1

5.6K 240 20
                                    

Aroma bumi selepas diguyur hujan begitu menenangkan, sejenak ia dapat melupakan beban pikiran yang selalu mengantuinya hampir selama empat tahun ini. Sebelumnya tak pernah sekalipun terbesit di pikirannya untuk berkunjung ke Gunung Rinjani karena ia tak akan pernah kuat untuk mendaki.

Namun kali ini berbeda, entah apa yang mendorongnya untuk sampai di sini--dekat dengan pos pendakian di kaki Gunung Rinjani. Mugkin ia hanya rindu. Tidak, bukan hanya itu saja, ia juga berharap lebih. Seandainya saja ia bisa bertemu Abiel di sini.

Seandainya...

Angin mulai membuka buku catatannya, kemudian ia torehkan goresan tinta di atas selembar kertas putih, meluapkan segala perasaannya yang tak bisa ia ungkapkan, menuangkan segala sesuatu yang bernama rindu.

Kau tahu Abiel? Di sinilah aku sekarang, di tanah kelahiranmu, tempat kau menghabiskan masa kecilmu, tempat ibumu membesarkanmu, tempat kau dididik bagaimana menatap dunia dengan senyuman di wajahmu. Tempat di mana tawamu berasal, sebuah tawa yang mampu membuatku terpana, terhenyak melihatnya. Dan di sinilah tempatku berlari ke arahmu.

Angin bertiup sedikit kencang, menerbangkan beberapa helai rambutnya, dalam diam ia berharap bersediakah angin membawa segala perasaannya pergi juga? Karena rindu semakin lama kian menusuk hatinya.

Jika diingat kembali, ini adalah kali pertamanya ia mendaki. Dahulu, Abiel pernah berjanji untuk datang kemari kelak, lelaki itu ingin menunjukkan bagaimana indahnya Gunung Rinjani, namun hingga sekarang ia tak menepati janjinya. Justru Abiel kini hilang entah kemana, meninggalkannya bersama sang rindu.

Sebentar lagi regu pendaki akan memulai pendakiannya, Angin meraih tas ranselnya yang ia letakkan di atas kursi, tanpa lupa memasukkan kembali buku diary-nya.

Abiel, dengarkah kau teriakan kerinduan ini? Beri tahu aku sudah berapa lama kau menghilang? Rasanya sudah amat sangat lama, namun mengapa rasa ini tetap segar dan terus tumbuh? Tak bisakah ia membusuk?

"Angin, ayo cepat!" Teriak Rama si pemandu dari kejauhan.

"Ya! Aku datang!"

Di sinilah kumulai perjalananku, Abiel, mencari sebuah harapan meski hanyalah sebuah harapan kosong. Jika Tuhan mengizinkan, izinkanlah aku untuk menyapamu dan melepas kerinduan ini.

Di sinilah segalanya dimulai, sebuah perjalanan bernama kerinduan.

Wahai sang rindu, akankah rasa rindu ini tersampaikan padanya?

-;-;-;-

So, what do you think about this chapter?

Vomment(s) pls x

Mentari di RinjaniDove le storie prendono vita. Scoprilo ora