Aku memang menyedihkan. Berlagak seperti pahlawan yang ingin membantu orang lemah, tetapi nyatanya berakhir dengan memalukan. Aku merasa seperti orang bodoh yang tidak mengerti batas kemampuan diri sendiri.
Kukira malam itu adalah terakhir kalinya kuembuskan napas. Namun, Tuhan berkehendak lain. Nyawaku masih terselamatkan. Terlupa akan alat sepenting itu saja sudah membuatku menjadi orang bodoh. Huh, ya, sudahlah.
3 November 2025
6.00 a.m.
Aku kembali terbangun pada pagi hari. Mataku menatap langit-langit kamar. Otakku memutar kembali memori pada malam itu. Tanganku mengusap bagian bawah hidung dan tidak ada darah yang keluar.
Beberapa notifikasi pesan muncul di ponselku, salah satunya dari Olivia. Isi pesannya adalah sebuah kalimat panjang dengan informasi tentang beberapa hal.
Hai, Lola! Bagaimana kabarmu? Semoga hari senin nanti bisa masuk sekolah, ya. Aku cuma mau kasih tahu kalau kondisi Lily sekarang sudah aman. Namun, aku tidak tahu apakah dia bakal masuk sekolah atau tidak. Semoga saja masuk.
Aku juga mau kasih tahu kalau yang menyelamatkanmu adalah Thomas. Uh, so sweet-nya! Oke, sampai jumpa di hari senin, ya!
Begitulah kira-kira isi pesannya. Selama akhir pekan kemarin, aku tidak keluar rumah. Aku hanya duduk di sofa, menonton film atau serial. Erica pun demikian, walau tidak seharian sepertiku. Dia beberapa kali keluar rumah untuk membeli sesuatu. Mungkin.
1.00 p.m.
Siang ini, mata pelajaranku adalah Kesenian dan gurunya adalah Pak Wendel. Beberapa murid yang kukenal ternyata sekelas denganku pada mata pelajaran ini, seperti Olivia, Lily, Jessica dan teman-temannya, Nick dan teman-temannya, Nathan, Beth, Chloe, James, dan Thomas.
Pak Wendel bangkit dari kursi dan berdiri di hadapan para murid untuk menjelaskan sesuatu, "Hari ini, kepala sekolah memberi perintah kepada saya untuk melakukan sebuah tes wawancara singkat kepada para murid. Tes akan dimulai beberapa menit lagi."
"Mendadak sekali, Pak!" keluh Beth.
"Tes seperti apa, Pak?" tanya Oliv.
Pak Wendel menoleh ke arah Oliv. "Karena waktunya terbatas, maka saya akan bertanya sedikit saja kepada masing-masing dari kalian. Tentunya akan dilakukan satu per satu."
Oliv kembali bertanya, "Oh, lalu tempatnya di sini atau di mana?"
"Tes akan berlangsung di ruang kelas ini dan akan direkam untuk keperluan dokumentasi," jelas Pak Wendel.
"Interupsi!" Nick mengangkat tangan.
"Ya, Nick?" Pak Wendel menoleh ke arahnya.
"Bagaimana kalau ada yang tidak ikut dalam tes tersebut?" tanya Nick.
Pak Wendel berkata, "Orang tersebut akan dicoret dari peserta ujian tengah semester. Tes tersebut adalah syarat bagi kalian untuk mengikuti ujian nanti. Itu yang dikatakan oleh kepala sekolah."
"Huh, merepotkan saja," celetuk Jessie.
"Sebelum dimulai, saya ingin meminta satu orang dari kalian untuk membantu saya melakukan tes ini. Acungkan tangan jika berminat!" pinta Pak Wendel.
Tes wawancara, ya? Aku belum siap kalau dadakan begini. Beliau tampaknya butuh bantuan. Namun, bantuan seperti apa? Entahlah. Kalau tidak terlalu melelahkan, sih, boleh saja.
DU LIEST GERADE
Poor Lola
JugendliteraturPoor Lola menceritakan seorang perempuan bernama Lola yang tidak menyukai manusia, bahkan termasuk dirinya sendiri. Satu-satunya manusia yang ia sukai adalah adiknya, yaitu Erica. Kejadian buruk di masa lalu membuat dirinya menjadi trauma. Ia mengan...
