five

21.4K 799 5
                                    

"Hei." Sapa ku datar Aku memulai duluan. Tak ada jawaban. Aku hanya mendengar suara gaduh seperti hentakkan di lantai. Lalu suara berat agak berbisik meskipun agak samar tapi aku tahu apa yang dikatakannya, seperti "cepat katakan!" Dan lalu bla bla bla. Lalu aku mendengar suara Velle memanggilku. "Umm...hei Anna! Kenapa kau tak memberitahuku kau sudah sampai he?" Kata Velle, aneh, suaranya agak bergetar. Seperti ketakutan atau semacamnya.
"Maaf, aku bahkan belum sejam disini. Kau baik?" Aku memastikan. Untuk seperkian detik . Hening. Ia berdeham.
"um, ya aku baik. Maksudku tidak! Sampai aku mengetahui bahwa kau baik-baik saja." Bahwa aku baik-baik saja? Apa maksudnya. Aku baik sekarang.
"Ya aku sudah bilang aku baik-baik saja dan seperti yang kau katakan. Aku akan terus baik-baik saja. Kenapa?" Aku mencoba bertanya, kemudian telpon terputus. Bibirku berkedut. Aku melihat ponselku, mengecek sinyal. Penuh.

Ada sesuatu yang tidak biasa. Agak mengganjal perasaanku. Tapi pikiran itu buru-buru aku usir. Bisa saja Velle sedang ada urusan dengan Edward.

Tunggu, Edward? Apakah suara gaduh itu berasal dari Edward? Tapi mereka jelas-jelas sedang tidak bergurau. Velle tidak sedang tertawa. Tapi kenapa dia membentaknya. Oh itu tidak mungkin. Jelas suara itu sangat berat. Mungkin saja suara tv. Ya ampun, kau kenapa Anna! Sekarang batinku memarahiku. Aku memutuskan menelpon kembali Velle tapi aku tidak melakukannya. Yeah, bisa saja Velle sedang ada urusan dengan Edward.

Aku keluar menuju dapur. Melewati setiap anak tangga dengan ceria, seperti yang aku lakukan dengan Lilly. Menghentakkan kaki ku yang telanjang satu persatu.

Mom ada di dapur, menyiapkan makan malam. Hmmm, aku tau bau ini. Lasagna! Tapi mom belum memotongnya. Ibuku suka memasak masakkan italia. Karena ibuku berdarah italia jadi wajar jika dia cukup handal dalam hal masakan italia. Sedangkan aku tak begitu mengerti tentang masak memasak. Lalu aku teringat saat memasak telur dadar bersama Velle. Aku meledakkan kompornya. Walaupun hanya berbunyi Bum!! Tetap saja aku meledakkannya dan merusak kompor Velle. Tapi semuanya baik-baik saja. Alhasil, kami kehilangan sarapan kami waktu itu. Aku tersenyum mengingat ternyata Velle tidak terlalu bodoh. Ia sangat handal memasak. Dan pada saat hari kedatangan Edward, ia selalu memuji masakkan Velle, hampir di setiap suapan.
"Uhh mom, berikan aku bagian paling besar. Aku sangat lapar." Ujar ku pada ibu. Ia sedikit kaget, sepertinya. "Oh dear," ia tersenyum sambil mengambil piring keramik putih polos. "Jangan khawatir, ini semua untukmu. Aku juga membuatkanmu tortellini, aku harap kau suka." Katanya. Lasagna ku sudah di meja dan tortellini ku. Aku mendekati ibuku sehingga aku dapat mencium aroma bawang di sana. Aku melihat dalam-dalam mata ibuku dan aku melihat kantung mata yang besar di sekeliling matanya. Begitu banyak kelelahan di sana. Dan juga kesedihan. Dia tersenyum padaku. Merapikan rambut bagian depan ku dan mengesampingkannya. Dan menaruhnya di belakang telingaku. "Kau cantik, sayang."
"seperti mu." Ibuku tersenyum lagi. Ia menguncir kuda rambutnya yang pirang, berbeda denganku yang berambut coklat seperti dad, dan mata birunya memantulkan cahaya yang ada di ruangan.
"Mom, kau tampak lelah." Sambungku. Senyumnya perlahan memudar.
"Aku tidak apa-apa, sayang. Hanya menghabiskan waktu sebagai ibu dan istri. Aku sering mendapat telpon dari konsumen saat tengah malam dan membuat janji. Lalu aku tidak bisa tidur lagi." Oh, serepot itukah menjadi seorang properti? Gumamku. Aku juga melihat banyak kesedihan di mata ibuku.
"Istirahat lah yang cukup, mom. Kau membutuhkannya." Ujarku, berusaha menasehatinya. Dia mengangguk dan aku mengambil Lasagna itu dari tangannya.

"Yang ini, untukku." Kataku. Ibuku tersenyum lagi. Kali ini ia tersenyum lebar dan menampakkan gigi-giginya yang putih menawan.
"Jadi kau benar-benar lapar he?" Aku mengangguk dan melahapnya lalu ibuku duduk di sampingku.
"Waw, ini," aku menelannya. "Benar-benar enak." Ia tertawa.

Dad datang dan bergabung dengan kami. Dan mencium lembut bibir ibuku. Pemandangan yang sangat biasa bagiku. Lalu ia mengambil Lasagna ku.
"Kau tamak." Kata dad, sambil mengunyahnya.
"Hei, itu milikku." Kataku agak kesal. Mom tertawa.
"Kau bisa ambil yang baru, Josh." Kata ibuku. Tapi ayahku masih saja terus memakannya.
"Oh mom, sembunyikan tortellini ku, please." Pintaku. Aku benar-benar memohon. "Aku benar-benar lapar." Ujarku agak pelan. Aku mendesah. Kali ini dad mencoba mengambil piringku. Sudah lama kami tidak bercanda seperti ini. Tidak tanpa Lilly. Ibu dan ayahku terlihat bahagia. Aku suka momen ini.

....

Aku selesai mandi dan bergegas tidur. Aku mengecek ponselku terlebih dahulu. Tidak ada tanda-tanda Velle menelponku. Lalu aku menelponnya. Satu, dua, tiga dan seterusnya. Tak ada jawaban hingga aku benar-benar tertidur.

AWAKENWhere stories live. Discover now