora.

"Ssst... Berbahaya berada di hutan ini ketika malam hari. Kau bisa pergi ke pantai besok dan menyelesaikan urusanmu."

Aurora terdiam, mungkin Altair juga sudah pulang sejak tadi pikirnya.

"Ayo." laki-laki itu memecahkan lamunan Aurora.

Mereka menyusuri hutan menuju jalan keluar tanpa perbincangan apapun.

Aurora belum bisa mempercayai laki-laki itu walaupun benar ia mengantar Aurora ke jalan keluar hutan tersebut.
Ia sudah tidak merasa asing dengan hutan ini sekarang, ia bisa melihat
namanya dengan Altair terukir di salah satu pohon. Mereka membuat itu beberapa tahun lalu ketika sedang bermain di hutan.

"Sepertinya kau bisa menemukan jalan pulangmu sendiri dari sini. Aku harus segera pergi, ada sesuatu yang harus ku kerjakan."

"Uhh, baiklah. Terimaka-" belum sempat Aurora menyelesaikan kalimatnya, laki-laki itu berlari masuk ke hutan. "Hei, siapa namamu?!"

"Panggil saja Antares!" jawab laki-laki itu sambil membalikkan badan.

Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.

Aurora tak habis pikir, laki-laki tadi terlihat begitu terburu-buru. Jika Antares memiliki sesuatu untuk dikerjakan, mengapa ia memilih untuk mengantarkan Aurora pulang?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 13, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

You're CelestialWhere stories live. Discover now