Detik itu membuatnya bingung dan terluka, antara rasa malu dan gairah yang masih membekas di dadanya.
"Maaf, Megan," suara Eiser terdengar lirih, penuh penyesalan.
"Pergilah, jangan ganggu!" balas Megan ketus, matanya tak mau menatap.
Eiser mengangguk pelan, mundur beberapa langkah, memberi ruang bagi Megan. Ia membiarkan Megan sendiri, menahan rasa bersalah yang menyesak di dadanya.
Megan melirik ke arah Eiser yang perlahan menjauh dengan langkah pincang. Kulit kakinya tampak membiru, bekas tusukan paku yang masih terasa sakit. Pandangannya mengerut penuh campur aduk-antara kesal, iba, dan rasa bersalah yang mulai merayap di hatinya. Meski masih marah, Megan tahu luka fisik itu bukan cuma miliknya saja yang perlu disembuhkan.
Sudah tengah hari, dan Eiser tahu saatnya pulang ke rumah kecil mereka yang dulu sering Megan hina. Dengan nada pelan, ia mengajak Megan, "Ayo, kita balik ke rumah."
Megan tak menjawab, hanya mengambil tasnya dengan wajah dingin lalu melangkah masuk ke dalam mobil baru yang baru saja Eiser beli kemarin, hasil tukar tambah motor bututnya. Mesin mobil menyala pelan, menandai perjalanan yang penuh ketegangan dan harapan untuk babak baru di kehidupan mereka.
Sesampainya di rumah kecil itu, Megan langsung melangkah cepat ke kamar kecil yang dulu sering ia hina. Pintu diketuk pelan oleh Eiser sebelum ia masuk, tapi Megan sudah lebih dulu menutupnya dengan kasar.
Di dalam kamar yang sederhana, Megan segera menyalakan AC dengan suhu sedingin mungkin. Panas terik di luar kontras dengan dinginnya ruangan, seolah ingin menenangkan badai emosi yang masih bergolak di dalam dirinya.
Ia duduk terdiam, menatap kosong ke dinding sambil memikirkan kejadian malam sebelumnya. Megan masih belum percaya bahwa ia dan Eiser sudah melakukan hubungan intim, bahkan tanpa kesadaran penuh dari dirinya. Campuran rasa bingung, marah, dan malu terus mengusik pikirannya, membuatnya merasa seperti terjebak dalam pusaran perasaan yang sulit ia pahami.
Megan menatap pantulan dirinya di cermin dengan mata penuh kemarahan dan kecewa.
"Bodoh lo, Megan! Bisa-bisanya cipok si brengsek itu? Harga dirimu di mana?" ucapnya dengan suara tajam, seolah menegur dirinya sendiri.
Kata-kata itu mengiris hatinya, tapi juga seperti ledakan emosi yang selama ini terpendam. Ia memukul meja kecil di depan cermin dengan genggaman tangan, berusaha mengusir rasa sakit dan kebingungan yang terus menghantui.
Namun di balik kemarahan itu, ada keraguan yang perlahan tumbuh - keraguan akan perasaannya sendiri dan apa arti semuanya ini bagi masa depannya.
Megan mengerutkan dahi, tangannya menyentuh bagian bawah tubuhnya dengan ekspresi kesakitan.
"Aduh, miss V-ku masih perih sekali... Ini akibat ulah Eiser!" ketusnya dengan suara getir, mata membayang mengingat kembali malam kemarin yang penuh gejolak dan kekacauan.
Megan menatap dirinya di cermin dengan mata berkaca-kaca, suaranya bergetar saat berkata,
"Lubang sebesar jari kelingking... tapi harus ditusuk batang sebesar itu? Gila, itu sakit dan perih banget..."
Air matanya mulai mengalir, campuran antara bingung, sakit, dan rasa takut yang belum bisa ia ungkapkan sepenuhnya.
Ia memegangi dadanya, berusaha menenangkan diri, tapi rasa sakit itu tetap membekas, tak hanya di tubuhnya, tapi juga di hati yang terluka.
Megan mengusap air matanya dengan kasar, suara emosinya menggelegak,
"Tapi... Eiser bikin aku melayang kemarin. Rasanya seperti aku terbang, tapi aku juga benci dia... karena semuanya terjadi saat aku nggak sadar!"
Ia menatap kosong ke cermin, dadanya naik turun cepat, campuran antara kebingungan dan kemarahan yang membakar hatinya.
"Gimana bisa aku terima kalau itu semua bukan atas kemauanku?" gumamnya dengan suara penuh luka.
ESTÁS LEYENDO
⚠️Unexpected Love 21+⚠️
RomanceMegan, gadis cantik dan kaya raya, dijodohkan dengan Eiser-pria sederhana lulusan S2 arsitektur yang kini bekerja sebagai pekerja bangunan. Awalnya, Megan menolak keras pernikahan itu. Ia bersikap dingin, kasar, dan menjaga jarak dari suaminya. Namu...
⚠️obsession ⚠️
Comenzar desde el principio
