Gue gak tahu berapa lama gue diem di depan cermin. Tatapan gue nabrak bayangan sendiri- berantakan, pipi masih ngebekas warna merah muda, bibir... ya, lo tau lah. Masih ada rasa dingin sisa malam kemarin, atau mungkin emang masih ada dia di kepala gue.
Dan di bibir gue.
"Kamu selalu cari masalah, Gee."
Nada suaranya masih nempel. Suaranya pelan, rendah, tapi ada satu hal yang gak bisa gue lupain, cara dia narik napas waktu jarak kita udah nyisa setengah sentimeter.
Gue masih inget persis.
Gue gak pernah nyangka akan segila itu. Rooftop apartemen, angin malam, city lights... dan dia, berdiri setengah langkah lebih deket dari yang seharusnya. Gue bilang apa waktu itu? Gue lupa. Tapi gue inget gimana dia nunduk, tangannya megang dagu gue pelan, dan,
"Aku nyium kamu bukan karena aku pengen manis-manisan, Gee. Tapi karena aku gak tahan kalau kamu terus godain aku kayak gitu."
Godain?
Hah. Salah gue apa kalo suara gue emang manja pas ngambek?
Gue cuma bisa nunduk, senyum-senyum kayak orang bego, sementara dia nahan tawa, lalu ngebisik pelan sebelum pergi,
"Besok pagi, kamu duduk deket aku. Gak usah banyak alasan."
Dan pagi ini...
"ZELL! CEPETAN, CLASS DIMULAI!"
Rio udah berdiri di depan motor gue, dengan Lisya yang bawa tote bag segede karung beras.
"Lo nyantai banget sih, kelas Pancasila tuh jam 08.00!"
"Gue tahu!" Gue ngibrit, ngecek kaca helm, terus naik Vespa sambil ngerasa deg-degan bukan karena dosen. Tapi karena satu nama: Druvian.
Sampai kampus, ruang kuliah udah mulai rame. Kelas Pancasila diadain bareng jurusan lain juga, jadi gak heran kalo suasananya kayak pasar. Gue, Rio, dan Lisya duduk di baris tengah, baru aja naro tas, tiba-tiba...
"Gizell."
Suara bariton itu lagi.
Gue nengok, dan liat dia berdiri di deket meja dosen, udah pake ID card panitia. Kemeja hitam, rambut agak acak, dan-kenapa sih dia selalu keliatan kayak poster Dark Academia?
"Lo duduk sini aja," ujarnya sambil nunjuk kursi kosong tepat di deretan depan.
"Lo disuruh dosen?" gue tanya pura-pura bego.
Dia gak jawab, cuma naikin satu alis dan ngebisikin pelan pas gue lewat,
"Gue yang nyuruh."
Gue duduk. Sambil nahan jantung biar gak lompat keluar dada.
Oke, ini resmi-gue gak akan bisa fokus belajar hari ini.
---
FLASHBACK - ROOFTOP TADI PAGI, PUKUL 06.48 WIB
Udara pagi masih dingin. Jakarta belum sempat bising. Dan Gee berdiri di depan pintu rooftop, jantungnya udah ke mana-mana. Tangannya dingin, tapi bukan karena angin.
Karena dia tahu, siapa yang nunggu di balik pintu itu.
Klik.
Druvian berdiri membelakangi pagar pembatas, tangan masuk ke saku hoodie. Pandangannya ngarah ke langit, tapi saat denger langkah Gee, dia noleh pelan.
Matanya langsung nemu mata Gee. Lurus. Dalam. Gak ada senyum.
Cuma tarikan napas. Dalam. Berat.
"Datang juga."
Gee mendekat, pelan. Masih agak canggung setelah semalam. Setelah...
setelah dia kabur.
"Sorry-aku kemarin..."
"Aku tahu." Druvian memotong pelan. "Kamu panik."
Gee diem.
"Dan sekarang?" tanya Dru. Suaranya rendah, tapi penuh tekanan. Bukan marah. Lebih ke... kecewa. Tapi tertahan.
Gee gak jawab.
Dru ngelangkah pelan. Satu. Dua. Sampai mereka udah cuma sejengkal jarak. Matanya nggak lepas dari wajah Gee.
"Jangan tarik ulur, Gee," ucapnya pelan. "Aku gak suka dijadiin mimpi. Kalau kamu cuma mau aku waktu kamu lagi butuh pelarian... bilang sekarang."
Gee kaget. "Enggak. Bukan gitu."
"Tapi kamu kabur."
"Aku gak siap," bisiknya. "Kita... ini... apa?"
Druvian ngangkat tangan pelan, sentuh rahang Gee dengan lembut. Tapi matanya tetap tajam, intens, gak goyah sedikit pun.
"Kamu pikir aku siap?" bisiknya. "Enggak. Tapi tiap kali kamu dateng, aku jatuh lagi. Gak bisa berhenti."
Gee merem sejenak.
Napasnya berat. Tapi waktu dia buka mata, Dru udah lebih dekat. Jarak di antara mereka udah nggak ada.
Druvian nyium dia.
Lembut di awal. Tapi makin dalam, makin dalam... dan makin gak ada ruang buat mikir.
Tangan Gee naik ke belakang leher Dru, narik hoodie-nya pelan.
Dru nahan pinggang Gee, nyeret tubuhnya makin dekat.
Ciumannya bukan lagi basa-basi.
Itu pernyataan.
Klaim.
Dan waktu akhirnya mereka pisah napas, Gee masih menggigil.
"Mulai sekarang," bisik Dru di dekat bibirnya, "jangan kabur lagi."
Gee mengangguk pelan.
Dan untuk pertama kalinya, dia gak bohong.
---
YOU ARE READING
Gee & Dru ; Between Rules and Ruins
RomanceDi mata kampus, Gizell Damaris dan Druvian Thorne adalah musuh alami, ibarat gula dan garam, selalu adu argumen, selalu berseberangan. Gizell si bawel yang hobi pakai outfit pink dan naik Vespa maticnya, selalu jadi pusat perhatian karena tingkahnya...
