Hari Bersamanya

Mulai dari awal
                                    

"Ya udah," jawabku pendek.

"Hmm.. kalo gitu, sampai ketemu di sekolah," kata Arkha, lalu menaiki ojek.

Tanpa menjawab, aku pun naik ojek juga. Tentu saja ojek yang lain, kan nggak mungkin kalo kita naik satu ojek.

~~~~~~~~~~

"Ih! Ngajarinnya yang bener dong! Jangan cepet-cepet!" protesku pada Arkha.

"Ini tuh udah cara yang paling gampang. Otak lu mampet sih," balasnya.

"Enak aja. Otak gue tuh lancar selancar jalan tol."

"Jalan tol sekarang juga udah macet."

"Lu yang bikin macet."

"Dih, nggak nyambung."

"Emang."

"Udah rese, aneh, nggak nyambung lagi."

"Eh bawel, waktu itu lu ngajak baikan, sekarang ngajak ribut lagi. Mau lu apa sih?"

"Nggak mau apa-apa."

Karna sebal, aku pun memalingkan wajahku darinya dan mencoba mengerjakan sendiri. Tapi.. kok susah sih? Dia dapet dari mana tadi jawabannya? Hmm.. kalo gitu yang ini aja deh. Ngg.. susah juga. Gimana ini?

"Duh.. kok susah ya?" gumamku.

"Kan udah gue bilang, otak lu mampet sih," kata Arkha nyambung-nyambung.

"Ya udah, bantuin dong," kataku sambil menunjuk soalnya.

"Iya deh, sini."

Arkha menggeser bukuku menghadap ke arahnya. Lalu mulai membaca soalnya.

"Oh, yang ini. Ini sih cetek. Jadi gini.." Arkha mulai menjelaskan.

Bukannya mendengarkan, aku malah sibuk memandanginya. Dia makin.. mm.. ya gitu deh. Aduh.. ternyata jatuh cinta tuh gini ya rasanya. Aku--

"Woy! Denger nggak apa yang gue jelasin tadi? Pake senyam-senyum lagi. Oh, atau jangan-jangan lu lagi mikirin gue ya? Gue tau sih gue tuh ganteng," katanya mengagetkanku.

"Dih, apaan sih? Gue malah jijik ngeliat lu. Tuh, ada belek di mata lu," kataku menunjuk matanya. Tapi emang bener sih ada belek di matanya, mana gede lagi.

Lalu, Arkha pun melepas kacamatanya dan mencongkel matanya, eh salah, beleknya maksudku. Lalu menyodorkannya padaku.

"Hii.. belek nih.. jijik kan?" katanya sambil menyodorkan telunjuk yang berisi sesuatu yang laknat itu.

"Amit-amit, ih. Udah sana," kataku sambil berusaha menyingkirkan tangannya.

Kami pun saling tarik ulur tangan Arkha hingga akhirnya tangannya terpental ke..

*plek* (ceritanya ini bunyi belek nempel ke baju)

"Arkha! Nayra! Kalian membuat ulah lagi! Sekarang, kalian harus keliling lapangan 3 kali!" perintah seseorang yang terkena belek itu. Dan ternyata.. itu Pak Broto.

"Hah? Saya kan pake rok, Pak," kataku ngeles biar nggak disuruh lari.

"Kalau begitu, kalian bersihkan gudang! Sekarang!" suruh Pak Broto lagi.

Kami pun berjalan beriringan. Arkha tetap tenang dan santai aja jalannya, dan aku sambil manyun-manyun sendiri.

Ah elah, gara-gara Arkha nih! Coba kalo dia nggak nempelin belek ke Pak Broto, pasti nggak bakal begini.

"Bawel, gara-gara lu nih kita jadi di suruh beresin gudang!" kataku.

"Kan lu yang dorong tangan gue sampe kena ke bajunya si Kumis. Jadi lu dong yang salah." kata Arkha. Oh iya, si Kumis adalah julukan di kelas kami untuk Pak Broto. Tapi aku nggak ikut-ikutan manggil kayak gitu kok.

Complicated LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang