Prolog

138 11 0
                                    

No matter how many times i tell myself that i'm better off without you, a part of me just won't let go
-anonymus

                             ****

Jakarta, Juni 2017

"Aduuhh buku praktikum gue dimana sihh?" Tanya Salsa pada dirinya sendiri.

Lusa nanti, Salsa dan teman-teman satu fakultasnya akan mengadakan praktikum tentang pembedahan hewan. Sedangkan sampai hari ini, gadis itu belum juga mempersiapkan semuanya.

"Di sini gak ada, di laci meja juga gak ada," ujarnya ketika membuka laci meja yang ada di samping kasurnya.

Tanpa menutup laci itu kembali, ia pun duduk di ujung kasur tempat tidurnya. Mencoba mengingat-ngingat di mana ia menyimpannya. Pandangan gadis itu beralih pada buku-buku yang ditaruh di bagian paling atas rak buku.

Dengan hanya bermodalkan kursi belajar a la pekerja kantoran, ia menaiki kursi itu agar bisa mencapai buku tersebut.

Salsa harus berjinjit untuk mencapai rak buku paling atas, tapi masih belum sampai untuk mencapai buku yang ditujunya. Masa iya dia harus naik ke rak bukunya juga?

"Bodo ah, gak akan jatuh ini," gumamnya.

Salsa mencoba menaiki rak bukunya. Sambil menutup mata, ia pun membacakan bismillah dalam hatinya. Takut-takut dia terjatuh dari rak tersebut.

Dengan satu tangan, ia mencoba mengambil beberapa buku yang ada di rak paling atas tersebut.

"Yesshh, berhasil!" Ujarnya girang.

Dengan hati-hati ia turun dari rak. Dan tak disangka, kursi belajarnya tergeser oleh tungkainya, dan setelahnya Salsa pun...

Bruk...

Suara benda berjatuhan itu terdengar sangat keras sampai ke luar kamar.

"Aww," jerit Salsa ketika tangannya memegangi pinggangnya.

Di luar, Amy, mama Salsa berlari sambil tergopoh-gopoh, khawatir dengan apa yang terjadi di dalam kamar. Tak peduli dengan sepatu tinggi yang ia kenakan sekarang.

Cklek... pintu kamar Salsa terbuka. Menampilkan kamar yang semula rapih kini berubah menjadi kapal pecah.

"Aduh Salsa, kamu abis ngapain sih, sampai keadaan kamar jadi kaya gini?" Omel wanita paruh baya itu.

Salsa menggaruk tengkuknya. Bingung harus menjelaskannya seperti apa karena keadaan tidak mendukungnya untuk menjelaskan apapun.

"Salsa, jawab pertanyaan mama! Kenapa bisa jadi kaya gini?" ujar Amy kesal.

"Aduh mama, ini pinggang aku lagi sakit masa mama ngomel-ngomel terus," keluh Salsa sambil memijit pinggangnya yang terkena tumpukan buku-buku yang berjatuhan.

Kesal, Amy pun mengalah untuk tidak bertanya apa-apa lagi. Hanya saja...

"Terserah, deh. Pokoknya mama gak mau tau. Mama pulang ke rumah, kamar kamu harus udah rapih lagi!" Ujarnya. Kemudian wanita itu melenggang keluar dari kamar putrinya. Lalu mengambil clutch bag yang ia taruh di meja, dan segera bergegas keluar rumah.

Salsa masih misuh-misuh di kamarnya. Sambil membenarkan posisi duduknya, ia mencoba merapikan buku-buku yang berserakan di lantai. Tak sengaja, ia menemukan satu buku yang sudah lama tak pernah ia baca.

'Salsa's Journal'. Tulisan tersebut masih terlihat jelas di sampulnya. Buku itu, buku itu yang menemani Salsa selama satu tahun. Ketika ia menginjak kelas 12, Salsa sengaja membelinya. Tujuannya satu, agar ia tak melupakan masa-masa terakhirnya di sekolah.

Iseng, Salsa mulai membuka lembar pertama. Menampilkan foto dirinya dengan satu laki-laki berkulit sawo matang, yang sedang merangkul pundaknya ketika masa putih abu-abu.

Salsa tersenyum tipis ketika memandangi foto itu. Setitik air mata muncul di kelopak matanya. "Aku kangen kamu, Ral," ucapnya lirih.

Rally Adhyastha, nama laki-laki itu.

Laki-laki yang membuat Salsa masih menyisakan ruang di hatinya hanya untuknya. Yang hingga saat ini, tak pernah lagi Salsa dengar kabar tentangnya. Hanya ada satu kabar tentang laki-laki itu yang Salsa ketahui; Rally kuliah di Jerman.

Ingatannya kembali ke masa dua tahun silam. Masa dimana semua tidak terasa seberat apa yang ia jalani hari ini. Perlahan, ia membuka lembar selanjutnya.

"Semoga gue kuat baca buku ini lagi."

(Un)Expected LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang