Teka-teki

119 6 0
                                    


Hari-hari di sekolah, gue selalu melewatinya dengan banyak melamun. Apanya yang salah? Kenapa gue jadi begini? Harusnya gue biasa saja. Sekelumit, yang terlintas di pikiran gue Mirna dan Mirna, kenapa Mirna tiba-tiba menghindar dari gue?

Kosong.

Hanya itu yang gue rasakan. Belum pernah merasa sekosong ini. Kosong!

Mega rupanya menyadari perbedaan gue di kelas. Saat pelajaran kosong, dia terus bertanya seperti kereta yang melaju tanpa rem.

"Rez, lo kenapa, sih? Biasanya nggak sediem ini di kelas. Lo lagi ada masalah, ya?"

"Nggak apa-apa kok, Meg," kilah gue.

"Halah, boong! Pasti ada apa-apanya, 'kan? Jujur aja deh sama gue."

"Ayolah cerita." Mega terus memohon.

Baiklah. Sepertinya gue memang harus cerita pada Mega.

Namun sialnya saat gue sudah menceritakan inti permasalahannya, Mega malah berakhir menertawakan gue.

"Lo suka sama cewek? Seorang Rezka suka sama cewek?"

"Rese lo! Giliran gue cerita malah diledekin," jawab gue kesal.

"Hehe, sori. Siapa orangnya? Anak mana? Kelas apa? Sekolah di sini jugakah?" tanya Mega dengan memborong pertanyaan sekaligus.

"Bukan, dia anak Necil."

"Heh, Negeri Ciledug? Bisa kenal dari mana?"

Akhirnya gue pun melanjutkan cerita tentang Mirna sampai gimana gue bisa suka sama Mirna. Saat gue selesai cerita dari A sampai Z, Mega lagi-lagi berakhir menertawakan gue.

"Emang cerita gue lucu, ya?" Kali ini gue nggak tahu kenapa bisa kesal beneran sama Mega.

"Nggak apa-apa sih, Rez. Cuma kayaknya sebentar lagi lo bakalan ngebet mau pacaran. Iya, 'kan?"

"Heh, siapa bilang, Meg? Gue nggak bakalan pacaran sebelum lulus sekolah. Pegang janji gue!" kata gue tegas.

"Tuh, kan? Jangan pake janji-janji segala ah. Ntar kualat, lho. Udah sih buruan tembak Mirna."

"Terserah lo mau ngomong apa. Gue cerita sama lo kalau gue cuma suka, GAK PACARAN!"

"Ya ampun, sampe segitunya, sini minta nomornya!"

"Nomor siapa?" tanya gue heran.

"Nomor Mirna-lah Rezka. Nomor siapa lagi?" Mega mendengus.

"Buat apaan? Gak mau ah." Gue mencium gelagat nggak enak.

"Ayolah, Rezka ...." Mega memohon.

Setelah debat panjang dan gue kalah sama Mega, akhirnya ... gue memberikan nomor ponsel Mirna.

"Awas lo ya jangan macem-macem!" ancam gue.

"Yaelah, nggak kok, Rez. Cuma pengen tahu aja orangnya kayak gimana," alasan Mega.

Mega tiba-tiba memegangi kepalanya dan mengaduh kesakitan.

"Meg, lo kenapa?" tanya gue panik.

"Ah, nggak apa-apa, kok. Akhir-akhir kepala gue sering pusing."

Mega masih memegangi kepalanya, kemudian tiba-tiba ada darah yang mengalir dari hidungnya.

"Meg, lo mimisan. Bentar, gue beliin tisu dulu. Atau, kita pergi ke UKS, ya?"

"Nggak usah, Rez. Lo cukup beliin gue tisu aja."

Gue lalu berdiri, berlari ke kantin membeli tisu. Saat Mega mencoba berdiri dan pergi ke toilet, jalannya sempoyongan, Mega kehilangan keseimbangan. Gue sudah menghampiri Mega, dan saat itu juga ... Mega jatuh pingsan.

**

Pulang sekolah, si Bule sudah menunggu gue di parkiran. Hari ini ada yang beda dengan seorang Bule, berbeda karena semangatnya sudah berkobar seperti dulu.

"Seneng banget kayaknya lo, Le. Habis menang lotre, ya?" tanya gue iseng.

Si Bule tiba-tiba malah memeluk gue dengan girang.

"Gue balikan lagi sama Gita Bro, seneng banget gue."

Gue juga ikut senang dan lalu mengucapkan selamat.

Tapi, tunggu dulu! Kalau Bule balikan sama Gita, itu berarti ... Mirna juga balikan dong sama mantan pacarnya yang selingkuh sama Gita? Gue terus sibuk berpikir. Namun si Bule tiba-tiba membuyarkan lamuanan gue.

"Pasti lo mau nanya tentang Mirna, 'kan?" tanya Bule seolah bisa membaca pikiran gue.

"Iya, terus si Mirna balikan juga sama cowok yang selingkuhan Gita itu?" tanya gue begitu antusias menunggu jawaban dari si Bule.

"Mirna nggak balikan lagi kok sama mantannya, tapi gue nggak tahu juga, sih. Karena gue disuruh Gita nggak boleh berhubungan lagi sama Mirna. Jadi ... dia sengaja bikin gue cemburu dan jalan sama cowoknya Mirna cuma pengen tahu kalau sebenernya itu gue cuma mainin dia doang apa nggak. Begitu, Bro," tutur si Bule, membuat gue kagum dengan ide Gita.

"Terus, Mirna sama Gita gimana?" tanya gue lagi masih penasaran.

"Mirna sama Gita udah nggak duduk semeja lagi, mungkin bisa dibilang sekarang ini mereka enemy."

Apa yang harus gue lakukan buat ngehibur Mirna? Apa gara-gara ini dia jadi menghindar dari gue karena butuh waktu buat sendiri?

"Lo gimana sama Mirna?"

"Apanya yang gimana?"

"Yaelah, jadianlah. Lo berdua udah pacaran belom?"

Pacaran? Sampai saat ini pun gue belum mendengar jawaban dari Mirna.

Setiap bertandang ke rumahnya, Mirna selalu nggak ada di rumah. Gue bertanya pada Iif, dia pun sama sekali nggak tahu menahu tentang Mirna selama seminggu ini.

Mirna adalah cewek yang penuh teka-teki.



Cewek HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang