since i met you,
since i love you,
since i forgot u.
Alena yang keras kepala bertemu dengan Ghifary yang sama keras kepalanya.
Mereka bertemu dengan cara yang tidak baik.
Puncaknya, ketika dua manusia itu harus berada di kelas yang sama saat ke...
Alena tidak sudi disentuh olehnya. Meski yang disentuh Ghifary adalah tasnya.
“Hah! Lo tuli ya? Punya telinga cuma buat pajangan doang?!” gertak Ghifary.
Lihat, Alena sudah mengatakan bahwa cowok itu bermulut tajam seperti silet kan? Alena memang tidak pernah salah menilai orang. Dia memang menyebalkan sejak pertama bertemu dulu.
Hari ini, dia juga sama menyebalkannya.
“Kenapa?! Enak aja lo ngatain gue seenak jidat lo yang selebar lapangan bola itu!” balas Alena.
Perseteruan keduanya tentu saja menjadi tontonan semua murid. Mereka penasaran karena ada murid baru yang berani melawan Ghifary. Serta Ghifary yang selama ini selalu diam, bisa mengoceh bak burung beo hari itu.
“Lo nggak lihat? Buta mata lo? Dalam kelas abis di pel. Lo harus nunggu di luar sampai lantainya kering.” Ghifary menatap tajam Alena. Dia menunjuk kelas mereka yang kosong. Anak-anak memang semuanya berada di luar.
“Lo gila ya?! Kan bisa lo ngomong baik-baik! Bikin malu aja.” Alena menatap sekitar. Entah mengapa, tatapan mereka berbeda. Tidak seperti kemarin. Ada apa? Apa dia salah?
Tapi, seharusnya Ghifary juga salah kan?! Dia menarik tas Alena hingga Alena hampir terjatuh di lantai yang licin!
“Lo yang gila. Makanya jalan pake mata!”
“Jalan ya pake kaki, cowok galak!”
“Cewek gila!”
“Cowok jahat!”
“Hah, benar-benar. Lo nggak mau nyerah?” decak Ghifary.
“Kenapa gue? Lo kan cowok, harusnya minta maaf duluan!” Mendengar itu, sebagian murid bersorak. Kini, mereka terbagi menjadi 2 kubu. Kubu Alena dan Ghifary. Mereka mulai saling mempertanyakan siapa yang akan memenangkan perseteruan tersebut.
“Emang lo doang yang punya harga diri?!” Ghifary tak mau kalah. Egonya mengatakan Alena tidak boleh selalu menang. Alena yang salah. Dia yang harus mengalah untuk meminta maaf.
Ghifary sudah datang pagi sekali untuk piket. Dia menyapu, mengepel sendirian karena merasa kelas begitu kotor. Dan anak-anak lain yang seharusnya piket pagi itu tak kunjung datang.
“Emangnya gue tau kalo lantainya basah? Lo nggak nandain apa-apa di depan pintu! Salah lo sendiri!” balas Alena. Dia menunjuk wajah Ghifary yang menatapnya tajam sejak tadi.
Ah, pertemuan kembali mereka rupanya hanya membuat semuanya semakin buruk saja.
“Heh, cewek bego. Lo harusnya liat di dalam kelas nggak ada orang!”
Perkataan Ghifary sukses membuat Alena sakit hati.
Selama ini, Alena selalu bertahan meski Ghifary mengatai Alena dengan tajam. Tapi, ini pertama kalinya Alena dikatai bodoh.
Oleh Ghifary.
Oleh seseorang yang dia suka.
Oleh cinta pertamanya.
Hingga kini, bahkan Alena masih mencintainya.
Ghifary terkejut melihat Alena mulai menangis. Meski tak ada suara, dia jelas melihat Alena meneteskan air mata.
Sorakan semakin gaduh. Orang-orang yang baru datang ikut menonton. Suasana semakin tidak kondusif.
Saat ini, posisi Ghifary tersudut. Dia seperti seorang pembully yang membuat murid baru menangis di hari kedua bersekolah.
“Dasar cowok miskin. Emang lo berhak ngatain gue kayak gitu?”
Skakmat.
Pukulan telak bagi Ghifary.
Setelah kejadian itu, seantero sekolah tahu bahwa mereka bermusuhan. Mereka terlihat sangat saling menebar kebencian.
🏹🏹🏹
Hihi. Mulut siapa yang lebih tajam, menurut kalian?
Sejauh ini, kalian tim siapa? Alena atau Ghifary?
Vote dan komen kalian sangat aku tunggu. Silakan komen apa saja. Nanti aku balas 😉
Sampai jumpa di chapter selanjutnya <3
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.