Ada satu hari di mana mata kecil bisa melihat langit bersemu kuning cerah; mega, sang awan, tampak lebih bersih dan bertekstur. Tangisan langit sudi menyapu polutan di atmosfer. Di kejauhan, bianglala melambung indah dengan warna-warni yang dramatis.
Sebuah panorama yang patut dipuja keindahannya.
Namun semua kemegahan itu terasa hampa bagi bocah kecil yang hanya bisa berpacu cepat dengan langkah ringkih di atas rerumputan basah.
Mata sengaja dialihkan ke bawah, menghindari langit. Setiap langkah menyisakan gemetar tubuh, dan bibir kecilnya terus merapal berbagai mantra guna mengusir naga tujuh warna yang sedang meminum air di atas sana.
Keringat dingin membasahi punggung kecilnya. Ia menoleh ke belakang, bergidik ngeri, merasa langit seolah membuntuti langkahnya yang mulai melemah.
Ia tersungkur, meremas rumput tak berdosa dengan tangisan pilu yang sia-sia tertelan tiupan angin.
Ketika jarum jam bergerak perlahan dalam hening, telinganya bisa menangkap derap langkah dengan irama teratur mendekat.
Penyelamat itu mengulurkan tangan.
"Semua orang punya rasa takut," suara bariton yang terdengar halus dan menenangkan menyapa udara sejuk selepas hujan.
"Tapi gak semua orang tahu cara mengendalikan ketakutannya,"
Bocah itu mengerutkan wajah seiring jemari kecilnya menerima uluran telapak tangan besar yang terasa lembut dan hangat.
"-dan itu yang disebut berani." sambungnya mengakhiri.
Netra cokelat keduanya bertemu, silih memantulkan ekspresi yang berlawanan. Sang Bocah kini mulai bisa bernapas tenang dan Sang Penyelamat hanya mengulas senyum tipis andalannya.
Telapak tangan besar itu kembali terulur.
"Ayo, Shean."
Keduanya berjalan santai menyusuri padang rumput. Bunyi belecak tercipta pada tiap pijakan. Langkahnya tertuju mendekat pada pelangi yang masih setia menunggu di cakrawala ujung sana.
Anak itu tertoleh, mengangkat kepala karena lawan bicaranya menjulang tinggi di samping. Ditatapnya bingung raut tenang laki-laki-yang ia sendiri tak tahu siapa.
"Gak usah takut, gak ada keindahan yang pantas ditakutin, justru mereka ada untuk dikagumi."
Sang Bocah menghela napas panjang. Tak begitu paham namun kecil dari besar yang ia tangkap adalah jangan takut sama pelangi lagi.
Benar, seperkian detik berikutnya mata kecil itu berani terbuka bebas. Menatap apapun yang ada di depan mata.
Sepertinya ia sudah cukup berani.
"Kak." panggilnya, menghentikan tuntunan langkah laki-laki itu.
Begitu ekor mata melirik ke arahnya, napas berat ia buang sejenak, lalu mengalunkan nada suara yang terdengar serius.
"Jangan panggil aku Shean lagi,"
Napasnya tercekat sebelum suara bergetarnya kembali terdengar.
"Nama itu.. penyakit kata mereka."
Sudut bibir Sang Penyelamat terangkat tipis mendengar pengakuan penuh arti itu.
"Oke, Rafael."
YAMAI (病) - Kanemoto Yoshinori
. . . .
[Main Cast]
Shean Rafael Damian
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rebecca Stefania
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
. . . . .
Rencananya ini projek Spin-Off. Sekarang lagi fokus ke cerita Yoshi dulu, untuk member lain bakal nyusul satu-satu setelah cerita ini tamat. Yang pasti bakal tetep berlanjut kalo ceritanya pada laku TwT.
Mereka masih di universe yang sama, aku buat titlenya 'Tre10 Universe'.
Sebenernya untuk karakter cewek aku punya inspirasi dari banyak orang tapii gak ku spill yang asli biar kalian bisa mainin imajinasi kalian masing-masing^
Untuk alur dan latarnya dibuat melokal xixixi.
Dan untuk karakter lain bakal dikenalin bertahap, biar gampang diingetnya.
Kalo ada saran, kritikan atau apapun tell me, ok?
Tinggalkan jejaknya kalau suka^
Ga berharap banyak sih tapi semoga rame. Nanti ku lanjutt.