Part 3.2

247 24 13
                                    

Masa Lalu, hanya sebuah frasa konyol yang mengandung makna yang begitu dangkal.

Aku benci masa lalu.

Walau sudah kubuang jauh-jauh, mereka masih saja terus kembali untuk mengusik kehidupanku.

Aku muak.

Belum cukup jauhkan aku berlari dari masa lalu? Mengapa mereka masih terus mengejarku?

Apa yang sebenarnya mereka inginkan?

.:.

- flashback -

Aula sekolah ini sungguh besar! Sekitar 3x lebih besar dari aula sekolah SD-ku dulu.

Di tengah lautan manusia yang terus berlalu lalang di ruangan luas itu, tubuhku yang kecil terus terombang-ambing ke tempat kemana kerumunan membawaku. Ugh! Sesak sekali!

Ah, sebelum itu, perkenalkan! Namaku Kotobuki Nagi. Hari ini adalah hari pertamaku masuk SMP. Awalnya, aku cukup terkejut sekaligus minder karena dapat diterima di sekolah sebagus ini. Bagaimana jika aku tidak dapat bergaul dengan baik? Bagaimana jika semuanya memusuhiku?

Ah, apa kau ingin tahu apa yang sedang kami lakukan berdesak-desakan di aula?

Suara rintikan hujan deras masih saja terus berdentang menghantam atap aula yang berbunyi redam. Awalnya, sekolah merencanakan akan melaksanakan demonstrasi ekskul di lapangan luar yang lebih besar. Namun, sepertinya keadaan cuaca tidak berpihak pada kami. Sebesar apapun aula ini, ukurannya masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan lapangan.

Uugh, aku masih bingung ingin menuju ke mana! Batinku bingung saat menatap stan demi stan pendaftaran ekskul itu. Lagipula, mengapa sekolah ini hanya mengizinkan satu siswa untuk mengikuti hanya satu ekskul saja?! Membosankan! Apa semua sekolah elit harus selalu terfokus pada pelajaran akademik seperti ini?!

Di saat masih dilanda kebingungan, aku masih saja terus terombang-ambing oleh rentetan-rentetan manusia. Haruskah aku memisahkan diri ke pinggir agar tidak terseret? Tapi, mencoba untuk keluar dari kerumunan ini saja rasanya sulit sekali!

Bugh!

Ah, gawat! Seseorang menabrakku. Aku tersungkur ke lantai sekarang, sedikit mengaduh kesakitan. Jika aku tidak cepat-cepat berdiri, bisa-bisa aku akan terinjak-injak!

"Ah, maaf!" Pekik gadis itu menarik tanganku, membantuku untuk bangkit, kemudian menyeretku menjauh dari kerumunan.

Setelah cukup jauh menyingkir, Ia membungkuk melihat keadaan lututku, seandainya ada yang terluka. "Kamu tidak apa-apa kan?! Ada yang sakit?" Tanyanya merasa bersalah, lalu berdiri, dan menggenggam bahuku erat. Kutatap kakak kelas itu perlahan. Aku hanya menggeleng lemah, lalu kembali merperhatikan kostum apa yang sebenarnya dikenakan orang itu. Kostumnya seperti tercabik-cabik begitu. Apalagi make-upnya, lipstik hitam ditambah dengan motif-motif hitam-putih yang di catkan pada kedua pipinya.

"Kostum kakak.. aneh ya." Ucapku spontan. Buru-buru, aku langsung menutup mulutku dengan kedua telapak tangan. 'Sial! Apa yang kukatakan tadi?! Kalau kakak kelas ini tersinggung bagaimana?!' sesalku dalam hati. Aah, gawat! Bagaimana ini?! Aku ingin kabur! Kakak kelas ini kelihatan galak! Lihat matanya! Biru menyala begitu!

Di luar dugaan, kakak itu tidak marah sama sekali. Ia hanya memandangiku aneh beberapa detik, sebelum akhirnya terkekeh kecil. "Pfft... Ahaha! benar kan?! Bukan hanya aku saja kan yang menganggap kostum ini aneh?!". Aku terdiam. Kakak ini.. ramah. Apalagi senyumannya dan raut gelak tawanya. Ia tak seburuk kelihatannya. Oh, tentu saja! Ini kan demo ekskul, banyak sekali orang yang berpakaian aneh di sini. Apa yang telah diriku lakukan! Menilai buku dari sampulnya, begitu? Kalau Ia melepas semua make-up anehnya itu, pasti Ia akan terlihat sangat cantik!

A Reason Of HappinessWhere stories live. Discover now