PROLOG & 1 | THE UNWRITTEN READER.

336 46 25
                                        

⚔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚔.⋅˚₊‧ 🜲 ‧₊˚ ⋅⚔

Hujan turun tanpa suara. Angin mengetuk-ngetuk jendela tua yang berderit, dan rasa bosan membawa langkahnya ke balik pintu kayu yang setengah lapuk.

Rak-rak menjulang tinggi, dipenuhi buku-buku usang tanpa judul di punggungnya. Sebagian terselip rapi, sebagian lain miring seperti ingin jatuh.

Perempuan itu menyusuri lorong rak yang seperti labirin, jemarinya menyentuh buku demi buku hingga tangannya mengangkat sebuah buku dengan sampul gelap dan judul samar:
"The Unwritten Reader" — karya penulis fiksi yang selama ini hanya dikenal sebagai killiaskies.

Tak ada sinopsis di sampul belakang. Tak ada catatan pengantar.
Hanya halaman pertama yang terbuka oleh tangannya, seolah-olah menanti untuk dibuka.

Yuna tersenyum. Ini akan jadi salah satu malam panjang bersama dunia fiksi yang akan ia cintai ... begitu pikirnya.

Namun, tak satu pun dari novel yang pernah ia baca sebelumnya hingga membuat rak buku tua yang menjulang disekitarnya runtuh menimpa tubuh mungilnya.

⚔.⋅˚₊‧ 🜲 ‧₊˚ ⋅⚔


Yuna menarik napas panjang.

Ia menyentuh pelipis kulitnya yang hangat dan lengket. Darah. Luka terbuka mengalir pelan di sisi kepalanya. Rasa perih samar kalah oleh kekacauan yang lebih besar dalam pikirannya.

Di sekelilingnya, ladang itu sunyi.
Mayat berserakan tanpa urutan. Kuda-kuda tanpa penunggang berlari panik ke segala arah. Tidak ada tangisan ataupun teriakan.

Hanya keheningan yang terlalu mencekam untuk disebut damai.

Langit di atas menggantung kelabu, tak menunjukkan belas kasihan. Seolah turut menjadi saksi, tapi menolak ikut berduka.

Yuna berdiri goyah, menstabilkan tubuh Beatrice yang terasa asing.

Di kejauhan, suara dentang logam masih terdengar, cukup untuk membuktikan bahwa perang belum usai.

"Apa ini ... mimpi?" bisiknya.

Namun, rasa dingin di ujung jarinya, nyeri di dadanya, dan tanah berlumpur yang melekat pada sepatu besi itu tidak pernah terasa selembut mimpi.

Suara langkah mendekat membuat Yuna refleks memutar badan. Insting lama tubuh Beatrice bereaksi lebih cepat dari pikirannya. Tangannya langsung memegang pedang yang tergantung di pinggang, mengangkatnya ke posisi bertahan.

Lamat-lamat, semakin dekat. Namun, langkah itu seperti tak membawa ancaman.

"Beatrice."

Yuna menahan napas.

Siapa dia?

Senyum kecil terukir diwajahnya, itu menghangatkan. Namun, terasa asing.

Tubuh Beatrice merespons, seolah mengenalnya, sementara jiwa Yuna tak mengenal lelaki ini.

Pria ini ... siapa?

"Aku ..." suaranya nyaris tenggelam oleh gemuruh langit. "Kau siapa?"

Wajah lelaki itu perlahan berubah. Sorot mata yang tadinya menyipit kini berubah seolah berusaha memahami apa yang terjadi, ia maju perlahan, mengulurkan tangannya di pundak Yuna.

"Aku Lucien," katanya lembut. "Kau terluka. Kita harus kembali ke pos militer. Theodore mencarimu."

Dada Yuna terasa sesak saat mendengarnya. Theodore. Ia tahu nama itu. Ia ingat bagaimana nama itu disebut hampir ribuan kali dalam buku, bagaimana Beatrice mencintainya dalam diam, bagaimana Killia menggambarkannya sebagai pria rumit yang tak bisa dimiliki siapa pun sepenuhnya.

Yuna mengangguk pelan, walau pikirannya masih berkabut. "Bawa aku pergi dari sini," ujarnya.

Lucien menuntunnya menuju kudanya, dan Yuna naik dengan gerakan yang tak sepenuhnya ia kuasai.

⚔.⋅˚₊‧ 🜲 ‧₊˚ ⋅⚔

Terimakasih vote nya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE UNWRITTEN READER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang