Ya, Corpse itu melubangi pintu dengan benturan kepalanya. Corpse bodoh. Tangan Kelly sibuk menahan pintu agar tidak terbuka, jelas sekali ia tidak bisa menghunus pisaunya. Sebelum Corpse itu mampu menjangkau Kelly dengan giginya, aku melayangkan panahku.

Dengan cepat panah itu menghentikan upaya si Corpse. Kepalanya terkulai lemas di lubang pintu, di depan wajah Kelly yang napasnya masih terengah-engah. Aku turun mendekatinya.

"Terima kasih." ucapnya pelan. Pintu kamar mandi dilepasnya dan terbuka. Kepala Corpse itu menyangkut di lubang dan tubuhnya ikut terseret saat pintu terbuka.

Aku tidak menyangka akan ada Corpse di dalam rumah ini. "Bagaimana..."

Kelly mengangkat bahunya. "Ia muncul begitu saja saat aku masuk kamar mandi. Padahal aku baru ingin buang air."

"Tapi kau baik-baik saja kan?" Aku menatap Kelly dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Ia mengangguk. "Untungnya kau datang tepat waktu dan sekali lagi aku berhutang budi padamu."

Aku membantunya membawa tas ransel hijau yang terlihat begitu berat. Tongkat yang kuambil di kamarnya juga sudah kupegang. Aku berjalan menuju pintu depan.

"Luke, tunggu sebentar."

Langkahku terhenti. Kelly mendekatiku dan mengambil tongkat bantu jalan dari tanganku lalu menyandarkannya ke dinding. Aku mengernyitkan dahi bingung.

Kelly meraih tanganku yang terbuka dan meletakkan pisau yang kupinjamkan padanya tempo hari. "Ini milikmu. Terima kasih."

Tangannya terasa asing. Ini pertama kalinya ia menyentuh tanganku dan aku sedikit merasa tidak nyaman. Tapi dia hanya menyentuh tanganku kan? Bukan, Luke, dia menggenggam tanganmu sekarang.

"Lalu? Kau sudah punya senjata?"

Ia melepaskan tanganku dan mengangkat sedikit kaus yang ia kenakan. Dari balik kausnya aku bisa melihat di kanan dan kiri celananya ada pisau yang dikaitkan ke celana. Masing-masing sisi ada dua pisau. "Aku sudah mengambil milikku tadi."

Aku memasukkan pisau di tanganku ke dalam saku celana. "Kalau begitu kita bisa pulang sekarang."

Kelly menyambar tongkat yang tadi ia sandarkan ke dinding. "Ayo!"

Kami berdua berlari keluar rumah. Pemandangan di luar sana cukup mengerikan. Kurang lebih lima atau enam meter lagi mobil mereka akan dikerubungi para Corpse. Melihat hal itu, aku dan Kelly cepat-cepat masuk ke mobil, mengunci pintu dan menyalakan mesin.

Puluhan Corpse berjalan di sekeliling mobil. Beberapa bahkan sudah sampai di mobil. Mesinnya baru menyala saat Corpse-Corpse tersebut sudah menempelkan tangan-tangan mereka di mobil. Kelly panik karena ternyata jendelanya terbuka sedikit dan jari-jari Corpse memaksa untuk masuk. Aku langsung menginjak gas, membuat mobil itu melaju melebihi kecepatan normalnya.

Mobil menerobos Corpse yang mengerubunginya, menjatuhkan para Corpse itu ke jalanan. Tapi aku dan Kelly belum bisa bernapas lega. Pasalnya, ada satu Corpse yang masih ngotot untuk membuka jendela dan tangannya sudah masuk. Tangan itu mampu menggapai rambut merah Kelly.

Lalu aku tidak akan melupakan apa yang terjadi selanjutnya.

Kelly mengambil pisau di celananya dan menebas kedua tangan Corpse yang terjepit kaca mobil. Kelly membuka jendelanya dan meraih kerah baju Corpse itu lalu menancapkan pisaunya di kepala si Corpse. Anehnya, ia melakukan hal itu seperti sudah pernah menghadapi Corpse berkali-kali.

Sayangnya, kejutan lain untukku. Masih ada Corpse lain di kaca belakang. Menggantung tanpa tujuan selain untuk masuk dan mencicipi dagingku dan Kelly. Karena mengganggu pemadangan dan ia terus menggedor-gedor kaca dengan kepalanya, aku pun memiliki sebuah ide.

outbreak (l.h.)Where stories live. Discover now