Kebencian Pada Mereka by izaneko

98 11 0
                                    

Racun Dunia - The Changcuters

● ● ●

Kalau melihat sekumpulan jenis manusia-manusia bodoh itu, aku selalu meyipitkan mata dan mencoba menjauh secepat mungkin dari mereka. Soalnya aku benar-benar benci dengan mereka.

Mereka punya lekuk tubuh gitar Spanyol sempurna. Pinggang kecil mereka selalu meminta untuk dirangkul. Bau tubuh mereka harum dan menggairahkan-memaksa orang-orang seperti aku meneteskan liur. Jika mereka berbicara selalu saja berusaha terlihat kemalu-maluan serta keimutan. Beberapa memang ada yang kelepasan, tapi hal seperti itu selalu diakhiri dengan sesuatu yang manis. Misalnya, wajah memerah dan senyum yang gugup yang menyebalkan. Kebanyakan dari mereka akan bersikap jijik pada hal-hal jorok-sebagai contoh tidak mandi sehari penuh. Makanya jenis manusia seperti mereka juga selalu berusaha untuk nampak bersih. Setitik debu saja seakan enggan untuk jatuh di atas kulit mereka yang ... err ... sensitif?

Wanita racun dunia!
Kar'na dia butakan semua
Wanita racun dunia!
Apa daya itu adanya

"Berhentilah bersikap seperti itu pada wanita. Lusiana perempuan keberapa yang kautolak, Fernandez?"

Mendengar perkataan itu, aku menyingkap selimut yang menutupi tubuhku hingga kepala. Sahabatku, Ramirez, berdiri bersidekap di sebelah tempat tidurku. Rambut gelapnya bercahaya karena sinar matahari yang jatuh dari jendela. Bahkan dari jarak ini aku bisa membaui tubuhnya yang berkeringat. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa masuk ke kamar ini, soalnya aku yakin teman sekamarku sedang izin keluar asrama. Tapi mengingat keahlian Ramirez menyelinap ke rumah-rumah untuk mencuri makanan tambahan, aku hanya bisa menghela nafas berat.

"Kau juga, Ramirez. Berhentilah menasehatiku!" ungkapku sambil berdiri. Segera kuambil handuk yang menggantung di depan pintu lemari, lalu berjalan menuju kamar mandi yang berjarak enam kaki dari tempat tidurku. Ramirez memutar mata saat aku memintanya untuk menungguku di koridor asrama agar kami bisa ke sekolah bersama-sama.

"Setidaknya beritahu aku alasanmu tidak menyukai wanita, Fernandez!" ujar Ramirez dari koridor beberapa saat setelah aku mengusirnya dari kamar. Suaranya bergema hingga ke dalam. Aku hanya bisa menepuk jidat karena itu. Aku yakin murid-murid yang berada di koridor melirik Ramirez dengan aneh. Pemuda itu memang tak punya rasa malu. Masalahnya adalah karena namaku disebut dengan sangat keras seperti itu, aku pasti akan yah ... kau tahu kan? Dituduh sebagai gay sedetik setelah ia selesai mengucapkan itu.

Menggelengkan kepala, aku hanya bisa melangkah ke dalam kamar mandi dengan tak ikhlas. Aku ragu masih diterima di dalam kelas sebentar. Mungkin sebaiknya membolos saja. Sayang niat burukku batal karena saat memasuki kamar mandi, aku mendapati pemandangan yang tak seharusnya berada di sana.

Poster wanita berbikini di cermin kamar mandi dengan tulisan, "Jangan membolos hari ini, Sayang."

"AKAN KUBUNUH KAU, RAMIREZ!" teriakku penuh emosi.

Racun ... racun ... racun
Racun ... racun ... racun
Racun ... racun ... racun

***

"Aku kan sudah minta maaf. Lagipula kenapa kau segitu tidak sukanya sih? Apa karena itu kau bersekolah di sekolah khusus lelaki?" tanyanya bertubi-tubi saat jam makan siang.

Aku bali bertanya dengan ketus saat memutar mata. "Menurutmu?"

"Yeah ... mana kutahu. Kau tak pernah cerita. Padahal kita sudah beberapa tahun berteman." Ramirez melirikku, lalu mengambil duduk di titik terjauh dari bangku kayu yang sedang kami duduki. Matanya menyipit. "Jangan-jangan kau menyukaiku?" tanyanya berbisik, tapi masih cukup keras untuk ditangkap oleh telinga malangku.

Mendengar pertanyaan Ramirez, aku mengepalkan tangan kuat-kuat dan memukul ke arah bangku taman. Ramirez berjengit karenanya. Dia langsung berdiri sembari mengusap-usap dada. Dengan nafas menderu, aku menoleh ke arah Ramirez. Dia memekik tertahan. Matanya berkilat ketakutan. Aku berkata tegas, "Aku normal."

"T-t-tapi kau selalu menjauhi wanita. K-k-kau tak tahu kalau L-L-Lusiana, Esperanza, Miranda, Angela, Anica, dan cewek-cewek lain yang mengungkapkan perasaan mereka padamu benar-benar menyukaimu s-s-sampai-sampai mereka menangis tersedu-sedu saat kautolak?"

Kegagapan Ramirez tidak membuat ibaku muncul. Dengan emosi aku berdiri sambil menyakukan tanganku ke dalam saku celana. Kepalaku menunduk, enggan melihat ke arah Ramirez lagi. Tanpa menjawab, aku melangkahkan kaki menjauh darinya. Bel berdering sesaat setelah Ramirez berhenti memanggil-manggil namaku. Tanpa suara, kami berjalan ke kelas selanjutnya. Aku maupun Ramirez tidak saling melihat dan menegur kali itu. Seakan-akan kami tak pernah saling kenal.

***

Saat sekolah telah selesai hari ini, aku tidak langsung pulang menuju asrama. Kakiku membawaku ke belakang salah satu restoran cepat saji di kota. Tak ada hal-hal menarik di sana. Hanya benda-benda buangan yang sudah tak berguna seperti kumpulan botol, kardus-kardus bekas, dan beberapa jenis sampah lain yang mungkin sengaja dikumpulkan oleh pihak restoran.

Racun..racun..racun
Mati laju darahku
Takluk sudah hebatku
Hilang akal sehatku
Hilang akal sehatku
Memang kau racun

Seorang wanita dengan pakaian berwarna cerah sedang duduk dengan anggun di atas tumpukan kotak-kotak kayu. Selendangnya melayang-layang di sekitarnya. Rambut hitamnya yang tergerai terlihat begitu indah karena mengkilap. Persis seperti warna rambut Ramirez. Mata abu-abunya menatapku dingin, membuatku meneguk air liur seketika.

"Aku sudah memberimu waktu sebulan," ucapnya membuka percakapan. Suara wanita itu sebening air dan selembut alunan angin sepoi. Dia bisa saja menghipnotis semua pria yang mendengar kata-katanya. Aku tahu wanita itu memang demikian. Anggapan bahwa mereka bisa mendapatkan apapun yang mereka inginkan dengan cara menggoda seperti ini membuatku muak.

Wanita itu menghela nafas, lalu melompat dari tumpukan kotak kayu dengan pelan. Mungkin karena tubuhnya yang super ringan itulah yang membuat udara di sekelilingnya membuat ia melayang saat berjalan mendekatiku.

"Sebulan waktu kami adalah setahun waktu manusia," katanya melanjutkan. "Kau sudah kehabisan waktu." Suaranya penuh penekanan.

Aku menggertakkan gigi. "Aku sudah bilang kalau aku menolak permintaanmu."

Mata sang wanita menyipit, menatapku dengan lebih tajam. "Aku tak pernah mengizinkan negosiasi." Dia mengangkat dagu, menunjukkan keangkuhan yang tak dapat dibantah. "Kau hanyalah malaikat buangan. Surga tak akan menerimamu bagaimanapun cara kau menebus dosa."

Kalimat memuakkan. Untuk inilah aku membenci wanita. Mereka hanya racun yang mengotori akhirat apalagi dunia. "Tak akan kuberikan Pangeran Ramirez. Dia adalah kunci untuk menghapuskan wanita dari muka bumi."

"Sang Pencipta akan menghukummu!"

"Kaupikir aku peduli?"

Dengan demikian dia melunakkan tatapannya. Wanita itu-sang Bidadari-melangkah mundur dariku. Sebelum menghilang dari hadapanku, ia berkata, "Aku akan kembali. Di saat itu terjadi, kehidupanmu telah sirna.

Aku tersenyum, tapi tidak menjawab dan hanya menatap udara kosong tempat seharusnya tadi ia berada. Menggertak adalah pekerjaan bidadari tak berguna. Sayangnya, sebelum ia kembali nanti, para wanita yang sudah jatuh hati padaku serta Ramirez akan membantuku menghancurkan dunia.

●END●

Song Fiction: RockOnde histórias criam vida. Descubra agora