Alena mengangguk. “Iya, Ma.”

“Nenek gimana? Kamu jaga Nenek ya. Jangan terlalu manja sama Nenek. Kamu sudah besar. Bukan anak kecil lagi,” ujar sang Mama.

Alena lagi-lagi mengangguk. Mamanya memberikan banyak wejangan, Alena mengiyakan hingga akhirnya video call terputus.

Alena membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya yang dihiasi dengan lampu-lampu kecil karena Alena memang tidak suka terlalu terang.

Sebenarnya apa yang dia pikirkan?

Mengapa ia selalu memikirkan Ghifary akhir-akhir ini?

Tangan Alena meraba menyentuh dadanya. Getaran yang semakin kencang terdengar saat lagi-lagi wajah Ghifary yang muncul dalam benaknya.

“Ah, bisa gila gue lama-lama!” decaknya, kemudian memutuskan untuk meraih hoodie dan pergi ke minimarket setelah berpamitan pada neneknya.

***

“Nak, sudah pulang? Ibu minta tolong antar pesanan cathering ke alamat ini ya!”

Ghifary yang baru saja pulang latihan mendapati perintah dari sang ibu. Rumah mereka semakin terlihat sempit karena banyak barang. Aroma masakan menguar di seisi rumah. Ghifary tersenyum meski ia merasa begitu lelah.

“Iya, Bu.”

Dia adalah anak laki-laki. Ghifary dibesarkan hanya oleh seorang ibu. Sudah sepantasnya dia mengabdikan dirinya sejak usia muda untuk berbakti kepada satu-satunya orang yang menyayanginya.

Tanpa berganti seragam, dia mengambil kunci motor. Menaikkan pesanan cathering dan bersiap mengantar ke alamat penerima.

Ghifary sudah terbiasa melakukan ini. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain bersyukur. Ibunya masih bisa memberinya uang untuk sekolah. Mereka bisa makan dan tidur dengan nyenyak. Kondisi mereka semakin membaik meski kata miskin sudah seperti mendarah daging.

Ah, dia teringat ucapan seseorang.

Dulu, Alena adalah anak yang manja dan gampang menangis. Ghifary sangat terkejut mendapati Alena sudah masuk PAUD. Harusnya, Alena masuk PAUD tahun depan karena umurnya kurang. Tetapi, entah mengapa guru mereka mengizinkan Alena untuk bergabung.

Alena sering menangis. Ghifary terkadang ingin mendekati dan menghiburnya. Tetapi, dia merasa tidak bisa. Entah mengapa.

Suatu hari, Alena berani mendekatinya dan mengatakan ingin berteman dengannya.

Anak cengeng itu mau berteman dengannya?

Ghifary bukannya tidak mau. Tapi, dia selalu melihat Alena pulang pergi di antar mobil mewah. Alena selalu terlihat cantik meski dia selalu menangis di sekolah. Alena sering membeli jajanan dalam jumlah banyak untuk dibagikan ke teman-temannya.

Perasaan kecil itu muncul. Apakah dia bisa berteman dengan Alena yang serba memiliki semuanya itu?

“Ghifary, kamu udah mau pulang?” tanya Chandra.

“Iya, kenapa?”

“Katanya Alena mau berteman sama kamu? Kamu jawab apa?” tanya Chandra penasaran.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

In My MemoryWhere stories live. Discover now