3. [ Kata-Kata Tak Terbaca ]

9K 646 14
                                    

Malam itu terasa amat pekat. Jalanan sudah mulai lengang ketika dirasa cuaca agak memburuk. Angin sepoi-sepoi menyerbu dari kejauhan. Serta merta membuat pohon-pohon rindang bernyanyi-nyanyi pelan.

Sebuah motor hitam melaju dari utara dengan kecepatan tinggi. Erro merapatkan jaket kulitnya ketika hawa semakin menusuk. Beberapa meter dari kejauhan tampak kompleks perumahan yang sudah tak asing di matanya. Sedikit penasaran dibelokkannya arah motor dan menembus kompleks perumahan indah itu. Motornya terhenti di depan sebuah rumah berliteratur modern dengan corak warna-warni di sisi pagar.

Erro melepas helmnya pelan-pelan. Menimang-nimang sejenak sebelum akhirnya memutuskan menekan bel. Tak lama kemudian sosok laki-laki menjulang tinggi datang dan membuka gerbang. Laki-laki itu Fahrezzy—kakak Echa.

"Bang Izzy, Echa udah pulang, kan?" tanya Erro to the point. Dia hanya ingin memastikan saja kalau Echa sudah sampai di rumah dengan selamat. Tanpa kurang satu apapun.

Alis Izzy mengerut samar. "Loh, bukannya Echa sama lo? Harusnya gue yang nanya, Ro. Kemana aja lo nyulik adik gue seharian ini?" sahutnya heran.

Seketika raut wajah Erro menegang. "Echa belum pulang?!" jeritnya keras.

Izzy menggeleng. "Gue kira sama lo. Jadi gue aman-aman aja. Nggak taunya—"

Erro segera berlarian keluar. Tak dihiraukannya lagi suara teriakan Izzy. Bahkan seruan Om Farhan dari balik rumah dia abaikan juga. Dia tak peduli hal lain lagi. Dia harus segera mencari Echa dan membawanya pulang sekarang juga. Dalam hati dia memaki-maki dan mengumpat.

Tampilan aja sok pinter. Nggak taunya berandal juga. Sialan! Berani banget dia bawa pergi cewek gue sampe malem gini.

Erro baru saja akan menyalakan starter motor ketika sorot lampu dari kejauhan menyita pandangannya. Dengan mata menyipit tajam, diamatinya motor putih yang melaju cepat itu. Sosok Rio langsung tertangkap lensa matanya.

Erro membanting kasar helmnya dan segera menghalangi laju motor. Hingga beberapa detik kemudian terdengar suara rem berdecit amat keras.

"Gue udah bilang jangan pulang malem-malem!" teriak Erro pada Rio yang masih mengenakan helm. Tampak sekali bahwa laki-laki itu tengah tersulut emosi. Lalu pandangannya jatuh pada Echa yang masih sibuk mencerna apa yang terjadi. Gadis itu masih duduk di jok belakang dengan pandangan tak percaya.

Erro menyipit dan tanpa sadar menatap gadis itu dengan tatapannya yang tajam. "Cha, turun cepet!"

Echa menatapnya kesal. "Apaan, sih? Lo nggak tahu ya Jakarta macet!"

"Gue nggak peduli! Buruan turun!" Erro meraih tangan Echa dengan paksa dan menariknya untuk turun. Echa memberontak membuat Erro bersikap semakin kasar. Dia bersiap menggendong Echa bila gadis itu tak kunjung turun juga.

Rio meraih tangan Erro dan mencekalnya dengan kuat-kuat. "Jangan kasar sama cewek dong!"

"Bukan urusan lo!" Erro menghempaskan tangan Rio. Kemudian kembali menarik Echa agar segera turun. "Buruan turun!"

Echa merutuk kesal. "Gue bisa sendiri!" ketusnya jengkel.

Perlahan Echa turun dari jok belakang motor Rio. Ditatapnya Rio dengan pandangan bersalah. Rio hanya mengangguk dan memberi kode agar Echa segera masuk ke dalam. Echa mendesah dan memaksakan senyum kecut.

"Udah nggak usah mesra-mesraan! Buruan masuk!" Erro menarik Echa ke dalam rumah. Kali ini lebih kasar dari sebelumnya. Cepat-cepat dirapatkannya gerbang rumah Echa agar tak seorang pun bisa masuk lagi. Termasuk Rio. Sampai akhirnya tak lama kemudian terdengar suara motor menjauh. Pasti Rio sudah pergi.

Imperfect Angel (Sudah Terbit) ENDWhere stories live. Discover now