2. Bertahan Hidup

5 1 0
                                        

Ketika bel pulang berbunyi, semua murid berhamburan keluae kelas. Begitu pun dengan Yoongi dan Hoseok. Keduanya berjalan beriringan keluar dari sekolah.

"Hari ini kau kerja?"

"Iyaa. Dari sini aku langsung ke restoran. Junhoo Hyung bilang restoran agak ramai hari ini."

Berbicara soal beberapa hari lalu, semuanya sudah kembali normal. Keduanya bertingkah seolah tidak terjadi apapun setelahnya. Juga soal hubungan Yoongi dengan Jungkook, mereka semakin dekat. Anak itu juga berkenalan dengan Hoseok dan Jimin. 

Setelah berpisah dengan Hoseok, Yoongi melanjutkan perjalanan nya ke restoran Junhoo Hyung. Yoongi sangat berterimakasih padanya karena mau menerima Yoongi sebagai kurir disana. Sesekali juga dia akan membantu waiters untuk mengantarkan makanan jika sedang tidak ada pesanan. Walaupun hanya pekerja part time, Junhoo tidak keberatan dan berbaik hati menerimanya. Belum lagi para pekerja disana yang juga sama baiknya. Walaupun terasa melelahkan, Yoongi tidak punya pilihan lain.

"Yoon tolong antarkan ini ya."

"Baik Hyung."

Bergegas Yoongi mengantarkan pesanan tersebut. Tempatnya tidak begitu jauh. Hanya 5 menit dari restoran. Begitu tiba, pintu gerbang terbuka. Tapi yang membuat terkejut adalah, Jungkook ada disana.

"Hyung? Wahh.. Aku tidak menyangka."

"Siapa Jung?" Yoongi menoleh, ada lelaki lain disana. "Eoh Hyung. ini kakak kelas ku, Yoongi. Dan Yoongi Hyung, ini kakak ku Seokjin."

"Halo," sapa Yoongi sembari menunduk sopan.

Karena tidak bisa berlama-lama, Yoongi segera pamit dan beranjak pergi. Pasti ada pesanan yang menunggunya untuk diantar. "Kalau begitu aku pergi dulu Jungkook."

"Iyaa, hati-hati Hyung. Sampai jumpa di sekolah besok."

Yoongi hanya tersenyum dan berlalu pergi. Benar saja, karena ini jam makan siang, restoran cukup ramai. Karena tidak ada pesanan untuk diantar, dia tetap disana. Berulang kali mengantarkan makanan dari dapur ke meja pelanggan.

"Yoongi, antarkan ke meja no.12 ya."

"Baik Hyung."

"Yoon, untuk meja no.2 ya. "

"NEE!!"

Begitu seterusnya hingga tidak terasa sekarang sudah pukul 9 malam. Sudah waktunya Yoongi untuk pulang. "Aku pulang dulu ya Hyung," pamitnya.

Setibanya di rumah sang bibi Yoongi tidak langsung masuk. Dia memilih duduk sejenak di kursi teras. Tangannya meraba kening. Sedikit panas, sepertinya dia akan terserang demam. Dengan segera Yoongi mengambil obat penurun demam dan sebotol air yang memang selalu ada di dalam tas.

Setelah meminum obatnya Yoongi kembali terdiam. pandangannya menerawang jauh. Raganya mungkin ada disini, tapi jiwanya entah ada dimana.

"Hahh..."

Hela napasnya terdengar samar. Pada waktu seperti ini Yoongi sering kali berpikir, apakah sang ibu masih mengingatnya? Adakah kalanya ibu memikirkan Yoongi?

Entah dia sudah makan atau belum, entah dia sehat atau tidak. Setidaknya satu kali saja. Pernahkah Yoongi terlintas di pikiran sang ibu?

Sesekali Yoongi merasa iri ketika bibinya begitu mengkhawatirkan Taehyung atau Namjoon saat mereka sakit. Rasanya Yoongi juga ingin. Seingatnya, ibu tidak pernah memperlakukannya begitu. Entahlah. Dia yang lupa atau memang tidak pernah. Yoongi juga tidak yakin.

Karna sejauh yang bisa Yoongi ingat, ibu selalu bersikap tidak peduli padanya. Sering kali tidak ada dirumah ketika Yoongi pulang sekolah, dan berakhir ia sendirian hingga malam tiba.

"Yoongi berharap masih bisa bertemu ibu lagi suatu hari nanti. Lalu kita menghabiskan waktu layaknya ibu dan anak walaupun hanya satu hari. Kalau tidsk bisa sehari, satu jam juga tidak apa-apa. Yang terpenting Yoongi bisa mengungkapkan betapa besar rasa sayang Yoongi untuk ibu."

Setalah puas mengistirahatkan tubuhnya sejenak, dia bangkit dan masuk ke dalam. Hanya untuk mendapati betapa kacaunya rumah itu. Kulit kacang dimana-mana, kaleng cola yang berserakan dan sebagian isinya mengotori lantai. Juga jangan lupakan bantal sofa yang tercecer di bawah.

"Bagaimana bisa rumah ini begini kacau," gumamnya."

Tapi sepertinya tidak cukup sampai disana. Ketika dia melangkahkan kakinga keruang makan dan dapur, kekacauan yang sama juga menyambutnya disana.

"Hah..."

Hela napasnya kembali terdengar di malam yang sunyi itu. Tangannya mengepal, mencoba untuk meredam gejolak emosi di dadanya. Mau bagaimanpun situasinya, Yoongi tidak dapat menolak ataupun menghindarinya. Dia hanya menumpang disini. Sudah seharusnya melakukan ini jiks tidak ingin ditendang dam diminta pergi.

Jadi, setelah menekan gejolak emosinya Yoongi mulai bergerak membereskan kekacauan ini. Walaupun jam sudah menunjukkan pukul 10, semua ini sudah harus selesai sebelum pagi datang.

°°°

Hampir tengah malam, dan Yoongi baru saja selesai dengan pekerjaannya. Dengan lemas dia mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Perutnya sedikit perih karena belum diisi makanan sejak siang tadi.

SREKK

"H-hyung."

Entah untuk alasan apa, Namjoon sudah ada didepannya dengan sebungkus makanan.

"Untuk mu," lalu dia beranjak dan mengambil segelas air.

"Terimakasih."

Bagi Yoongi, Namjoon itu jadi menakutkan sejak ia mulai tinggal disini. Padahal seingatnya, dulu Namjoon adalah kakak sepupu yang baik. Mereka kerap kali bermain bersama ketika kecil. Tapi semuanya tiba-tiba berubah. Sekarang, berada di dekat Namjoon cukup untuk menaikkan kadar waspada dalam dirinya.

Jadi, diberi makanan oleh Namjoon tidak pernah ada dala bayangan Yoongi sebelumnya.

"Hyung baru pulamg?"

"Bukan urusan mu. Cepat makan dan masuk kamar.'

Setelah memberanikam diri untuk bertanya, jawabannya tetap ketus dan datar. Tapi tidak apa-apa, Yoongi tetap senang dan merasa bersyukur atas makanan yang Namjoon berikan.

-

Lieverd Of SoraWhere stories live. Discover now