Seharusnya, Madisa dan Malio bekerja sama dalam membantu penyembuhan diri seorang perempuan. Madisa sebagai psikiater, dan Malio sebagai orang yang paling tahu karena terlibat langsung dengan perempuan tersebut. Tapi rupanya, semakin jauh mereka ber...
Ruangan itu serba putih. Dindingnya, kasurnya, selimutnya, lantainya—bahkan baju yang dikenakan pun berwarna putih.
Madisa merebahkan tubuhnya di sana.
Matanya menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong, sementara kedua tangannya menggenggam sebuah gantungan berbentuk kaset retro, benda mungil yang bisa merekam dan memutar suara. Jemarinya tampak ragu, hanya mengusap-usap tombol play tanpa benar-benar menekannya.
Jika Madisa menekan tombol itu, ia akan terseret lagi dalam arus kenangan yang sedang berusaha ia bendung—meski terkadang, celah kecil berupa rindu bisa perlahan mengalir terbuka begitu saja. Sulit.
"Ha—"
[klik]
Oh, sial.
Jemarinya terpeleset. Tombol play tertekan begitu saja. Namun setelah mendengar satu detik rekaman barusan, hatinya mendadak kacau. Suara itu... serak, tapi hangat.
Kenapa rasanya celah rindu itu tiba-tiba melebar, meluap cepat, lalu menyesakkan dada? Haruskah ia mendengarkannya sekali lagi? Sudah lama sejak terakhir kali ia memutarnya.
"Sekali ini saja," gumam Madisa pelan, menghela napas panjang. Jari telunjuknya menekan tombol yang sedari tadi hanya ia tatap penuh pertimbangan.
[klik]
Dengung halus dari speaker mini terdengar, diikuti suara...
"Hai, Madie~"
[gemerisik pelan]
[klik]
Rekaman itu berhenti sebelum sempat selesai.
Tidak.
Madisa tak sanggup melanjutkannya.
Rekaman yang tersimpan dalam sebuah mini tape recorder keychain. Warnanya biru muda dan biru muda. Ada dua. Bukan hanya satu. Isinya sama persis. Bahkan detik helaan napas dan gemerisiknya pun sama.
Katanya, kalau sudah rusak, Madisa akan mendapatkan yang baru agar bisa selalu mendengarnya. Itu kenapa ia memiliki dua.
Lalu sekarang... haruskah ia merusak benda yang masih berfungsi itu agar bisa mendapatkan rekaman yang baru?
Karena, jika begitu, mungkin—mungkin saja—ia bisa bertemu lagi dengannya, bukan?
***
Madisa Karania Malik (28) — seorang psikiater yang menolong banyak orang untuk pulih, meski dirinya sendiri belum benar-benar sembuh.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Malio Gama Wardhana (31) — pengusaha di bidang konstruksi yang selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam hidupnya, bahkan ketika hidup terus menekannya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
fall in love again, again
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.