Part 3.4

186 21 23
                                    

- Nagi POV -

Kutatap datar papan tulis itu sembari sesekali mengayunkan pulpenku pada lembaran kertas putih.

Mulai bosan dengan penjelasan guru fisika tentang pengukuran--atau apapun itu, secara acak aku mencoba untuk mengalihkan pikiranku pada sesuatu. Berimajinasi, lebih tepatnya. Atau bahasa kerennya, eksplorasi.

Setelah beberapa lama mencari sesuatu untuk dipikirkan, tiba-tiba aku teringat akan pertunjukkan drama yang orang-orang itu tunjukkan padaku beberapa hari yang lalu.

"Cinderella, terimalah cintaku!"

Ah, garing.

"Tapi kenapa harus hamba, wahai Pangeran?"

Garing. Garing. Krenyes.

"Karena.. Karena aku mencintaimu!"

Mainstream.

Aku justru geleng-geleng sendiri dibuatnya.

Mengingatnya, aku sedikit terkekeh remeh.

"Jadi gimana, Ki? Penampilan kita tadi bagus, kan? Kamu mau gabung, ya kan?"

"Penampilannya gila kak!"

"Wah! Keren dong? Bagus ya?!"

"Bukan gitu kak, bosenin banget!"

"... ..."

Aku hanya terkekeh geli mengingat betapa hinanya aku menampar kebanggaan mereka menyangkut penampilan ekskulnya itu. Gila, sadis banget gue.

"Kotobuki." Aku langsung tercekat seketika ketika intonasi gelap itu menyebut-nyebut namaku.

"I-Iya pak?" Gugupku meragu. Aku kicep sesaat. Gawat.

Pak Taneda hanya menatapku datar. Horor juga tatapannya pada saat begini.

Ia menjeda beberapa detik, sebelum akhirnya bertitah, "Sebutkan satuan yang dipergunakan untuk menghitung intensitas cahaya."

Aku tertohok. Gila! Kalau buka buku sekarang bisa malu berat gue. Eh, tapi perasaan pernah baca deh. Intensitas cahaya tuh.. itu kan? Eh, apaan sih. Kok lupa.

"Emm.." Aku berusaha berpikir sejenak. Menunggu seandainya akan ada suatu hidayah yang masuk ke kepala. "Ca.. Canelda? Caneda?"

Seluruh murid kontan terbahak, menyisakanku yang masih terkekeh takut. Gila! Ngapa gue malah melesetin nama guru, di depan gurunya sendiri pulak! Konyol banget plis..

"Kotobuki."

"Iya pak?"

"Berdiri di depan sini."

.:.

Aku menghela napas berat, kemudian kembali duduk ke bangkuku dengan tertatih-tatih lebay.

1 jam pelajaran mendengarkan penjelasan guru fisika tentang sesuatu yang sangat sederhana namun dirumit-rumitkan di DEPAN kelas sambil BERDIRI membuat batinku letih, ditambah dengan tatapan-tatapan teman sekelas yang belum terlalu kukenal. Ah, kokoro ini lelah. Bunuh hayati di rawa-rawa.

Baru saja daku membulatkan niat untuk duduk di kursi, sebuah suara langsung menyembul menggagalkan niatku.

"Nag, kantin yu!"

Kutatap sosoknya dingin. Lo gak bisa peka sama suasana ya? Udah tau gue baru mau istirahat.

Oke. Sekarang aku mulai terdengar layaknya nenek-nenek yang berusaha bersikap gahol.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 17, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Reason Of HappinessWhere stories live. Discover now