Barbaric Scene

1.1K 70 8
                                    

Lolipop terakirku sudah habis bertahun-tahun yang lalu, dan pikiran warasku baru kembali akhir-akhir ini.

Jangan salahkan aku, salahkan sensasi candu yang ditimbulkan lolipop itu pada tubuhku.

Sialnya, sekarang dengan pikiran yang tak begitu dipengaruhi sensasi lolipop, aku semakin stres. Jika aku memikirkan betapa malang nasip setiap gadis yang eksistensinya kuserap, aku jadi merasa marah pada diriku dan kembali ingin mati. Namun, jika memikirkan aku menyia-nyiakan sari hidup mereka begitu saja, aku juga merasa bersalah jika aku mati percuma.

Menghabiskaan waktu menjadi pahlawan jelas bukan gayaku, aku diciptakan bukan untuk tujuan itu. Jadi sekali lagi jangan salahkan aku, jika aku lebih memilih mengembara tanpa tujuan. Aku melakukan apa yang kuinginkan dan berjalan ke mana kakiku ingin melangkah.

Aku cukup sering mengunjungi goa si pemuda naga, namun tinggal di sana juga bukan gayaku. Tempat terpencil itu terlalu mengingatkanku pada kamar yang mengekangku selama ratusan tahun di istana.

Jadi, hari-hariku lebih banyak habis diperjalanan, dan aku sempat berjalan cukup jauh menjelajah benua Authere hingga nasib mempertemukanku dengan seorang pria dari ras Amberstar yang memiliki rasa ingin tahu berlebihan.

Aku sudah terbiasa dengan para lelaki yang memandangku dengan tatapan penuh nafsu, tapi ini pengalaman pertamaku berhapan dengan lelaki yang memintaku agar aku menjadi bahan penelitiannya.

Reluz si pria Amberstar, begitu penasaran dengan diriku yang katanya merupakan kombinasi rumit dari berbagai ras namun entah bagaimana bisa berwujud seperti manusia normal. Tak hanya itu, Reluz juga berkeras ingin membuatkan lolipop untukku walaupun aku tidak memintanya. Sebenarnya sifat arogan Reluz sering membuatku kesal, kalau bukan karena si pemuda naga yang membujukku untuk bersabar hingga penelitian Reluz berhasil, mungkin... ah sudahlah aku malas memikirkannya.

"Hai manis, dagingmu terlihat kenyal dan begitu menggoda." Sapaan sebuah suara serak menghentikan langkahku.

Aku melirik ke arah sumber suara dan mendapati seekor serigala berbuluh hitam yang tinggi kurus. Serigala itu tetap tak melepaskan pandangannya padaku sementara tubuhnya perlahan-lahan berubah menjadi seorang lelaki dewasa.

Aku mendesah, ketelanjangan pemuda dari ras Wolf di depanku bukan hal yang mengejutkan, hal yang membuatku risih justru keberadaannya yang sebentar lagi akan menambah daftar panjang korban yang mati karena diriku. Bukannya aku sok hebat, tapi ia juga bukan ras Wolf pertama yang menghalangi jalanku. Ah, aku benci situasi begini.

Pemuda Wolf di depanku tampak kelaparan, sangat kelaparan, liur yang mengalir keluar dari mulutnya jelas menunjukan itu. Bukan gairah, tapi rasa lapar dalam arti sebenarnya. Sepertinya ia belum memenuhi asupan-daging-lima-kali-seharinya.

Aku yakin aku benar, karena tanpa menunggu ia langsung menerjang ke arahku.

Untung saja ia belum sampai menyentuhku, ketika seekor serigala lain berwarna coklat tiba-tiba muncul dan langsung menabraknya hingga terguling-guling di tanah.

Dalam sekejap pemuda itu sudah berubah kembali menjadi wujud serigalanya dan balas menerjang si serigala coklat.

Mengacuhkan kedua serigala yang sibuk memperebutkan makanan yang tidak lain adalah diriku sendiri, aku segera berbalik. Sayangnya kemampuan pendengaran super tidak diperlukan seorang gadis penghibur, jadi aku tidak diciptakan dengan kemampuan itu, akibatnya aku tidak bisa mendengar kedatangan sekumpulan serigala yang ternyata sudah membuat barisan dibelakangku.

Seringaianku muncul saat menyapukan pandangan ke arah serigala-serigala yang jumlahnya lebih dari lima belas ekor itu. Sepertinya ini hari keberuntungan Reluz, aku akan membawakannya sekawanan Wolf sebagai hadiah kunjunganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beloved SalveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang