Gah.

"Ulangan apa aja hari ini?" tanya Mama.

"Indonesia sama Math," jawabku menggerutu.

Pada akhirnya Mama menemaniku belajar, okeh kata yang salah, sebenarnya bukan menemani melainkan mengawasi. Tidak peduli alasan apa saja yang aku berikan untuk mengusirnya dari kamar, tapi ia bersikeras menemaniku. Walau sepanjang prosesku belajar ia selalu mejamkan mata bersender pada tempat tidur, ia selalu tahu kapan saat otakku sedang switch ke hal lain selain topik belajar pada buku. Mama lalu akan mengetuk kepalaku dengan penggaris yang dipegangnya.

Mama baru beranjak dari kamarku saat adzan subuh berkumandang. Aku sendiri juga segera membereskan apa-apa yang mau aku bawa ke sekolah kemudian pergi mandi.

***

Ponselku berdering ketika aku sudah dekat sekolah. Dari deringnya aku sudah tahu siapa yang menghubungiku.

"Morning," sapaku.

"Morning," balasnya. "Di mana?"

"Di sekolah."

Dia tertawa kecil. "Jam segini udah di sekolah? Rajinan amat."

Aku melirik arlojiku, 05.43. Sebenarmya aku berangkat sekitar pukul 05.16. Tidak mau Mama terus merecokiku belajar, akhirnya aku memutuskan berangkat sekolah lebih pagi, jauuuh lebih pagi. Jalan kaki, jadi aku punya banyak waktu untuk dibuang.

"Bukan rajin, tapi Mama ngga mau berhenti menggangguku untuk belajar jadi aku kabur." Terdengar suaranya yang sedang menguap. "Pasti baru bangun yah?"

"Lebih tepatnya belum tidur," jawabnya dengan suara serak.

"Bantuin anaknya Pak Komandan lagi?"

"Ngga juga." Terdengar suara motornya berderu.

Aku ingin bertanya apa yang dilakukannya semalaman kalau tidak membantu anaknya Pak Komandan, tapi aku tidak punya hak untuk menginteroaginya. Aku bukan pacarnya atau bagian dari keluarganya. Grrrr. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus menanggapi perasaanku terhadap kenyataan itu.

"Ngga aman 'kan mengendarai motor kalau tidak tidur semalaman?" Perhatian seperti ini biasa diberikan antar teman.

"I'm good. See you at school."

"See you."

Walau masih sangat pagi nyatanya bikan cuma aku yang sudah berada di sekolah. Saat aku meminta Pak Ujang untuk membuka pintu kelasku katanya kelasku sudah di buka, ada seseorang yang sudah di sana mendahuluiku. Hebat dan patut di contoh.

Aku tidak terburu-buru jalan ke kelas. Selain aku tidak ingin cepat-cepat belajar seandainya masuk kelas, kepalaku juga sedang sibuk memikirkan perubahan sikap Mama pagi ini. Dari pada menegurku hanya dengan kata-kata seperti biasa, today she's so touchy. Kalau biasanya ia hanya menyuruhku untuk menguncir rambut, hari ini Mama mengepangkannya. Aku memegang rambutku yang tertahan rapi oleh french-braid ala Mama. Kemudian hal bizare lain terjadi.

Aku memegang keningku dimana rasa geli bekas ciuman Mama masih terasa. Wah aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Mama mencium keningku seperti itu.

Aku sempat takut waktu mau keluar rumah, jangan-jangan matahari terbit dari barat.

Apa Mama baik-baik saja yah?

Langkahku terhenti di depan pintu kelas saat melihat seorang cowok sedang menghapus papan tulis. "Ohayou, Tamaki-kuuuun!!"

Yang disapa melirik dengan cepat dan melempariku dengan tatapan tajam yang menghujam. Aku memberinya senyum lebar dan lambaian sambil melangkah masuk kelas.

Heartbeat⇝Where stories live. Discover now