two

39.8K 1.1K 6
                                    

"Setengah jam lagi Edward sampai. Dia mengirim pesan padaku. Jadi aku akan bersiap-siap sekarang!" Teriakku pada Velle. Aku tak tau pasti apa yang dilakukannya di dapur. Yang jelas aku hanya mencium aroma yang begitu membangkitkan selera makan ku. Saus tartar! Gumamku dalam hati. Aku menggosok perutku berulang, Meyakinkan perutku apakah lapar atau tidak. Dan ternyata iya.
Aku mematikan tv. Dan melempar remotenya ke sofa.
"Apa kau gila?he? Aku bahkan belum mandi." Velle meneriakiku dari dapur, sedikit histeris.
"Ya. Kurasa kau tahu harus apa." Kataku sedikit cuek, aku bahkan tidak yakin jika Velle mendengarku.

Aku beranjak dari tv menuju kamarku, aku melilitkan selimutku ke tubuhku hingga terjuntai ke lantai dan lalu mengemasi barang-barangku.

Selesai! Semua selesai dalam satu koper. Aku akan pergi tidur sebentar dan berangkat tengah hari nanti.

Velle sangat antusias pada Edward. Tiba-tiba dan bahkan dia beraninya melupakan kesedihannya karena aku akan meninggalkannya selama musim panas.

Musim panas. Aku memandangi foto itu Dan tiba-tiba saja aku merasa kembali ke momen-momen dimana aku, Lilly dan juga orangtua ku dulu. Dalam potret keluarga yang aku letakkan di meja sebelah ranjangku-kami begitu bahagia saat itu, di pantai bahkan sangat sempurna.

Lilly yang waktu mengenakan rok mini putih dan kaos biru lautnya dan aku mengenakan dress pantaiku. Ibuku dan ayahku yang masing-masing di sisi kami terlihat sangat bahagia dan sempurna. Lilly sangat bahagia meskipun ia tahu apa yang sedang ia alami seseorang menerornya dan ia merasa seperti selalu ada yang mengawasi hingga ia hampir depresi. Maksudku benar-benar depresi. Mungkin hal itu yang mengambil saudariku dan merampas kebahagiaan keluarga kami. Ibuku yang sempat kehilangan akal karena itu, karena terus mengatakan bahwa Lilly masih hidup dan walaupun ibuku benar. Tidak, maksudku Lilly hidup dalam mimpiku. Dan aku tak bisa menyalahkan ibuku atas semua ini meski dia berusaha meyakinkan orang-orang bahwa dia adalah ibu yang tidak baik. Dan Bahwa kematian Lilly murni karena dibunuh.

Saat itu ayahku sedang bekerja diluar kota dan ibuku sedang berbelanja kebutuhan dan aku, aku sibuk mendaftarkan diri ke universitas di Forks untuk melanjutkan studyku. Lilly hanya seorang diri di rumah. Saat ibuku kembali ke rumah berseling hanya satu jam berbelanja, ibuku melihat Lilly sudah tewas. Anehnya, tidak ada bukti di tubuhnya bahwa Lilly dibunuh, dan Lilly dinyatakan sangat sehat waktu itu. Kecuali pecahan kaca di jendela kamarnya dan memar berbentuk tapak tangan manusia tanpa sidik jari dan mungkin berselaput berada di sekitar tangan kanan nya yang tidak ada satupun dokter dapat menjelaskan karena apa.

Itu yang membuat kami kesal. Lilly tidak salah dan tak pernah punya masalah, ia anak yang baik dan sangat ceria. Semua orang mencintainya. Aku sangat mencintainya.

Lalu karena itu polisi menyimpulkan bahwa Lilly di bunuh dengan cara di cekik karena tidak ada cadangan oksigen yang tersisa di paru-parunya.
Aku tak mengerti apa yang terjadi, siapa orang sialan yang berani melakukan ini pada adikku. Bahkan sampai saat ini, empat tahun lamanya, kami tak tahu siapa orang bodoh itu. Aku bersumpah ia akan menyesal seumur hidupnya, meskipun aku tak bisa membalas perbuatannya aku akan terus memohon kepada tuhan agar ia selalu menderita.

Aku mulai menyeka rintikan air yang mulai turun dari mataku. Tak ada yang boleh menyakiti adikku. Di adikku! Teman terbaikku! Oh ya tuhan. Batinku mengamuk di dalam sana. Alu masih memeluk potret terakhir kami. Dan aku tertidur.

Aku terbangun. Duapuluh menit berlalu. Benar-benar waktu yang singkat untuk bermimpi mimpi sepanjang itu-lagi.

Aku berdiri di depan cermin, melihat wajahku yang memerah dan mataku sudah tidak terlalu bengkak seperti tadi. Tidak terlalu buruk.

AWAKENWhere stories live. Discover now