Insane Girl by -bananasplit

117 13 0
                                    

Social causalty - 5 Seconds of summer

● ● ●

So save me from who I supossed to be
Dont wanna be a victim of authority
I'll always be a part of the minority

Save me from who i supossed to be
So tell me, tell me, tell me what you want from me
I dont wanna be another social casualty

Warna gading mendominasi, pilar-pilar beton berjejer rapi layaknya pasukan pengibar,menjadi pengampu bangunan diatasnya.

Banyak orang-orang berseragam yang berlalu-lalang. Membentuk arus kearah utara. Di antara mereka seorang wanita menggandeng gadis bermata meneduhkan bak sungai. Menerobos, menuju ke selatan.

Tetap tegap, langkahnya pun tetap mantap. Sedangkan sang gadis lebih banyak memutar kepalanya. Keningnya berkerut bingung. Bagaimana ia bisa mengingat seluruh bagian bangunan seluas ini?

"Kelasmu ada di gedung ini. Gedung L. Kamu akan beraktifitas disini untuk kedepannya." Jelas wanita tersebut.

Gadis itu mengangguk. Ia membenarkan poninya sambil mengikuti langkah lebar wanita tadi.

Lorong-lorong seakan menjadi suguhannya. Setiap 1 meter lampu penerangan dipasang.

Ia mengintip salah satu kelas yang berada di tengah lorong. Mahasiswa mendominasi, beberapa mahasiswi mengelompok di sudut ruangan.

"Itu bukan kelasmu Artana." Ia tersenyum miring.

Artana malu. Wajah putihnya memerah. Sedangkan sang wanita tetap melangkah.

Ia menghentikan langkah kakinya di depan sebuah pintu besar.

Di seberang sana, gadis berambut pirang menggunakan jas praktek tertawa cekikikan. Mengatakan sesuatu, sepersekian detik kemudian gadis dengan baju basah jatuh di hadapannya.

"Kenapa kau berkkan padaku?!" Serunya. Sepertinya ada orang lain juga di sana.

Gadis pirang itu terdiam, raut wajahnya terlihat marah- mungkin temannya memberikan alasan bodoh. Ia menjambak rambut gadis berbaju basah tadi. Gadis basah itu terlihat kesakitan. Tangannya ia rapatkan, memohon agar dilepaskan. Hal itu terlihat dari bibirnya yang bergerak.

Namun si pirang semakin membabi buta, menghiraukan permohinannya. Tangan kiri gadis menampar pipi gadis berbaju basah tadi.

Ia melongok ke kanan, tepat kearah Artana. Matanya menyipit. Ia meletakkan telunjuknya dibibirnya.

Menyuruhnya untuk menutup mulutnya.

Artana langung mengalihkan pandangannya. Ya tuhan, ternyata penyiksaanynya belum berakhir di bangku kuliah.

Ia pikir siksaan di bangku sekolahnya akan berhenti ketika ia berumur delapan belas. Untuk ke sekian kalinya, keberuntungan tak berpihak kepadanya.

***

Semuanya telah jelas. Kehidupannya memang sudah di rancang sedemikian rupa oleh Sang Penguasa. Ternyata dugaannya memang benar terjadi.

Ia kembali menjadi korban sosial. Ah hidupnya memang itu-itu saja.

Clat!

Entah apalagi yang mengenai pipinya. Padahal seminggu yang lalu semuanya baik-baik saja.

Mendengarkan penjelasan dosen, mendaftar organisasi kampus, cekikikan di kantin. Ah bahkan sampai senangnya ia sampai lupa tidur.

Ia pikir kehidupannya akan berubah.

Ternyata tidak. Entah apa salahnya sampai mlteman barunya meninggalkan dia begitu saja. Pernah suatu kali ia bertanya alasannya. Namun jawaban temannya itu justru membuat Artana semakin bingung.

"Keylie... sepertinya memang sudah sebegini saja. Kau, akan baik-baik saja." Katanya saat itu.

Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipinya. "Apa yang sedang kau pikirkan hah?!" Tanya Keylie.

"Bukan apa-apa."

"Kau pikir kau itu siapa, sampai berani menolong Gadis tengik ini?"

"Maaf kak, saya cuman lewat. Saya bahkan tak berbicara padanya."

Ia menengok, mendapati gadis dengan baju basah. Gadis yang waktu itu. Nahas sekali, kelihatannya setiap penyiksaan ia dibasahkan terlebih dahulu.

Ia hendak berdiri untuk membela. Namun mereka semakin banyak. Sedangkan ia hanya berdua.

Biarkan saja hidup menempanya. Ia yakin hidupnya akan bahagia pada nantinya.

Biarkan saja pisau tajam itu mengikirnya bak batu.

Ia yakin suatu saat penyiksaan ini akan berakhir. Akan ada seseorang yang menolongnya.

Atau mungkin ia sendiri yang akan turun tangan.

Sebuah tepukan kembali menyadarkannya. "Mereka sudah pergi." Kata gadis basah itu.

Alis Artana berkerut bingung. "Bukankah mereka ajudan Keylie?"

"Iya memang." Ia berjalan ke sudut ruangan, memgambil tasnya laluemgeluarkan sesuatu.

"Lalu kenapa mereka tak.menyiksa kita?"

"Kau bercanda? Mereka datamg ke sini untukenangkap Keylie. Dia sedikit...." Ia meletakkan telunjuknya di kepala.

"Gila? Secantik dia?" Tanya Artana tak percaya.

"Sayangnya iya." gadis basah tadi berjalan, keluar dati toilet.

"Kau tak ada kelas lahi setelah ini?" Tanyanya.

Artana menggeleng. Ia tersenyum.

Ah ternyata kehidupannya yang duluang sudah berakhir.

●END●

Song Fiction: RockDove le storie prendono vita. Scoprilo ora