Banana -8

7.3K 824 26
                                    

"Ngeselin banget sih. Ngapain juga harus ketemu si monyet songong itu disini?" aku masih aja mengomel nggak karuan sejak keluar dari toko tadi.

Ini semua gara-gara Nimo yang selalu ada dimanapun aku berada. Segala bareng cewek lagi, bikin bete.

"Lo mau kemana?" tanyanya yang kini sudah berjalan disampingku.

Aku memutar bola mata malas. "Bukan urusan lo"

"Muka lo jelek amat"

"Bodo"

"Tapi tetep sweet kok"

Kali ini aku berhenti melangkah. Dengan ganas aku melototin dia yang memasang tampang songong.

"Sekaliiii aja lo nggak muncul dihadapan gue, bisa?"

Nimo menggeleng polos. "Nggak. Ntar ada yang nangis kejer lagi. Kasihan"

"Maksud lo?"

Nimo terkekeh. "Makan, yuk. Gue laper"

Belum sempat aku menolak ajakannya, si monyet satu ini sudah menarikku seenak jidatnya. Dan aku baru sadar kalau sekarang Nimo sendiri.

"Cewek lo kemana?" tanyaku.

"Pulang," jawabnya cuek.

"Sama siapa?" tanyaku lagi.

"Bawel" celetuknya.

Dan aku juga baru sadar kalau dari tadi itu Nimo ngegenggam tanganku. Sialan, wajahku terasa memanas dan lebih sialnya lagi jantungku mulai atraksi ngga jelas.

"Kenapa lo?" tanyanya masih dengan menggeret-geretku—entah kemana.

"Kenapa emangnya?" tanyaku balik.

"Muka lo merah gitu" katanya lagi.

Kurang ajar!

"Perasaan lo aja kali"

Nimo cuma ber'oh' ria.

"Gue baru tau kalo elo itu sok playboy"

"Dan gue juga baru tau kalo elo itu kepo" balasnya.

Jleb!

"Dasar monyet," cibirku pelan.

"Gue rela kok jadi monyet asal lo jadi banana-nya"

Deg!

Aku kehabisan kata-kata! Dasar Nimo sialan!

———



Hujan diluar lumayan deras. Wajar saja, ini sudah hampir memasuki bulan november. Yang artinya, kapasitas hujan lebih besar dari bulan-bulan sebelumnya.

Sejak pulang dari gagal shopping sore tadi, sampai sekarang aku masih betah bergelung didalam selimut. Bertemankan lagu masih cinta darinya kotak yang mengalun lewat ponsel.

Kamu... tak tau

Rasanya hatiku saat berhadapan kamu...

Kamu... tak bisa

Bayangkan rasanya jadi diriku yang masih cinta...

Ingatanku melayang pada kejadian enam tahun lalu. Ceritanya, waktu itu aku baru saja memasuki SMP.

Masa dimana aku baru ngerasain yang namanya—suka sama lawan jenis. Dan entah kenapa, saat itu pilihanku jatuh pada...

Nimo.

Ya, aku jatuh cinta samacowok yang sejak kecil bertetangga denganku itu.

Dulu, dimataku Nimo itu gentle karena selalu ngebantuin dalam segala hal. Dulu, dimataki Nimo itu cute karena selalu bikin hari-hariku lebih berwarna. Dan dulu, dimataki Nimo itu perfect karena selalu ada disaat aku butuh.

Tapi...

Semenjak kejadian—dimana aku dengan segala tekad yang bulat berani menulis surat cinta untuknya. Surat yang berisi puisi bikinan tanganku sendiri tanpa searching di google. Nimo mulai berubah!

Siang itu, bertepatan dengan tanggal 14 februari. Orang-orang menyebutnya sebagai hari kasih sayang atau lebih ngetrend nya disebut hari valentine.

Dengan langkah riang, aku menemuinya yang sedang bermain basket dibelakang rumahnya. Aku ingat betul, hari itu senyumku tak henti-hentinya mengembang. Dan aku juga ingat, senyum tulus Nimo yang bakal menjadi senyum tulusnya yang terakhir.

Tapi...

Nimo dengan kejamnya menyobek-nyobek suratku tanpa membacanya sedikitpun. Dan yang paling nyakitin sampai sekarang adalah ucapannya yang masih  kuingat.

"Gue nggak mau punya pacar bodoh kayak lo. Gue nggak mau punya pacar cengeng kayak lo. Gue nggak mau punya pacar lemah kayak lo"

Yah, aku ingat semuanya. Dan semenjak itu, Nimo berubah drastis!

Nimo yang gentle mendadak pengecut. Nimo yang cute mendadak jengkelin. Dan Nimo yang perfect mendadak acuh tak acuh.

Semenjak itu aku berjanji pada diriku sendiri bakal ngebuktiin pada Nimo, kalau aku bukan Banana yang bodoh. Kalau aku bukan Banana yang cengeng. Dan kalau aku bukan Banana yang lemah.

Terakhir, kalau aku pasti bisa dapatin cowok yang lebih dari dia. Dan pilihanku jatuh pada Angkasa. Tetangga yang baru pindah dari Ausie.

Tapi, setelah kejadian di mall tadi, perasaanku mulai aneh. Aku merasa... nggak suka setiap melihat Nimo berduaan dengan cewek lain.

Duuh. Kok jadi mikirin Nimo sih? Nimo kan cuma masa lalu dan sekarang Angkasa adalah masa depan.

Tok. Tok. Tok

Pintu kamarku diketuk seseorang dari luar. Sedetik kemudian suara kak Melo terdengar pelan.

"Dek, udah tidur?"

Aku menghela napas pelan dan segera bangkit dari posisi malas gue. Aku yakin banget, sekarang kak Melo lagi butuh teman curhat.

Cklek.

Aku membuka pintu dan disuguhi dengan wajah murung kak Melo. Sedetik berselang, kak Melo memelukku erat sambil terisak.

"Masuk dulu, Kak" kataku.

Kak Melo menguraikan pelukannya dan mengangguk. Begitu kak Melo masuk, aku langsung mengunci pintu rapat-rapat.

Baru saja aku membalik badan, kak Melo lagi-lagi memelukku erat-erat. "Seminggu lagi... kakak nikah, dek. Hueeeee"

Asdfhjkl. Alamat dengerin curhatan orang galau lagi nih aku!

———




Seneeeeeeng kali nulis cerita ini. Bodo amat readernya dikit, yang penting saya seneng ngeshare ini cerita.

Ps: sukaaa Nimo. Hihihi

BananaWhere stories live. Discover now