Chaos.
Kata itu benar-benar deskripsi yang cocok untuk situasi kacau dan dingin yang kini dialami oleh Orion dan Astana. Suasana lorong rumah sakit yang dari awal sudah ricuh, kini semakin ricuh karena kedatangan orang-orang berjas dengan kondisi basah kuyup - dan seorang pemuda yang terbaring di atas brankar,
Abel.
Tubuh Abel luar biasa dingin, dengan kulit yang mengkerut efek menyerah pada air yang masuk ke dalam paru parunya hingga pertolongan pertama yang diberikan sang ayah pun tak bisa membuatnya kembali pada mereka. Puluhan kali RJP (Resusitasi Jantung Paru) dengan 30 kompresi dada diikuti 2 napas buatan telah diberikan tenaga medis sejak ia berada dalam ambulance - tapi napas Abel masih lemah dengan resiko henti jantung yang dapat terjadi kapan saja.
Rasa penyesalan yang menghantui Orion membuat pria setengah baya itu bahkan tidak bisa mengangkat kepalanya lagi. Astana di sebelahnya pun hanya diam menatap pintu UGD yang tertutup, lorong disekitar mereka riuh - bukan hanya mereka yang khawatir takut akan kehilangan sosok keluarga.
"i could've - i could've be better dad..." Orion berbisik dengan getaran dalam tiap helaan napasnya. Semesta memandanginya dengan tatapan tak terbaca - bingung antara marah atau turut sedih dalam tragedi ini.
Ia juga dilanda kebingungan, tatapannya tak lepas dari pintu kaca yang tertutup itu. Di mana tenaga medis berlalu lalang dengan sibuk, menjadi perpanjangan tangan tuhan untuk menyelamatkan umatnya. Pikirannya kosong, seharusnya ia percaya bahwa Abel tidak menginginkan perjodohan itu sama sekali, dan tetap akan memilih ia hingga akhir. Tapi egonya yang tersakiti karena sosok yang disamdingkan dengan Abel membuat ia buta.
"Yeah, but you didn't." balas Astana ringan. Ia tau benar, seberapa besar penyesalan yang kini dirasakan oleh Orion,
karena ia pernah mengalami hal yang sama.
Orion bangkit dengan tertatih, Astana menggeleng pada Angkasa - isyarat agar tidak ada satu 'pun dari mereka yang mengikuti Orion. Ia tersenyum kecil saat Eros menatapnya, membuat sang putra terdiam sejenak, dan menunduk kembali.
Eros merasa asing dengan senyuman ayahnya sendiri.
Udara di ruang tunggu dipenuhi bayangan doa-doa orang lain, hawa dingin steril dan antiseptik yang sama sekali tak ada hubungannya dengan suhu, melainkan hanya rasa takut. Setiap detak jam di dinding bagaikan hantaman palu yang menghantam kewarasan mereka semua, mengukur realitas baru yang mengerikan dalam detik-detik yang menyiksa. Mereka semua terjebak dalam limbo antara dunia yang dulu dan dunia yang mungkin akan menjadi, dan pikiranmu, sekutu yang berbahaya, berpacu melalui tayangan slide skenario terburuk, yang masing-masing lebih nyata dan mengerikan daripada sebelumnya.
Bagaimana jika Abel menolak diselamatkan?
Bagaimana jika Abel benar-benar memilih laut?
Setiap kali pintu berderit terbuka atau langkah kaki mendekat, jantung mereka berdebar kencang, bagaikan burung yang panik menabrak sangkarnya, bersiap menghadapi vonis yang seolah menghakimi rasa sesal dan takut yang mereka miliki.
"will be okay.." Eros berbisik pada Semesta, namun Semesta tau - Eros juga mengucapkan itu untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Bahwa Abel, seharusnya kembali pada mereka.
__________________________________________
Tatapan Orion kosong, tapi tajam. Pria setengah baya itu duduk di kursi dalam ruang do'a, menatap patung tuhan yang telah ia lupakan eksistensinya, dan putuskan tak mau percaya lagi ketika Yang Esa merenggut sang istri darinya tanpa belas kasih.
"you will not.. take my son. not again." Ia berbisik, dadanya terasa berat.
Orion memejamkan mata, enggan mengeluarkan kata-kata yang terasa asing di lidahnya, canggung dan berkarat karena belasan tahun tak terpakai. Selama bertahun-tahun, jiwanya bagaikan ruangan terkunci, dan nama Tuhan bagaikan kunci yang telah lama dibuang, ternoda oleh kesunyian dan kepahitan yang tenang dan mendarah daging. Namun di sini, dalam kegelapan yang mencekam dan mutlak, bayangan Abel tak dapat membuka matanya lagi, seakan menjadi hitungan mundur yang rapuh dan berdetak.
ВЫ ЧИТАЕТЕ
I'm The Main Characters
Подростковая литератураAkihiro Kanarae adalah remaja berumur 18 tahun yang mempunyai hobi membaca, dan menonton film. Cewek ini lebih suka membuat kudapan kecil untuk Papa daripada menghabiskan waktunya untuk pacaran. Akihiro Kanarae itu tidak punya banyak teman. Baginya...
