Ia melangkah lebih cepat, mencoba menepis perasaan canggung yang menyeruak. Setelah beberapa blok berjalan, Naveen akhirnya tiba di pintu masuk Distrik Duixle, jantung dari semua penelitian dan pengembangan teknologi di Neoklesia. Di sini, tidak ada ruang untuk kesalahan. Semua orang yang memasuki wilayah ini harus memiliki izin akses—dan dengan gelang jam identifikasinya, ia tidak perlu repot lagi.
Jika diperhatikan dengan seksama, tempat itu lebih terasa seperti museum birokrasi daripada pusat kekuasaan. Tak heran jika keamanannya begitu ketat dan akses masuknya cukup sulit.
Naveen terus berjalan menyusuri trotoar menuju gedung distributor lama di blok 7A dengan kebisuan yang menemaninya.
Namun, langkahnya terhenti saat matanya menangkap sosok di atas gedung, tepat di rooftop toko yang hendak ia tuju. Seorang gadis berdiri di sana, di pinggir pembatas beton yang hanya setinggi pinggang. Gaunnya tipis, tertiup angin. Rambutnya melambai pelan, seolah waktu berjalan lebih lambat hanya di sekelilingnya.
Jantung Naveen mencelos.
Tanpa pikir panjang, sepatunya menghentak masuk ke dalam gedung, ia segera menunjukkan akses masuk pada pria yang berjaga di pintu masuk, dan dengan cepat ia berlari menuju tangga darurat, setiap langkah seperti derit ketegangan dalam pikirannya. Dalam hitungan menit, ia menembus pintu rooftop, terengah—dan langsung berlari ke arah gadis itu.
Tanpa suara, tanpa sapaan, hanya keyakinan naluriah dan dorongan tak terjelaskan. Gadis itu akan melompat, pikirnya.
Jadi, tanpa berpikir dua kali, Naveen merengkuhnya dari belakang. Pelukannya kencang, panik, dan penuh kekhawatiran.
"Gue tahu ini terasa seperti akhir dunia," ucapnya pelan, nyaris gemetar. "Tapi tolong ... jangan lakuin ini!"
Gadis itu membeku selama beberapa detik, hanya ada sunyi di antara mereka, lalu ia berkata dengan nada datar yang lebih bingung daripada sedih,
"Kamu siapa?"
Naveen melepaskan pelukannya perlahan, masih menahan napas tatkala gadis itu menoleh padanya dengan alis bertaut.
"Aku hanya ... sedang menikmati angin sore," lanjut gadis itu, menatap Naveen datar. "Kamu pikir aku mau bunuh diri?"
Naveen benar-benar ingin ditelan lantai rooftop saat itu juga, dan pada akhirnya ia hanya menggaruk tengkuknya pelan. "Gue pikir, lo mau lompat. Maksudnya, dari bawah, posisi lo berdiri, keliatan kayak—gue minta maaf."
Gadis itu menatapnya, kali ini dengan ekspresi heran, namun samar. "Kamu selalu memeluk orang asing yang berdiri di pinggir bangunan?"
"Biasanya nggak," jawab Naveen, buru-buru menunduk. "Kali ini ... pengecualian."
Gadis itu menghela napas, lalu melangkah turun dari pembatas beton, kembali ke bagian aman rooftop. Ia berjalan beberapa langkah, lalu duduk dan menyandarkan tubuh ke dinding.
"Aku suka tempat ini. Lebih tenang," katanya. "Mereka tidak bisa mengikutiku ke sini."
Naveen mengernyit. "Mereka?"
Gadis itu tak menjawab langsung. Netranya hanya menatap langit yang kini berubah menjadi lebih cerah dari sebelumnya.
Seketika, ketegangan ringan di dada Naveen berubah menjadi rasa dingin. Ia melangkah mendekat, hati-hati.
"Lo tinggal di sekitar sini?" tanya Naveen, agaknya ia merasa ada sesuatu yang ganjil dari cara bicara si gadis. Bukan seperti gadis pada umumnya. Terlalu tenang. Terlalu tersusun, dan cukup kaku.
Dan ketika mata mereka bertemu, Naveen melihat sesuatu yang lebih dari sekedar keindahan, sekaligus kepedihan—?—lalu kilatan asing, seperti pantulan cahaya dari lensa, tersembunyi di balik pupilnya.
YOU ARE READING
NO CLUE [Republish]
Mystery / Thriller[ 🥇THE WINNER OF MOS WRITING CHALLENGE (MWC25) BY ANDROMOS PUBLISHER] Dua tahun lalu, Naveen Jarevariel menyaksikan berita tentang kematian seorang siswa Neocrown Academy yang cukup misterius, di televisi. Karena penasaran, ia pun mencari informasi...
X - Code Unknown; An Encounter on the Rooftop
Start from the beginning
![NO CLUE [Republish]](https://img.wattpad.com/cover/389264524-64-k109791.jpg)