HAI!! aku Nat. Aku keluarin cerita baru dulu untuk saat ini. Seharusnya ini bagian dari cerita yang aku tulis di Batas Meja (book sebelum ini), tapi terlanjur berantakan diawal dan aku jadi bingung sendiri. Buat aku jadi malas untuk merapikannya lagi dan lagi. Sorry to say for myself first and my readers (kalo baca).
Good Luck! Welcome to my story~
"DiatmukA Problem"
---
Tara Diatmuka (Diatmika).
Diatmika berarti baik hati dan pendiam. Tapi sepertinya tidak berlaku untuk pemilik nama yang akrab dipanggil Tara. Ia selalu menegaskan nama dia itu Diatmika, bukan Diatmuka yang tercatat di kartu kelurga, absen, ktp, sim dan lainnya lagi. Kesalahan dalam menulis nama belakangnya membuatnya sebal ketika orang-orang menyebut nama belakangnya itu.
"Woy Diatmuka biasa aja dong, lalat masuk tuh."
"Brisik! diem aja deh!"
"Yeuu kasar."
Pelajaran sempat tertunda akibat sesuatu yang Tara tidak ingin tahu juga sebenarnya apa. Ia melihat kesedihan yang terus mendatang hari ini, dari pertama kali matanya terbuka pada subuh dan melangkahkan kakinya ke area sekolah. Semua terjadi begitu bersamaan dan tepat di waktu yang tepat, tepat untuk menyakitinya.
Sudah berkali-kali tarikan napas ia hembuskan. Sudah berkali-kali dada nya terasa nyeri ketika mengingat. Dan sudah berkali-kali juga ia banyak mengabaikan semua orang.
"Tara! kamu mau belajar atau mau keluar dari kelas saya?"
Tara tersentak mendengarnya dan langsung berdiri. Belum mendengar apa yang dibicarakan. Ternyata topik hari ini masih tentangnya. Semua orang menatapnya bingung. Begitu juga guru laki-laki muda yang tadi menunda satu jam pelajaran pertama.
"Maaf pak. Saya mau belajar." Tara pun duduk perlahan.
Salah satu temanku yang berada di bangku seberangku menarik pelan baju lenganku dan menoleh sedikit terkejut. Ia bertanya, "Kenapa?" tanpa suara, hanya gestur kedua telapak tangannya di atas. Tara yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum tipis. Nampak pucat baginya. Tanpa menunggu balasan dari temannya itu, ia kembali menghadap papan tulis dan belajar seperti orang pada umumnya.
Menjadi umum itu normal ya?
Apa memang aku yang tidak biasa?
Atau, aku yang terjebak yang bukan duniaku.
---
Aku ingat suatu sore, di sebuah supermarket yang ramai, Aurel melemparkan sebungkus kopi instan. Aku menangkapnya, hanya sesaat sebelum bungkus kopi itu mendarat di lantai. Lalu ia tersenyum, "Kamu lolos Masterchef Season 100."
Itu adalah salah satu dari jutaan permainan yang kami ciptakan. Aku bagai asistennya dan juga orang yang akan selalu mengalah. Hubungan kami seperti benang kusut yang tidak pernah aku coba untuk uraikan. Aku terbiasa, bahkan merasa aman di dalamnya.
Namun, hidup bukan hanya tentang kami berdua. Ada Fio, ada teman-teman yang lain, dan ada hal-hal yang tidak bisa aku kontrol. Pada akhirnya, aku harus belajar bahwa tidak semua orang ingin berada di dalam lingkaran permainanku. Dan tidak semua permainan memiliki aturan yang adil. Terkadang, kamu harus berani keluar dari arena dan menemukan siapa dirimu yang sebenarnya.
Dan itu juga yang membuat pikiranku lebih terbuka dari sebelumnya.
YOU ARE READING
DiatmukA problem
Teen FictionMenjadi umum itu baru dikatakan normal ya? Apa memang aku yang tidak biasa. Atau ... aku yang terjebak di tempat yang bukan duniaku? /Tara melewati masalahnya dengan segala dramanya tapi satu hal yang tidak bisa ia lakukan, yaitu menampung beban yan...
