SCN~18

13.5K 570 21
                                    

Ventricular Septal Defect

Istilah yang masih sangat terasa asing di telingaku, aku bahkan sama sekali tak pernah mendengar ada jenis penyakit seperti ini. Aku buta, tidak tahu tentang seberapa besar bahayanya penyakit yang umumnya diderita para balita ini. Dan kini, anakku, Arga termasuk salah satu yang menjadi penderitanya.

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) jenis ini adalah kelainan jantung berupa tak sempurnanya penutupan dinding pemisah antara kedua ventrikal sehingga darah dari ventrikal kiri mengalir ke kanan, begitu pun sebaliknya.

Pada umumnya, anak yang terlahir dengan jantung normal, dinding antara ventrikal kiri dan kanan akan terbentuk dengan sendirinya saat masih dalam kandungan. Malangnya, itu tidak terjadi pada Arga, dan aku harus bisa menerima kondisi puteraku.

Saat ini arga sedang berjuang melawan penyakitnya, para dokter pun terus berusaha agar puteraku segera melewati masa kritisnya, dan wanita ini, Yuna yang tak lain adalah Ibu dari puteraku, duduk disebelahku setelah tadi memelukku sambil terus mengucapkan nama anak kami, jiwanya pasti terguncang mendapati kondisi anaknya yang mengkhawatirkan, hal yang sama terjadi padaku.

Sementara Dira, aku tahu dia melarikan diri entah kemana saat Yuna memelukku, begitu lebih baik karena aku yakin hatinya pasti remuk redam melihat suaminya berpelukan dengan wanita lain. Meskipun keadaanlah yang membuatku tak kuasa menghindari pelukan ini, aku pun yakin Yuna tidak sadar atas tindakannya itu.

Bukannya aku tidak tahu, bukan pula aku tidak mengerti. Aku paham sepaham pahamnya tentang perasaannya saat ini, hanya saja aku tidak bisa menghalau rasa sakit yang kembali kutoreh dalam hatinya meskipun tidak sengaja. Aku hanya butuh berdoa agar Allah SWT senantiasa menjaga hatinya, melindungi hatinya dari rasa marah dan benci atas sikapku yang tak bisa mengambil sikap tegas.

Sampai beberapa menit kemudian akhirnya tangis Yuna berhenti dan bisa duduk dengan tenang disebelahku menanti kabar dari para dokter yang sedang berusaha di dalam sana. Sementara aku, sibuk dengan lamunanku. Kemana perginya Dira?

Tiba-tiba saja cup plastik kecil tersaji di depan wajahku, mengeluarkan kepulan asap dengan aroma yang kuat.

Kudongakkan kepala dan kulihat Dira sudah ada di hadapanku, tersenyum hangat kearahku.

"Kopi."

Langsung kubalas senyumnya, perasaanku lega karena dia tak melarikan diri seperti yang aku pikirkan sebelumnya. Kuraih cup tersebut lalu menghirup aromanya dalam-dalam, sementara Dira memberikan botol air mineral pada Yuna yang duduk di sebelahku.

"Bagaimana Arga, Mas? Apa sudah ada kabar dari dokter?" Tanya Dira setelah dia memposisikan duduknya di sebelah kananku seraya menggenggam tanganku yang bebas.

Aku mendesah, menggeleng pasrah "Belum ada sayang." Kupejamkan mata sejenak, menepis rasa kantuk juga lelah yang mulai menyerang tubuhku. Kemudian kurasakan Dira mengusap lenganku dengan lembut, hal yang selalu dilakukannya jika mendapatiku sedang mengalami stress berat.

Mataku terbuka, kulihat dia kembali tersenyum walaupun senyumnya kali ini tidak bisa menyembunyikan wajah lelahnya. Aku tahu, selain lelah fisik, hatinya jauh lebih lelah dari apa yang selama ini aku bayangkan.

Mendampingi suaminya yang tengah menunggui anaknya yang sakit, dan parahnya anak itu lahir dari wanita lain. Bukan hal yang mudah bukan? Butuh hati yang teramat tegar untuk menghadapinya.

"Kita berdoa saja ya, Mas," katanya lagi lalu berakhir dengan menyandarkan kepalanya di pundakku.

Sempat kulihat dari ekor mataku, Yuna yang duduk disebelahku tengah mencuri pandang ke arah kami meskipun saat ini kulihat dia tengah menengguk air mineral yang tadi diberikan isteriku.

Sebening Cinta NadiraNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ