Hati Melinda seperti tertusuk duri. Tapi, dia tidak akan menyerah! Ini baru permulaan. Masih banyak hari yang akan mereka lalui bersama. Melinda akan menggunakan setiap kesempatan untuk mendekati Ghifary.

“Gue juga nggak tahu. Tapi, banyak banget mobil mewah di luar.”

“Mungkin Ketua Yayasan?” pikir Melinda.

Melinda dan Rio seketika menjadi akrab. Mereka membicarakan banyak hal. Ghifary hanya menjawab sesingkat mungkin ketika Melinda bertanya ini dan itu. Dia tidak punya tenaga untuk meladeni seorang cewek yang terlihat jelas niatnya untuk mendekatinya itu.

Semua murid seketika langsung menyerbu masuk ke dalam kelas ketika bel masuk berbunyi. Diikuti langkah sepatu pantofel.

Kelas baru. Murid baru. Wali kelas tentu saja baru.

Beliau tidak banyak memperkenalkan diri. Namun, kabar ada anak murid baru mengejutkan seluruh kelas tersebut.

Jarang sekali sekolah mau menerima murid baru. Dari tahun ke tahun, sekolah mereka selalu mendapat siswa lebih banyak. Mungkin karena sekolah semakin meningkatkan Akreditasi sehingga orang tua mampu membayar mahal demi masuk ke sekolah itu.

“Baiklah, nggak usah lama-lama. Alena, perkenalkan diri kamu,” ucap Bu Vemita.

Deg.

Mendengar nama itu, membuat Ghifary yang sejak tadi merasa tenang seketika menegang di tempat. Matanya melebar melihat sosok itu berjalan memasuki kelas dengan santai.

Alena.

Ghifary tidak pernah melupakan nama itu. Sudah bertahun-tahun lamanya mereka tidak bertemu.

Kenapa sekarang?

“Halo, selamat pagi. Perkenalkan, nama saya Ranaima Alena Kohler. Panggil saja Alena. Sebelumnya saya bersekolah di Jakarta. Tapi, karena suatu urusan saya harus pindah kesini. Kebetulan ini tempat lahir saya dulu. Semoga teman-teman di sini senang berteman dengan saya,” ucap Alena panjang lebar.

Suaranya yang sopan membuat anak-anak bertepuk tangan.

Mereka juga mengagumi kecantikan Alena.

Ghifary tidak pernah menyangka mereka akan bertemu kembali.

Kapan ya? Sepertinya saat mereka masih kecil dan berada di PAUD.

Seharusnya Alena menghilang saja seperti dulu. Jangan kembali lagi. Ghifary membuang muka ketika Alena menatapnya.

Benar.

Mereka sudah lama tidak bertemu. Seharusnya mereka tidak usah saling menyapa lagi. Anggap saja Alena seperti angin di sana. Ghifary hanya perlu menjauhinya. Seolah tidak pernah kenal sebelumnya.

“Hmm, cantik ya? Tinggi juga. Kira-kira olahraga apa ya?” celetuk Rio, dia menatap Alena yang sedang duduk dengan tersenyum.

Ghifary melempar buku di wajah Rio. “Geli, bego.”

***

Alena duduk di kursi penumpang. Pak sopir memperhatikannya dari kaca spion.

“Mbak Alena, gimana hari pertama sekolahnya? Apa ada teman lama Mbak Alena waktu dulu sekolah?” tanya Pak Wahid. Sopir yang sudah bertahun-tahun berkerja di keluarga Alena. Bahkan, sebelum Alena lahir beliau sudah berkerja dengan kakeknya. Sudah selama itu, tapi Pak Wahid belum mau pensiun.

In My MemoryWhere stories live. Discover now